Ketika seorang misionaris dari Wycliffe Associates bertanya kepada salah seorang pria dari Papua Nugini tentang mengapa ada delapan ratus bahasa dalam satu suku di pulau yang sama, pria itu dengan cepat menjawab pertanyaan tersebut, "Karena kami saling membenci."
Dengan berlalunya waktu dan pengenalan Injil, terjadilah pemulihan yang luar biasa. Namun, penghalang komunikasi di antara masyarakat tetap ada, dan hal itu juga yang membatasi penyediaan Alkitab bagi masing-masing kelompok bahasa. Alkitab adalah kunci untuk menghasilkan murid-murid yang mengenal Tuhan secara pribadi dan yang rindu akan terjadinya pemulihan atas perpecahan yang ada di lingkungannya. Hanya ada kurang dari enam juta jiwa yang tinggal di negara yang terletak di Samudra Pasifik ini, dan sebagian besar penduduknya tinggal di daerah pedesaan. Pelestarian gaya hidup tradisional dilindungi hukum.
Wycliffe Associates berusaha keras untuk menerjemahkan Alkitab di Papua Nugini. Meskipun begitu, para penerjemah terkadang harus mempekerjakan staf pembantu karena di sana hanya ada satu staf pembantu sukarelawan untuk masing-masing penerjemah. Di sini, waktu dan tenaga sangat terkuras, semuanya dikerahkan untuk menyediakan lebih banyak Alkitab.
Papua Nugini merupakan lokasi terbesar Wycliffe Associates bagi para sukarelawan. Ada banyak lowongan yang tersedia bagi sukarelawan yang ingin membantu di sana, termasuk guru bahasa Inggris SMU, pengawas perbaikan landasan terbang, manajer cabang pelayanan, perawat, dan bapak/ibu penjaga asrama pemuda.
Empat dari posisi-posisi tersebut ada di Ukarumpa, di mana ada tiga ratus keluarga yang sedang melakukan penerjemahan untuk seluruh negeri. Ribuan orang menantikan Alkitab yang diterjemahkan ke dalam bahasa mereka masing-masing, jadi lowongan apa pun yang terisi nantinya, hal itu bisa mempercepat proses tersebut. Untuk mempelajari lebih banyak tentang lowongan itu atau lowongan-lowongan lain, kirimkan email ke: < web(at)wycliffeassociates.org >. (t/Setyo) Diterjemahkan dari: Mission News Network, Agustus 2008
Alamat URL: http://www.MNNonline.org/article/11556/
Pokok doa:
Mengucap syukur atas masuknya Injil dan pemulihan yang terjadi atas masyarakat Papua Nugini. Doakan agar masyarakat di sana dapat mengaplikasikan teladan Kristus untuk saling mengasihi.
Doakan untuk penyedia Alkitab ke dalam bahasa-bahasa lokal di Papua Nugini, mengingat masyarakat di Papua Nugini perlu belajar lebih dalam firman Tuhan.
Berdoa juga untuk tim Wycliffe Associates yang sedang berupaya menerjemahkan Alkitab ke dalam bahasa-bahasa lokal di Papua Nugini. Doakan untuk tenaga sukarela yang sangat dibutuhkan agar pekerjaan Tuhan ini bisa semakin banyak dikerjakan.
Sebanyak 59 orang suku Siawi yang baru bertobat, memutuskan untuk mengikut Tuhan dan mendapatkan baptisan air pada hari Minggu, 8 Juni, demikian dilansir New Tribes Missions. Saat ini, kira-kira ada seratus orang Siawi yang sudah dibaptis dan semakin bertumbuh dalam iman.
Banyak halangan muncul, namun orang Siawi tidak membiarkan ibadah baptisan dibatalkan. Misalnya, sungainya dangkal karena selama seminggu hujan tidak turun, oleh karena itu orang Siawi membuat bendungan untuk membuat genangan air yang lebih dalam. Mereka juga sempat menunda baptisan selama beberapa waktu karena menunggu seorang misionaris, Tom, sembuh dari sakit malarianya.
Karena Tom masih lemah, dia dan misionaris lain, Jason, meminta Kwae dan Liae menggantikannya dalam ibadah baptisan tersebut. Kwae dan Liae dengan gembira menggantikannya, mereka pun mendapatkan kesempatan untuk membaptiskan putra-putrinya. Setelah baptisan, para misionaris meminta semua orang Siawi yang percaya untuk berdiri bersama-sama dengan umat percaya yang baru saja dibaptis itu.
