Pelayanan Perkotaan

Pelayanan perkotaan seutuhnya dibagi dalam lima bentuk -- yaitu pelayanan yang bersifat Penyadaran, Pertolongan, Pengembangan, Pendampingan, dan Pembebasan.

  1. Pelayanan yang Bersifat Penyadaran Pada umumnya berita yang disampaikan para nabi bersifat penyadaran atau peringatan untuk bertobat. Pelayanan penyadaran ini ditujukan kepada umat, bangsa, maupun suatu kota. Tujuannya adalah bangsa/kota ini bertobat sebelum hukuman Tuhan menimpa mereka. Pelayanan Tuhan Yesus dan para rasul-Nya pada umumnya bersifat pelayanan penyadaran.

    Pada jaman sekarang ini, berita-berita, khotbah mimbar baik di gereja maupun di TV, KKR, dsb. harus kembali menyuarakan suara kenabian, dan bukan suara penghiburan saja. Media-media pemberitaan tersebut bisa menjadi sarana efektif untuk menyadarkan para jemaat terhadap kesalahan yang mereka perbuat dan mendorong mereka untuk bertobat.

    Namun ada harga yang harus dibayar saat melakukan pelayanan penyadaran ini karena tidak semua orang merasa suka jika kesalahan mereka diungkit. Misalnya seperti Mochtar Pakpahan yang harus meringkuk di penjara beberapa tahun karena misi penyadaran yang dilakukannya. Mochtar, melalui Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI), menyampaikan berita pertobatan agar dihentikan perlakuan buruk yang dilakukan para pengusaha terhadap buruhnya. Selain Mochtar, GMKI juga ikut secara vokal mengkritik para pelaku KKN.

    Pelayanan penyadaran ini perlu dilakukan agar para hamba Tuhan berani berbicara tentang kebenaran dan rela menanggung akibatnya.

  2. Pelayanan yang Bersifat Pertolongan Pelayanan pertolongan merupakan pelayanan kasih yang secara langsung memberikan kebutuhan yang diperlukan seseorang. Gereja dan jemaat perlu peka untuk melihat kondisi-kondisi lingkungan di sekitarnya dan kalau bisa menjadi yang pertama dalam memberikan bantuan.

    Pelayanan pertolongan yang biasa dilakukan adalah pembagian sembako. Misalnya seperti yang dilakukan oleh yayasan Sugiyapranata di Semarang yang semula melakukan pertolongan dengan membagikan makanan. Kemudian pelayanan ini dikembangkan dengan pelayanan-pelayanan lain seperti membuka poliklinik, proyek air bersih, panti asuhan, dsb. Selain itu juga ada aksi-aksi kemanusiaan yang menggalang dana untuk membantu rakyat-rakyat di berbagai pelosok yang tertimpa bencana alam.

    Bahaya dari pelayanan ini adalah sifatnya yang tidak mendidik dan orang yang ditolong bisa terus-menerus mengemis bantuan. Karena itu, kita harus pintar dalam melihat dan mencari target pelayanan pertolongan.

  3. Pelayanan yang Bersifat Pengembangan Pelayanan pengembangan bisa dilakukan dalam bentuk: 1. Latihan Diakonia Masyarakat (LDM); 2. Pelatihan pemuda, mahasiswa, perempuan, golongan profesional dan fungsionaris gereja; 3. Pelatihan lingkungan hidup; dan 4. Hidup saling menopang.

    Salah satu contoh pelayanan pengembangan adalah pelayanan di Yogyakarta. Pelayanan ini dimulai tahun 1977 oleh beberapa pemuda gereja dan kemudian dibantu oleh mahasiswa UGM dan Duta Wacana. Pelayanan yang menerapkan pengembangan tribina ini (bina manusia, bina usaha, dan bina lingkungan) dilakukan oleh orang-orang Kristen namun tidak memakai cap gerejawi. Selain itu pendirian sekolah-sekolah Kristen, pemberian pinjaman modal usaha, pelatihan ketrampilan, dsb. juga merupakan bentuk pelayanan pengembangan yang bisa dikerjakan oleh gereja.

  4. Pelayanan yang Bersifat Pendampingan Pelayanan pendampingan disebut juga pelayanan Advokasi, misalnya pendirian Lembaga-lembaga Bantuan Hukum, pembentukan SBSI, pelayanan FKKI, dsb. Pelayanan ini dilakukan untuk membela dan mendampingi orang-orang yang menghadapi masalah.

    Salah satu contoh bentuk pelayanan pendampingan adalah pelayanan yang dilakukan sebuah yayasan di Semarang. Yayasan ini mendampingi 125 anak jalanan saat menghadapi tantangan hidup dan bagaimana mengembangkan kualitas hidup mereka. Selain itu ada juga LSM Kristen lain yang mendampingi orang-orang yang bermasalah dengan hukum, para penderita AIDS, para tunawisma, dsb.

  5. Pelayanan yang Bersifat Pembebasan. Pelayanan pembebasan merupakan lanjutan dari pelayanan pengembangan. YBKS di Surakarta menyatakan bahwa pelayanan harus bertujuan untuk membebaskan orang yang ditolong dari kemiskinan, kebodohan, dan ketidakadilan. Contoh lain adalah Pelayanan Desa Terpadu (PESAT) di Salatiga yang merupakan salah satu bentuk pelayanan perkotaan secara tidak langsung untuk membebaskan desa-desa dari jerat kemiskinan, baik secara di bidang ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan statis (mental-spiritual). Hal ini bertujuan untuk mengurangi kecenderungan urbanisasi penduduk desa ke kota.

Kesimpulan

Bahaya yang dihadapi pelayanan horisontal atau pelayanan sosial adalah dilupakannya pelayanan vertikal dimana aksi sosial dilakukan tanpa ada pemberitaan Injil. Pelayanan perkotaan seutuhnya membutuhkan komitmen dan pengorbanan yang tulus dari hati yang beriman, telah bertobat, dan mengasihi sesama manusia. Tanpa hal tersebut, pelayanan perkotaan hanya sekedar menjadi aksi-aksi sosial yang dilakukan untuk sekedar membantu mereka yang miskin -- tanpa ada motivasi hati yang mau mengubah hidup mereka untuk mengenal Yesus -- sumber kasih dari setiap pelayanan yang dilakukan -- dan rela berkorban.

Gereja-gereja dan umat Kristen harus mulai melakukan pelayanan perkotaan ini seutuhnya. Dengan kata lain tidak sekedar melakukan pelayanan pertolongan saja, tetapi harus disertai dengan pelayanan penyadaran, pelayanan pengembangan, pelayanan pendampingan, dan pelayanan pembebasan. Dengan demikian mereka yang membutuhkan benar-benar tertolong baik secara spiritual, fisik, sosial, ekonomi, hukum dan politik.

Diringkas dari sumber:

Judul buku : Pelayanan Perkotaan (Urban Ministry)
Judul artikel : Pelayanan Perkotaan
Penulis : Herlianto
Penerbit : YABINA (Yayasan Bina Awam) Bandung, 1998
Halaman : 145 - 164

e-JEMMi 16/2003