Walau dia belum pernah berada di sana sebelumnya, Prajurit Ivan "Vanya" Moiseyev mengetahui apa yang menantinya di kantor sang Mayor. Para komunis tidak henti-hentinya memanggilnya ke kantor pusat untuk berbincang, berusaha untuk "mendidiknya ulang", untuk membuatnya mengingkari imannya kepada Allah.
Saat itu waktu makan siang, matahari bersinar dengan cerah di langit yang biru dan salju pun terlihat berkilauan. Sambil berjalan di sepanjang trotoar yang bersalju, Moiseyev memuji Allah dalam kesendiriannya. Saat itu merupakan waktu untuk bernyanyi dan berdoa baginya.
Pagi itu demikian cerah, awalnya Moiseyev tidak menyadarinya; tiba-tiba, seberkas sinar tertangkap oleh matanya. Sebuah bintang yang cerah mulai jatuh dari langit. Seperti sebuah komet, benda itu semakin mendekat dan menjadi semakin besar. Ia melihat ke atas dan melihat seorang malaikat di atasnya. Malaikat itu bercahaya dan penuh kekuatan. Hati Moiseyev dipenuhi dengan sukacita dan rasa takut. Malaikat itu tidak turun menyentuh bumi, tetapi melayang-layang sekitar 200 meter di atas tanah. Ia berjalan di atas Moiseyev, seolah-olah berjalan di jalan yang sama dengannya. Kemudian malaikat itu berbicara, "Ivan, pergilah. Jangan takut. Aku besertamu."
Ivan tidak dapat berbicara, tapi sukacitanya bagaikan api di dalam hatinya. Entah bagaimana ia berhasil sampai ke kantor Mayor Gidenko dan mengetuk pintu kantor itu dengan perlahan. Mayor Gidenko, kepala dari Komite Instruksi Politik, menatap ke atas saat sang prajurit muda tersebut masuk. Ivan Moiseyev telah diinterogasi berulang-ulang oleh interogator lainnya dan belum pernah mundur dari imannya. Tetapi, Gidenko yakin bahwa dirinya dapat menyelesaikan persoalan ini.
"Moiseyev, menurutku kamu tidak terlihat seperti murid yang bodoh. Mengapa kamu tidak mempelajari jawaban yang betul?" ia bertanya.
"Kadang-kadang ada perbedaan antara jawaban yang betul dan jawaban yang benar," jawab Ivan. "Kadang-kadang Allah tidak memberi saya izin untuk memberikan jawaban yang 'betul'."
"Jadi, Allah berbicara kepadamu? Siapakah Allahmu itu?" Namun, segera setelah Gidenko menanyakan pertanyaan itu, ia menyesalinya. Ivan bersandar ke depan pada kursinya. Wajahnya bersinar dengan sukacita karena kesempatan yang terbuka untuk membagikan imannya.
"Mayor, Ia adalah Pribadi yang menciptakan seluruh semesta. Ia amat mencintai manusia, dan Ia mengirimkan Putra-Nya ...."
Gidenko menyela, "Ya, ya, aku tahu ajaran-ajaran Kristen. Tetapi apakah hubungannya dengan menjadi seorang prajurit? Apakah kamu tidak menyetujui pengajaran dari Tentara Merah yang hebat?"
"Bukan, Mayor."
"Tapi, kamu tidak menerima prinsip-prinsip ilmiah dari ateisme yang mendasari seluruh negara kita Soviet dan kekuatan militer dari angkatan bersenjata Soviet?"
"Saya tidak dapat menerima apa yang jelas-jelas saya ketahui tidak benar. Segala yang lain dapat saya terima dengan senang hati."
"Moiseyev, tidak ada seorang pun yang dapat membuktikan keberadaan Allah. Bahkan pastor dan pendeta juga menyetujui hal tersebut."
"Mayor, mereka mungkin berbicara tentang mereka tidak mampu untuk membuktikan Allah, tapi tidak ada keraguan-raguan tentang mengenal Dia. Ia ada bersama saya saat ini, di dalam ruangan ini. Sebelum saya datang kemari, Ia mengirimkan seorang malaikat untuk menguatkan saya."
