Di dalam beberapa terjemahan Alkitab, kitab Kisah Para Rasul diakhiri dengan tiga buah kata di bagian penutupnya, yaitu: "Tanpa Rintangan Apa pun." (Dalam terjemahan Alkitab bahasa Indonesia,
Sesungguhnya, Kisah Para Rasul ini adalah kisah tentang orang-orang muda, pria dan wanita pengikut Yesus, saksi-saksi mata tentang masa hidup-Nya, pelayanan-Nya, dan penderitaan-Nya, yaitu orang-orang yang telah dipanggil dan diutus secara khusus untuk memberitakan Injil (Kabar Baik).
Dengan penuh semangat mereka pergi meninggalkan harta bendanya dan mulai berkhotbah serta bersaksi di mana-mana -- dalam Bait Allah, di jalan-jalan, di rumah-rumah, bahkan terkadang di dalam penjara dan sekali-kali di bawah lemparan batu yang menghujani tubuh mereka yang sedang menemui ajalnya. Beberapa di antaranya bahkan harus menghadapi singa-singa liar, ayunan pedang, dan penganiayaan. Mereka terpaksa lari bersembunyi di gua-gua, lubang-lubang, hutan dan ghetto-ghetto (perkampungan umat).
Mereka memasuki berbagai macam budaya yang tidak pernah mereka survai sebelumnya. Mereka berhadapan dengan keyakinan-keyakinan agama yang lain tanpa rasa takut. Itu bukan karena mereka kurang mengenal budaya-budaya tersebut, justru mereka tahu benar mengenai budaya-budaya tersebut yang tidak berhasil mengubah karakter orang- orang dan tidak menghasilkan dampak moral dalam kehidupan orang- orang yang melakukannya. Dan yang terutama, budaya-budaya itu tidak pernah menyadarkan orang-orang bahwa dosa-dosa mereka telah diampuni. Apalagi sampai mereka mengetahui tentang karunia hidup kekal melalui Yesus Kristus yang dijanjikan Allah kepada semua orang yang percaya kepada-Nya.
Semua ini justru mengobarkan semangat orang-orang yang telah dipanggil untuk memberitakan Injil. Kasih mereka untuk misi yang dipercayakan pada mereka dan kasihnya kepada Dia yang mengutus mereka, semakin bertambah. Dan mereka tak pernah mengeluh mengenai kesulitan yang dialami, bahkan ketika mengalami perlawanan yang sengit.
Kita bisa belajar dari Paulus yang telah membaktikan dirinya lebih dari para rasul lainnya. Dia mempunyai catatan perjalanan paling panjang, mengalami paling banyak penderitaan, dan paling banyak berkhotbah serta menulis berbagai pengalaman yang mendebarkan termasuk derita dan mujizat yang dialaminya. Pada akhirnya ia menyimpulkan semua itu sebagai berikut: "Bahkan kami merasa seolah- olah kami telah dijatuhi hukuman mati" (
Menjelang akhir perjalanan hidupnya yang begitu panjang dan produktif, Paulus dikenakan tahanan rumah di sebuah negeri yang asing, jauh dari persekutuan orang-orang percaya dan bahkan setiap saat menghadapi kemungkinan untuk dijebloskan ke dalam penjara. Namun pada saat-saat itu ia masih juga meminta salah seorang dari sedikit teman setianya yang tersisa untuk datang menjenguk dan membawakan Alkitab serta jubahnya ("Bawa juga jubah yang kutinggalkan ... dan juga kitab-kitabku terutama perkamen -- yang terbuat dari kulit -- itu."
Itulah hakikat dari misi pelayanan organisasi "Open Doors". Tahukah Anda bahwa sejarah "Open Doors" boleh dikatakan sudah dimulai dari jaman rasul-rasul itu? Dan kini mengenai orang-orang ini tertulis bahwa "Dengan terus terang dan tanpa rintangan apa-apa ia memberitakan Kerajaan Allah dan mengajar tentang Tuhan Yesus Kristus." (
Sungguh suatu pelajaran berharga bagi kita hari ini. Makin meluasnya pekabaran Injil sama sekali tidak berkaitan dengan tingkat perlawanan yang dihadapi atau harga yang harus dibayar oleh orang- orang yang memberitakannya. Jelas itu merupakan dua hal yang berbeda.
Saya menekankan hal ini karena di masa-masa ini gereja semakin teraniaya, para penginjil makin sering terintimidasi, dan harga dari penginjilan seringkali menjadi sangat mahal. Terus terang saya melihat bahwa di masa mendatang hidup dari para rasul, murid-murid, misionaris, dan penginjil akan semakin terancam dan mendapat tekanan dibandingkan hari-hari kemarin. Namun demikian kita harus mengerti bahwa bagaimana pun juga, Injil atau Kabar baik itu akan tetap disebarluaskan, gereja-gereja akan terus bertumbuh dan Kerajaan Allah akan datang.
Selalu ada harga mahal yang harus dibayar dalam setiap penyebaran Injil. Dalam masa-masa mendatang harga tersebut bahkan lebih meningkat lagi dibandingkan hari-hari sebelumnya. Aniaya memang tak dapat dihindarkan dan di masa-masa sekarang ini keadaan akan bertambah sulit. Diperkirakan bahwa di abad ke-20 yang lalu lebih banyak orang percaya yang telah kehilangan nyawanya karena percaya kepada Yesus Kristus dibandingkan dengan 19 abad sebelumnya. Namun demikian, Injil tetap diberitakan 'tanpa rintangan'. Karena Firman Tuhan memang tidak dapat dirintangi.
Dapatkah Injil diberitakan tanpa rintangan apapun? Dalam masa-masa krisis ini sekalipun? Pasti, asalkan Tuhan benar-benar dapat mengubahkan kehidupan Anda dan saya sehingga menjadi manusia yang sesuai dengan kehendak-Nya. Orang-orang akan pergi memberitakan Injil dengan penuh sukacita dan dengan demikian "menggenapkan dalam tubuhku, apa yang kurang pada penderitaan Kristus, untuk tubuh-Nya, yaitu jemaat." (
Sumber: Buletin Doa "Pintu-pintu Terbuka", Edisi Juni-Juli 2003