Globalisasi dan berbagai tren lainnya pada milenium baru ini, bagaimana pun juga punya dampak yang tentunya perlu dihadapi secara terbuka oleh gereja dan umat yang hidup di dunia ini. Begitu pula dalam kancah pergumulan bangsa di tanah air.
Gerakan doa yang telah berlangsung lebih dari selusin tahun ini, menggerakkan orangtua, pemuda, maupun anak-anak, untuk terlibat dalam berseru-seru kepada Allah yang maha kuasa agar kuasa-Nya dinyatakan di tengah bangsa ini. National Prayer Conference yang diselenggarakan pada bulan Mei 2003 merupakan momentum kebersamaan sebagai hasil dari penaburan dan penanaman benih kebersamaan yang telah dilakukan selama bertahun-tahun oleh hamba-hamba-Nya di berbagai pelosok di tanah air. Hasil kerja dari ratusan bahkan ribuan orang yang tak diketahui namanya sekalipun ini, jelas merupakan pekerjaan Roh Kudus yang semakin memuncak dari segi intensitas dan jumlahnya.
Gerakan yang tak memandang orang dari gereja mana ini, mulai menumbuhkan keinginan yang kuat di dalam benak umat untuk berbuat sesuatu bagi bangsa ini. Doa-doa yang dinaikkan oleh umat percaya, ternyata telah menjadi pendorong yang amat kuat untuk membuat orang tak bisa berpangku tangan, tetapi melakukan tindakan-tindakan nyata dalam proses yang mengarah kepada transformasi bangsa. Semakin kuat dan banyak doa dinaikkan, semakin besar pula kekuatan/dorongan yang dirasakan umat percaya untuk melakukan sesuatu atas nama-Nya.
Di tengah kancah perpolitikan di Indonesia, umat yang biasanya merasa tabu terhadap hal-hal yang berbau politik, sekarang menggebu- gebu untuk berbuat sesuatu. Gejala ini, tentunya perlu kita syukuri sebagai tanda-tanda dimulainya kesadaran umat akan perannya dalam kancah pergumulan bangsa. Namun di lain pihak, kalau kita hanya bertindak atas dasar kepanikan, atau langsung melangkah dalam "kebutaan" (tanpa mengerti apa sebenarnya yang sedang kita lakukan), maka hal itu pun tidak menjawab persoalan yang dihadapi. Jadi kalau kita bersikap masa bodoh terhadap hidup perpolitikan bangsa kita merupakan kekeliruan, tapi bertindak tanpa pengertian pun bukan merupakan tindakan yang dapat dibenarkan.
Dalam meresponi hal ini, yang pertama-tama adalah, gereja tak bisa sendiri-sendiri lagi. Dalam kebersamaan para pemimpin gereja beserta umat, perlu belajar tentang bagaimana sebenarnya sistem perpolitikan di negeri kita, bagaimana umat berpartisipasi sebagai warga negara yang bertanggung jawab, bagaimana menyuarakan aspirasi umat, dsb.
Untuk maksud itulah dibentuk suatu jejaring umat yang baru yaitu: "Daniel 'N Joseph Network" (DNJN) yang bermaksud untuk menjembatani pelbagai perbedaan atau kesalahpengertian untuk mendukung para hamba-Nya yang berjuang dalam kancah pergumulan perpolitikan. DNJN juga merealisir persekutuan di antara mereka untuk membuka wawasan para pemimpin umat dan memberi informasi yang up-to-date bagi para pendoa dan penggerak doa dalam upaya untuk mengerti apa yang perlu didoakan dalam situasi terkini. Dengan demikian pokok-pokok doa tersebut dapat disebarluaskan sehingga maksud dan rencana Tuhan atas bangsa ini boleh terealisasi.
Sumber: Buletin Visi dan Prakarsa, Tahun V/Edisi Oktober 2003