"Rowland, janganlah pergi," bujuk teman-temannya. "Engkau telah menjalankan tugasmu. Engkau telah bersaksi demi kebenaran dan melawan imam yang mencoba membawamu kembali pada berhala. Kristus Juru Selamat kita sudah mengatakan bahwa ketika mereka menganiaya kita di satu kota, kita harus menyingkir ke kota lain. Pertahankan dirimu untuk waktu lain, karena gereja memiliki kebutuhan yang besar akan guru-guru yang rajin dan pendeta-pendeta yang saleh."
Dr. Rowland Taylor menjawab, "Allah tidak akan meninggalkan Gereja-Nya. Ia akan membangkitkan orang-orang lain untuk mengajar Umat-Nya." Ia melanjutkan, "Sedangkan untuk diriku, aku percaya, di hadapan Allah, aku tidak akan pernah dapat melakukan pelayanan yang demikian baik kepada Allah, seperti yang mungkin aku lakukan kini; pernahkah akan kumiliki panggilan semulia sekarang; sedemikian besarnya kemurahan Allah yang diberikan kepadaku. Jadi aku meminta kalian, dan semua kawan-kawanku yang lain, untuk berdoa bagiku; dan aku mengetahui Allah akan memberiku kekuatan dan Roh Kudus-Nya."
Pada pertengahan tahun 1500-an, Alkitab telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris. Dari seluruh Inggris, kota Hadley merupakan salah satu tempat pertama yang menerima firman Allah. Di sini, banyak orang sering membaca seluruh Alkitab dan mengikuti firman Allah dalam kehidupan mereka. Akan tetapi, ketika Raja Edward meninggal, kebebasan beragama mengalami kemunduran yang teramat besar. Dr. Rowland Taylor, pendeta dari Hadley, dengan berani menantang mereka yang berusaha memaksa orang-orang percaya untuk kembali ke takhayul dan berhala Zaman Kegelapan. Untuk itu, ia diperintahkan untuk menghadap uskup dan Lord Chancellor (seorang pejabat khusus yang dilantik langsung oleh Raja/Ratu Inggris atas nasihat Perdana Menteri - Red.).
"Aku telah tua dan telah hidup terlalu lama untuk melihat hari-hari yang mengerikan dan paling jahat ini," ia mengatakan kepada kawan-kawannya. "Lakukanlah sebagaimana nurani kalian membawa kalian. Aku telah sepenuhnya bertekad dengan anugerah Allah untuk pergi menghadap uskup. Aku tidak mengharapkan keadilan atau kebenaran, tetapi pemenjaraan dan kematian yang kejam. Tetapi, aku mengetahui alasanku baik dan benar, bahwa kekuatan kebenaran di pihakku." Dengan kata-kata ini, dengan penuh keinginan ia pergi ke London. Dan, sebagaimana sudah diperkirakan, ia dituduh sebagai bidat dan dijebloskan ke dalam penjara. Setelah dua tahun, ia lagi-lagi dibawa menghadap uskup dan diberikan kesempatan untuk mengubah pendiriannya.
Ketika para uskup melihatnya senantiasa berani dan tidak tergoyahkan pada kebenaran, mereka menjatuhkan hukuman mati kepadanya. Ia langsung dikirimkan kembali ke kota kelahirannya Hadley untuk dibakar di tiang pancang. Sepanjang perjalanan ia demikian bersukacita dan bergembira sehingga semua yang melihatnya mengira ia hendak pergi ke pesta atau pernikahan. Kata-katanya kepada para penjaganya sering membuat mereka menangis sementara ia sungguh-sungguh memanggil mereka untuk bertobat dari kejahatan dan kehidupan yang sesat. Mereka sangat kagum ketika melihat keteguhannya yang tidak mengenal rasa takut, tetap bersukacita, dan bergembira menghadapi kematian.
Dua mil dari kota, ia turun dari kudanya dengan sedikit menari, ia demikian bergembira menjelang tiba di rumah. Ia kemudian berdoa, "Terima kasih, Tuhan, karena sekali lagi aku akan melihat domba-dombaku, yang kukasihi dengan sepenuh hati dan yang kuajar dengan sungguh-sungguh. Berkati mereka dan jagalah agar mereka tetap teguh dalam firman dan kebenaran-Mu." Ia harus melewati kota untuk menuju ke tempat eksekusi. Pada setiap sisi jalan terdapat wanita-wanita dan pria-pria yang menangis tersedu-sedan, "O Tuhan! Dialah gembala kami yang baik, yang dengan demikian setia mengajar kami, merawat kami, dan memerintah kami. O Allah yang penuh belas kasihan! Apakah yang akan kami -- domba-domba yang miskin dan tercerai-berai ini -- lakukan? Apa yang akan terjadi pada dunia yang paling kejam ini? Tuhan, kuatkanlah dia dan hiburlah dia."
Pada saat menjelang mereka tiba di tempat dia akan dibakar, Dr. Taylor mengatakan kepada mereka semua yang berkumpul di sana, "Aku telah mengajarkan semuanya kepada kalian, firman Allah yang kudus dan pelajaran-pelajaran yang telah kuambil dari kitab Allah yang penuh berkat, Alkitab yang kudus. Aku datang ke sini pada hari ini untuk memeteraikannya dengan darahku." Ketika ia berlutut dan berdoa, seorang wanita miskin melangkah masuk dan berdoa bersama dengannya; tetapi mereka mendorongnya pergi dan mengancam akan menginjak-injak dia dengan kuda-kuda itu. Walaupun demikian, ia tetap tidak bergeming, bertahan tinggal di sana dan berdoa bersama dengannya.
Ia pergi ke tiang pancang, mencium tiang itu, berdiri dan bersandar padanya, dengan tangannya terlipat dan matanya menatap surga. Demikianlah, ia terus-menerus berdoa. Mereka mengikatnya dengan rantai, dan beberapa pria menempatkan kayu-kayu ke tempatnya. Salah seorang melemparkan seikat kayu dengan kejamnya ke arah Dr. Taylor hingga mengenai kepalanya. Darah bercucuran membasahi wajahnya. Ia mengatakan, "Oh kawanku, aku telah mendapat cukup banyak kesakitan; mengapakah engkau perlu melakukan itu pula." Akhirnya, mereka mulai menyalakan api. Dr. Taylor mengangkat kedua tangannya dan berseru kepada Allah, "Bapa Surgawi yang penuh kasih, demi Yesus Kristus Juru Selamatku, terimalah nyawaku ke dalam tangan-Mu."
Ia berdiri di tengah kobaran api tanpa berteriak dan tanpa gerakan, dengan kedua tangan terlipat bersama-sama. Untuk mengurangi penderitaan lebih lanjut, seorang pria dari kota berlari ke arah kobaran api itu, dan ia mengayunkan kampak perang bertangkai panjang ke kepala Dr. Taylor. Ia langsung meninggal seketika itu juga, tubuhnya roboh dalam kobaran api itu. Seorang martir Yesus tidak pernah menghadapi masalah-masalahnya seorang diri. Roh Kudus dari Allah senantiasa berada di sana untuk memberikan penghiburan, kekuatan, dan pengharapan kepadanya.
Diambil dan disunting seperlunya dari: | ||
Judul buku | : | Jesus Freaks |
Penyusun | : | Toby McKeehan dan Mark Heimermann |
Penerbit | : | Cipta Olah Pustaka, 1995 |
Halaman | : | 117 -- 120 |
Sumber | : | e-JEMMi 11/2010 |