Gidenko menatap dengan tajam pada Ivan. Pada akhirnya, ia berbicara dengan lelah, "Aku minta maaf, Moiseyev, karena kamu tidak mau menggunakan akal sehatmu. Sifatmu yang keras kepala itu tidak akan mendatangkan apa pun bagimu kecuali ketidaknyamanan. Bagaimanapun, tahun demi tahun aku telah menemukan bahwa orang-orang sepertimu sering dapat disadarkan dengan sedikit disiplin."
"Aku memerintahkanmu untuk berdiri di jalanan malam ini setelah ketukan dimainkan. Kamu akan berdiri di sana hingga kamu mau mempertimbangkan kembali omong kosong mengenai allah-allah yang dapat berbicara dan malaikat-malaikat ini."
"Karena suhu udara tampaknya akan berada pada suhu minus 13 derajat, demi dirimu sendiri, aku harap kamu cepat-cepat setuju untuk bertindak secara masuk akal. Besok kita akan membuat rencana bersama untuk pendidikan ulangmu. Kamu boleh pergi."
Gidenko mengharapkan Moiseyev untuk bimbang -- untuk mempertimbangkan kembali. Sebaliknya, ia menegakkan bahunya dan berjalan dengan perlahan menuju pintu.
"Prajurit Moiseyev!"
Saat si prajurit membalikkan badannya, Gidenko menyadari bahwa ia sedikit pucat. Maka ia telah memahami perintah tersebut!
"Kamu akan melakukan instruksiku dengan baju seragam musim panas. Itu saja."
Malam itu, saat terompet berbunyi, Ivan berjalan menuruni tangga-tangga barak menuju jalanan yang bersalju. Ia bergidik ketika terpaan angin sedingin es membakar telinganya dan membuat matanya berair. Seragam musim panasnya yang tipis tidak menolongnya dari hawa dingin yang menusuk. Ia melirik arlojinya. Satu menit lewat sepuluh.
Malam ini, ia akan memiliki waktu yang panjang untuk berdoa! Tetapi untuk pertama kalinya sejak ia masuk ke dalam angkatan bersenjata Soviet, doa tidak datang dengan mudah. Ia khawatir. Mungkinkah ia berdiri di luar sini sepanjang malam? Bagaimana jika ia mati beku? Apakah mereka akan membiarkannya membeku hingga mati? Bagaimana jika ia menjadi demikian kedinginan hingga ia menyerah pada permintaan mereka?
Pertanyaan-pertanyaan "bagaimana" tersebut membanjiri pikirannya dan membuatnya kepalanya berputar-putar. Ia tahu bahwa ia harus memikirkan sesuatu yang lain. Kemudian ia ingat akan malaikat yang mengunjunginya tadi pagi. Malaikat tersebut telah berkata, "Jangan takut. Aku besertamu!" Tiba-tiba, ia menyadari bahwa kata-kata malaikat itu dimaksudkan untuk malam ini! Walaupun ia tidak lagi dapat melihatnya, Moiseyev mengetahui bahwa malaikat itu masih berada di sana bersamanya. Ia mulai berdoa dengan tekun.
Ketika waktu menunjukkan pukul setengah satu, konsentrasinya terpecah karena derakan salju. Dibungkus dengan mantel tebal, topi, dan sepatu bot, 3 orang perwira perlahan-lahan berjalan menuju ke tempatnya.
"Prajurit Moiseyev, apakah kamu telah mengubah pikiranmu? Apakah kamu sudah siap untuk masuk dan menghangatkan diri?"
"Tidak, perwira kamerad. Betapa pun saya ingin masuk dan pergi tidur, saya tidak dapat. Saya tidak akan pernah setuju untuk tinggal diam mengenai Allah."
Bahkan dalam cahaya temaram Moiseyev dapat melihat para perwira tersebut keheranan dan kebingungan. Bagaimanakah ia sanggup menahan dingin yang seperti itu?
"Apakah kamu berencana untuk berdiri di sini sepanjang malam?"
