Eksposisi dari
Penyebaran Injil
Kisah tentang Yesus yang berbicara kepada perempuan Samaria dekat sebuah sumur dan tentang Filipus yang duduk di sebelah orang Ethiopia dalam keretanya, keduanya memberikan dasar Alkitab bagi penginjilan pribadi. Juga penginjilan secara masal tercatat di Alkitab seperti yang dilakukan Yesus kepada kerumunan orang Galilea, dan khotbah Paulus di tempat terbuka di Listra. Tapi penginjilan melalui gereja lokal dapat mengklaim diri sebagai cara yang paling efektif dari segala macam cara pendekatan. Jemaat Tesalonika merupakan contoh yang baik.
Di sini rasul Paulus menggariskan perkembangan Injil dalam tiga tahap yang jelas.
Jelas Injil tidak datang sendiri ke Tesalonika. Injil dibawa oleh Paulus, Silas dan Timotius (ayat 2) dalam perjalanan PI yang kedua. Lukas menulis kisah ini dalam Kis 17 awal. Dan di sini Paulus menjelaskan proklamasi Injilnya:
Benar bahwa Injil tidak datang hanya dalam kata saja. Tetapi Injil diberitakan dalam kata. Materi berbentuk kata tidak kecil peranannya dalam penginjilan. Karena Injil harus mempunyai isi yang khusus, maka harus dikemukakan dengan jelas, secara verbal. Jelas Injil juga dapat didramatisir, untuk memberikan citra yang kadang lebih berkesan ketimbang sekedar kata. Namun demikian jika berita Injil ingin dimengerti, Injil harus dituangkan dalam bentuk kata-kata.
Kata-kata mereka (rasul) sendiri lemah dan tidak efektif. Manusia tidak selalu mau mendengar mereka atau manusia tidak dapat mengerti mereka atau tidak memberikan perubahan pada mereka. Kata-kata yang diucapkan dalam kelemahan manusia perlu diperkuat dengan kuasa ilahi. Jika tidak, mereka gagal menjangkau pikiran, kesadaran, dan kehendak para pendengar.
Kuasa menunjukkan kepada akibat obyektif dari pemberitaan, keyakinan kepada kondisi subyektif dari pemberitaan. Paulus yakin akan kebenaran dan relevansi dari isi berita. Keyakinan ini yang membuatnya sangat berapi-api. Tapi keyakinan dan semangat jarang ditemukan dalam pemberitaan Injil akhir-akhir ini.
Saya memasukkan ini pada point terakhir, karena bagi saya sebenarnya ini sudah tercakup dalam tiga hal di atas. Kebenaran firman, keyakinan memberitakan dan kuasa yang mengubah semua datang dari Roh Kudus. Kebenaran, keyakinan dan kuasa adalah ciri-ciri yang tidak bisa dihapuskan dari pemberitaan otentik. Dan tiga hal ini muncul dari pelayanan Roh Kudus. Mereka sangat dibutuhkan oleh pemberita pada zaman ini.
Seperti Paulus telah memberikan penjelasan dari khotbahnya mengenai firman, maka sekarang ia menjelaskan penerimaan jemaat Tesalonika.
Ada banyak oposisi terhadap Injil, kepada mereka yang memberitakan dan mendengar Injil. Selalu ada si jahat yang membenci Injil dan kesetiaan mereka yang memberitakan Injil membangkitkan antagonismenya. Meskipun demikian, penganiayaan tidak menghalangi iman dari jemaat Tesalonika.
Kita tidak harus kehilangan referensi kedua ini dari Roh Kudus. Ia yang memberi kuasa kepada pemberita Injil, juga memberi sukacita kepada yang menerimanya. Ia bekerja pada kedua belah pihak. Juga berbicara dan sukacita adalah buah dari Roh Kudus (
Petobat mengikuti pelajaran dan teladan dari rasul-rasul dan juga Kristus, pemilik rasul-rasul itu. Untuk menerima firman lebih dari sekedar penerimaan secara intelektual dalam kebenaran, juga menyangkut satu transformasi lengkap dari kelakuan dengan menjadi pengikut Kristus dan rasul-rasulnya secara seksama.
Dr. Leon Morris menyebutkan, "peniru pada gilirannya akan ditiru." Mereka yang mengambil Kristus dan rasul-rasul-Nya sebagai model bagi diri sendiri, akan menjadi sebuah model bagi orang lain.
Mengagumkan bila melihat efek dari Injil, di dalam mereka yang menerimanya. Itu dapat berarti pertentangan, tapi juga menyangkut sukacita di dalam melalui Roh Kudus, penurut Kristus dan rasul-rasul-Nya dalam merubah hidup dan juga menjadi contoh bagi orang lain. Tapi jika pengkhotbah ditandai dengan kebenaran, keyakinan dan kuasa, petobat juga akan ditandai dengan sukacita, semangat dan ketaatan. Jangan seorangpun mengatakan bahwa Injil tidak diikuti konsekuensi-konsekuensi yang sehat.
Kata kerja Yunani "execheo" (khusus dalam Perjanjian Baru) berasal dari "echos", sebuah ekho atau gema. Menurut Kittel, berarti suara, dering, gema, dengung, dentuman. Dipakai dalam Septuaginta untuk bel, zither, trompet dan alat suara keras lainnya. Paulus menggunakannya di sini untuk Injil. Apakah ia menyamakan pemberitaan firman dengan dering bel, tiupan terompet (menurut Chrysostom) atau dentuman bass (menurut Jerome)? Pengertiannya adalah suara Injil yang menggema melalui lembah-lembah Yunani. Orang Tesalonika tidak mampu untuk berdiam diri tentang itu. Karena Tesalonika adalah ibukota dan terletak pada jalan Egna dan pelabuhan yang mempermudah jalan menyeberang laut Egea ke Asia, tidak heran kalau Injil tersebar jauh dan luas.
Lebih dari itu petobat baru tidak hanya menyebarluaskan Injil dengan mulut tetapi berita pertobatan mereka, iman mereka yang baru dalam Tuhan, diketahui di mana saja (ayat 8). Di dalam sebuah pelajaran yang penting bagi kita. Kita adalah generasi media-penyadar. Kita tahu kuasa dari media-massa pada pemikiran publik. Konsekuensinya kita harus menggunakan media ini untuk penginjilan dengan cetakan, kaset, dan film, dengan radio dan video, kita ingin memenuhi dunia dengan kabar baik. Tekhnologi modern di bawah pimpinan Allah yang dikembangkan manusia, harus dimanfaatkan untuk penginjilan.
Tapi ada cara lain yang jika kita bandingkan lebih efektif, tidak memerlukan perlengkapan elektronik; sederhana saja, juga tidak perlu organisasi maupun komputerisasi; spontan. Tidak mahal, tidak butuh biaya: gosip yang kudus! Transmisi mengagumkan dari mulut ke mulut sebagai hasil kabar baik atas manusia. "Sudah dengar peristiwa ini dan itu? Sesuatu sedang terjadi di Tesalonika!"
[Penulis adalah Ketua dari 'The London Institute for Contemporary Christianity'. Judul asli artikel ini "Evangelization Through The Local Church" dalam majalah "World Evangelization", March - April 1989.]
Sumber:
Judul Buletin | : | Momentum 6, September 1989 |
Judul Artikel | : | GEREJA TESALONIKA SETELAH PI PAULUS -- (Bag. I) |
Penulis | : | Dr. John R.W. Stott |
Penerbit | : | Lembaga Reformed Injili Indonesia |
Halaman | : | 29 - 31 |