Kaum Waldensian merupakan salah satu contoh bagaimana kehidupan sebuah kelompok, sekalipun menderita penganiayaan, masih tetap bertahan dan dapat hidup makmur. Bagaimana mereka melakukan hal tersebut selama hampir 800 tahun? Jawabannya terletak pada inti doktrin kaum Waldensian: fokus pada memiliki hubungan yang dekat dengan Yesus Kristus melalui Alkitab dan pelajaran-pelajaran.
Akhir abad kedua belas, seorang pedagang sukses bernama Waldo dari daerah Lyons, membuat tiga keputusan penting yang tidak hanya akan memengaruhi kehidupannya, namun juga kehidupan banyak orang yang menantinya dan memilih mengikutinya. Pada intinya, tiga keputusan tersebut membentuk dasar doktrin kaum Waldensian. Waldo membiayai beberapa kitab dari Alkitab. Ia memberikan semua yang dimilikinya dan menjadi seorang miskin, dan ia memutuskan untuk mengabarkan Injil kepada mereka semua yang mau mendengar. Meskipun persyaratan menjadi Waldensian cukup keras, banyak orang bergabung dalam kelompok Waldo karena mereka menginginkan hubungan yang lebih dekat dengan Yesus Kristus.
Sejak awal, gereja kaum Waldensian menderita banyak penganiayaan karena mereka dianggap kelompok ajaran sesat. Kepala Uskup Lyons berusaha menghentikan penyebaran Injil yang dilakukan oleh Waldo dan para pengikutnya serta mengucilkan mereka dari Lyons. Tindak kekejaman terbesar yang dilakukan terhadap kaum Waldensian terjadi pada tahun 1655, dikenal dengan peristiwa "Piedmont Easter" (Paskah Piedmont). Saat itu, selama minggu Paskah, lima ribu tentara Perancis diberi izin untuk merampas kediaman kaum Waldensian, dan lebih dari 1.700 kaum Waldensian terbunuh.
Saat Louis XVI bertakhta menjadi Raja Perancis, ia memfokuskan perhatiannya pada pengusiran kaum Waldensian. Louis mencabut peraturan Nantes yang memberikan kebebasan beragama bagi kelompok Protestan Perancis. Pada tahun 1686, keputusan lainnya dikeluarkan, berisi larangan keras bagi kelompok Protestan untuk berkumpul dan adanya baptisan anak dalam gereja. Banyak gereja kaum Waldensian dibakar, para pendeta dan guru sekolah diberi waktu 15 hari untuk memilih antara dibuang atau mundur dari kepercayaan mereka.
Banyak anggota gereja memilih mengikuti pembuangan dan melarikan diri ke utara Italia, tempat mereka mendirikan pengungsian. Namun, keamanan mereka di Italia masih membahayakan. Pada bulan April dalam tahun yang sama, kaum Waldensian di bawah pimpinan pendeta Henry Arnaud maju melawan. Mereka menderita kekalahan besar. Dalam serangkaian perang melawan pemerintahan Italia ini, 2.000 orang Waldensian gugur, 2.000 orang menyangkal iman mereka, dan 8.000 orang dipenjarakan. Setelah serangan brutal ini, jemaat gereja Waldensian menurun menjadi 3.400 orang, namun mereka tidak menyerah.
Diambil dan disunting seperlunya dari:
Judul buku | : | Batu-Batu Tersembunyi |
Penulis | : | Tim The Voice of the Martyrs |
Penerbit | : | Kasih Dalam Perbuatan, Surabaya 2000 |
Halaman | : | 36 -- 38 |
Dipublikasikan di: http://kesaksian.sabda.org/kaum_waldensian