"Saya tidak dapat melihat kemungkinan pilihan yang lain, dan Allah sedang membantu saya." Ivan memeriksa tangannya -- mereka dingin, tapi tidak terlalu dingin. Ia masih dapat menggerakkan jari-jari kakinya dengan mudah. Itu merupakan sebuah keajaiban! Ia melihat pada para perwira dan dapat melihat bahwa bahkan dengan mantel-mantel mereka, mereka sudah gemetar karena rasa dingin. Mereka menghentak-hentakkan kaki mereka dan menepuk-nepukkan tangan mereka, tidak sabar untuk kembali ke barak mereka yang hangat.
"Kamu akan merasa berbeda 1 jam lagi," sang perwira senior bergumam saat mereka dengan cepat berpaling kembali.
Ivan melanjutkan untuk berdoa bagi semua orang percaya yang ia kenal. Ia menyanyikan kidung-kidung Natal. Ia berdoa bagi setiap perwira yang ia kenal dan yang ia ketahui. Ia berseru kepada Allah atas nama orang-orang dalam baraknya. Perlahan-lahan pikirannya tampak seperti melayang-layang ke suatu tempat di luar kepalanya. Namun seberapa keras pun ia berusaha, doa menghindarinya.
Ivan sedang tertidur sambil berdiri ketika pada pukul tiga pagi, sang perwira senior yang sedang bertugas jaga membangunkannya dan membiarkannya kembali ke baraknya.
Untuk 12 malam berikutnya, Ivan terus berdiri di jalanan di luar baraknya. Ajaibnya, ia tidak membeku; ia juga tidak meminta belas kasihan. Ivan terus berbicara mengenai imannya kepada rekan-rekan dan perwiranya. Ia menyanyikan pujian bagi kemuliaan Yesus Kristus dalam baraknya, walaupun hal tersebut dilarang dengan keras. Kepada mereka yang mengancamnya, ia membalas, "Seekor burung yang diancam dengan kematian karena bernyanyi akan terus bernyanyi. Ia tidak dapat meninggalkan sifat alaminya. Demikian juga dengan kami orang Kristen."
Prajurit-prajurit yang ada di sekelilingnya bertobat, terkesan dengan imannya yang sungguh-sungguh.
Komandan-komandannya terus menginterogasinya, berusaha untuk membuatnya menyangkal Yesus. Mereka memasukkannya ke dalam sel yang diberi pendingin. Mereka memakaikannya baju khusus dari karet, yang ke dalamnya mereka memompakan udara hingga dadanya demikian sesak sehingga ia nyaris tidak dapat bernafas.
Pada usia 20 tahun, Ivan tahu bawa para komunis akan membunuhnya. Pada 11 Juli 1972, ia menulis kepada orang tuanya, "Kalian tidak akan melihatku kembali." Ia kemudian menggambarkan penglihatan malaikat-malaikat dan surga yang telah Allah kirim untuk menguatkannya pada pencobaannya yang terakhir.
Beberapa hari kemudian, tubuhnya dikembalikan kepada keluarganya. Tubuhnya menunjukkan bahwa ia telah ditikam enam kali di sekeliling jantung. Ia memiliki luka-luka pada kepalanya dan di sekitar mulutnya. Terdapat tanda-tanda pukulan di sekujur tubuhnya. Kemudian ia ditenggelamkan.
Kolonel Malsin, komandannya, mengatakan, "Moiseyev meninggal dengan sulit. Ia bertarung dengan kematian, tapi ia mati sebagai orang Kristen."
Ayah dari pahlawan Kristen ini menulis kepada kami, "Kiranya bunga hidup ini, yang memberikan wanginya pada kayu salib, dapat menjadi teladan bagi semua orang muda yang beriman. Semoga mereka mencintai Kristus sebagaimana anak kami telah mencintai Dia."
Diambil dan disunting dari: | ||
Judul buku | : | Jesus Freaks |
Penyusun | : | Toby McKeehan dan Mark Heimermann |
Penerbit | : | Cipta Olah Pustaka, 1995 |
Halaman | : | 32 -- 37 |
Sumber | : | e-JEMMi 04/2010 |