Luas Tanah | : | 678.500 km persegi |
Populasi | : | 47.758.181 (perkiraan Juli 2008) |
Etnis | : | Myanmar 68 %, Shan 9 %, Karen 7 %, Rakhine 4 %, Cina 3 %, India 2 %, Mon 2 %, lainnya 5 % |
Bahasa | : | Myanmar (suku minoritas memiliki bahasa mereka sendiri) |
Agama | : | Buddha 89 %, Kristen 4 % (Baptis 3 %, Katolik Roma 1 %), Islam 4 %, Animisme %, lainnya 2 % |
Ibu Kota | : | Rangoon (Yangon) |
Tipe Pemerintahan | : | Kediktatoran Militer |
Populasi di bawah | : | 32,7 % (perkiraan tahun 2007) |
garis kemiskinan |
Setelah penjajahan Jepang pada Perang Dunia II, pada tahun 1948 Myanmar mendapatkan kemerdekaan dari Inggris. Pada tahun 1962, tentara menggulingkan pemerintahan terpilih dan membangun sebuah pemerintahan tangan besi melawan segala gerakan demokrasi, menguasai State Law and Order Restoration Council (SLORC) -- rezim militer Myanmar. Pada 1988, sekitar tiga ribu demonstran demokrasi diperkirakan tewas. Kemudian, pada tahun 1990, pemilihan demokratis yang pertama selama tiga dekade terakhir, berlangsung. Saat National League for Democracy (NLD) memenangkan 392 dari 485 kursi, SLOCR memenjarakan ratusan anggota NLD, menolak menyerahkan kekuasaan. Pada 1997 dan 1998, Military Junta (pemerintahan yang dipimpin oleh komite para pemimpin militer) mengubah nama mereka menjadi State Peace and Development Council (SPDC) dan menyingkirkan banyak anggota SLOCR dalam rangka memperbaiki hubungan internasional. Namun demikian, negara ini masih di bawah kekuasaan militer, yang sangat menentang gerakan demokrasi.
Sebagian besar misi asing diusir pada tahun 1966 dan rezim militer tetap berkuasa atas kegiatan beragama. Telah ada banyak kasus pertobatan paksa dari Kristen menjadi Buddha dan juga kekerasan terhadap orang-orang Kristen. Semua perkumpulan yang beranggotakan lebih dari lima orang dianggap ilegal dan tamu rumah harus melapor jika tidak ingin dipenjara.
Kebanyakan orang Kristen Myanmar adalah bagian dari suku minoritas (suku Chin di bagian utara, Lisu, dan Karen) yang ditentang karena alasan-alasan etnis, politik, dan agama. Suku minoritas Karen merupakan suku yang paling banyak mengalami diskriminasi.
Buddha merupakan agama mayoritas penduduk Myanmar; hanya sekitar 5 % orang Kristen di Myanmar yang sebelumnya adalah orang Buddha. Situs-situs dan pekuburan-pekuburan Kristen banyak dihancurkan dan diganti dengan pagoda. Sering kali orang-orang Kristen dipaksa untuk membangunnya. Orang-orang Kristen diperkosa, disiksa, dan dibunuh. Setelah terjangan Topan Nargis yang menghancurkan negara ini pada awal bulan Mei 2008, pemerintahan Myanmar dilaporkan tidak memberi bantuan kepada beberapa orang Kristen.
Dalam sebuah aksi menentang kekristenan di Myanmar, pemerintah merusak dan kemudian menghancurkan salib beton setinggi 50 kaki di puncak bukit Matupi Township, Chin bagian selatan, pada tanggal 3 Januari 2005. Salib itu sudah ada di sana selama dua dekade sebagai peringatan akan iman mereka kepada Kristus.
Hak asasi manusia dan kebebasan di Myanmar sangat tidak dihargai. Kata-kata Letjen Khin Nyunt, sekretaris pertama SPDC, pada tahun 1992, menggambarkan situasi di Myanmar -- bahwa di bawah pemerintahan militer, "tidak ada hukum sama sekali".
Pokok Doa:
Doakan agar Tuhan menguatkan orang-orang Kristen untuk dapat berdiri teguh dalam iman, di tengah ketidakadilan yang ada.
Doakan agar kebebasan beragama segera terwujud di Myanmar.
Doakan agar terbuka kesempatan melayani sehingga orang-orang Kristen dapat membagikan kasih Kristus kepada orang lain.
Doakan agar Pencipta alam semesta menyatakan diri-Nya kepada penduduk Myanmar sehingga mereka memiliki kerinduan untuk mengenal-Nya. (t/Dian)
Diterjemahkan dari:
Nama situs | : | The Voice of the Martyrs |
Judul asli artikel | : | Burma |
Penulis | : | Tidak dicantumkan |
Alamat URL | : | http://www.persecution.net/burma.htm |