"Kerinduan kami adalah agar mereka mulai menyadari bahwa mereka adalah satu tubuh di dalam Kristus," tulis misionaris Danielle. "Gereja di sini memiliki banyak divisi, dan karenanya, selain surat Roma, mereka juga perlu diberi pelajaran dari surat 1 Korintus." Para misionaris mulai mengajarkan surat Roma setelah menyelesaikan surat Kisah Para Rasul beberapa minggu yang lalu. Sekitar seratus orang Siawi sudah mengikuti pelajaran Alkitab.
Orang Kristen Siawi mulai menyadari bahwa mereka harus melakukan apa yang mereka pelajari dalam Alkitab. Ada larangan-larangan yang perlu mereka lakukan. Budaya mereka merupakan perbudakan atas ilmu sihir, roh-roh, sakit penyakit, dan kematian. Kwae menjadi semakin bijaksana setelah mendengar pelajaran terakhir dari Kisah Para Rasul. "Saya tidak bisa berhenti memikirkan apa yang Rasul Paulus katakan dalam Kisah Para Rasul 28:26. Yesaya menuliskan bahwa orang Yahudi akan mendengar dan mendengar, namun tidak mengerti. Kami pun sama seperti itu," katanya.
Pelajaran tentang baptisan muncul berkali-kali saat suku Siawi mempelajari Kisah Para Rasul dan para misionaris menawarkan kesempatan bagi orang Siawi untuk dibaptis jika mereka tergerak. Mereka ingin memastikan bahwa orang-orang yang ingin dibaptis betul-betul mengerti pentingnya keselamatan dan tujuan baptisan.
Mereka heran ketika Noa, Eke, dan Sek -- para pemuda yang mengacau di gereja -- menyatakan keinginan mereka untuk dibaptis. Eke sering melempari gereja dengan batu saat pelajaran Alkitab sedang berlangsung. "Oh, ya, sebelum saya menjadi pengikut Kristus. Saya tidak peduli dengan jalan Tuhan. Namun saat saya mendengar pengajaran Kisah Para Rasul, pemahamanku menjadi jelas," cerita Eke kepada Danielle dan Jason.
"Saya tahu bahwa kematian Kristus membuat jalan bagiku ke surga. Darah-Nya telah tercurah bagiku dan tak ada cara lain untuk membayar dosaku. Saya ingin dibaptis karena itulah yang Yesus katakan untuk dilakukan semua orang yang percaya kepada-Nya. Saya ingin melakukan perintah Yesus." (t/Setyo)
Diterjemahkan dari : Mission News Network, Agustus 2008
Alamat URL : http://www.MNNonline.org/article/11336
Pokok Doa:
Keluarga Smith, pasangan misionaris dari The New Tribes Mission, melayani suku Diningat di Papua Nugini. Pada suatu malam, dalam sebuah pertemuan dengan orang-orang dari suku tersebut, hujan mulai turun. Orang-orang dari suku Diningat berkata bahwa orang-orang dari suku lainlah yang telah membuat hujan turun untuk mengacaukan pertemuan mereka. Karena merasa kecewa dengan pernyataan tersebut, pasangan Smith bertanya kepada suku Diningat mengenai siapa yang mereka pikir telah membuat hujan turun. Suku itu menjawab bahwa Tuhanlah yang telah membuat hujan.
Sedikit membingungkan, bagaimana mereka dapat menjawab dua pertanyaan yang mirip tapi menjawabnya dengan jawaban yang berbeda. Pasangan Smith bertanya kembali kepada mereka apakah seseorang telah membuat hujan turun.
Lagi-lagi, suku itu menjawab, "Ya, seseorang dari desa tetanggalah yang telah melakukannya."
Smith kemudian bertanya kepada mereka mengenai siapakah pemilik dan penguasa segala hal, dan mereka menjawab, "Tuhan." Akan tetapi, ketika Smith bertanya apakah mereka berpikir bahwa manusia dapat mengendalikan cuaca, mereka menjawab, "Tidak! Itu tidak benar!"
Kemudian, pasangan Smith mengetahui bahwa suku Diningat sengaja memberikan jawaban yang berbeda. "Mereka melakukannya untuk membuat kita menyala-nyala dan mengajar dengan lebih berapi-api! Ha! Saya rasa itulah cara mereka mempermainkan anjuran setan," tulis Smith.
NTM meminta agar Anda berdoa supaya keinginan suku Diningat untuk mengenal Tuhan lebih jauh itu terus berkelanjutan. Berdoalah agar mereka tetap mau "bersendau-gurau" dan mendengarkan Injil dengan sungguh-sungguh. (t/Setyo)
Diterjemahkan dari | : | Mission News Network, April 2008 |
Alamat URL | : | http://www.mnnonline.org/article/11003 |
Pokok doa: