Pertobatan Mohan Jhass

oleh: Julie Blim

Mohan Jhass terlahir dengan keberuntungan besar dalam sistem kasta India. Keluarganya termasuk dalam kasta Brahmana, dan Mohan adalah anak sulung. Hal ini berarti bahwa dia diijinkan -- dan sangat diharapkan -- untuk menjadi seorang pendeta Hindu.

"Jika Anda lahir dalam suatu sistem keagamaan, dalam sebuah kasta, maka Anda mengerjakan apa yang dilakukan keluarga. Anda tidak dapat memilih profesi atau cara hidup sendiri," kata Mohan. "Meskipun saya berkelimpahan secara finansial, mempunyai rumah besar, keluarga besar, kekayaan orangtua, hak untuk menjadi pendeta Hindu -- saya memiliki semuanya itu. Namun masih ada sesuatu dalam diri saya yang berkata, 'Itu belum cukup.' Ada sesuatu tentang Allah yang lebih dari yang saya ketahui."

Sejak berusia tiga tahun, Mohan telah memulai pelatihan kependetaannya. Dia belajar disiplin yang ekstra ketat dan banyak keahlian. Meskipun dia masih anak-anak, tapi sudah banyak pertanyaan yang mengganggu pikirannya. "Salah satu dari pertanyaan tersebut adalah saya sering bertanya kepada guru saya, 'Guru, kapankah saya akan mendapat kedamaian?' dan para guru akan selalu berkata, 'Saat kamu dewasa nanti.'"

Ketika mencapai usia remaja, dia masih juga belum mendapat jawaban. "'Guru, saya masih belum merasakan kedamaian. Kapankah saya akan mendapatkannya?' Saat itu saya berusia sekitar 15 tahun," kata Mohan. "Guru saya pada waktu itu sudah berusia 90 tahun. Pada saat itu dia mengatakan kepada saya bahwa dia pun belum pernah merasakan kedamaian. Mereka sering mengatakan dan menggunakan kata damai, tetapi mereka tidak mengetahui apa artinya."

Meskipun sedang bermasalah, Mohan tetap melanjutkan pelatihannya selama dua tahun. Kemudian seorang misionaris Amerika datang berkunjung ke pura-nya. Nama misionaris itu adalah Herb, dan Mohan ditugaskan untuk menjelaskan tentang ajaran Hindu kepada Herb. "Herb ingin mengetahui banyak hal dan saya dengan sangat bangga menceritakan padanya tentang evolusi ajaran Hindu," kata Mohan, "saya ceritakan dari mana asalnya ajaran ini dan bagaimana saya bisa mempercayainya. Saya ingin selalu bersama Herb untuk melatih kemampuan saya dalam berbahasa Inggris. Saat bersama Herb, saya melihat bahwa dia memiliki sesuatu yang berbeda."

Mohan tidak dapat menahan dirinya untuk bertanya kepada Herb. "Apa yang sebenarnya kamu miliki?" tanya Mohan. "Ceritakan padaku tentang Allahmu." Herb sangat senang untuk menceritakan tentang Yesus Kristus kepada Mohan. Tak lama sesudah itu, Mohan mengerjakan sesuatu yang tak pernah terlintas dalam pikirannya. Untuk pertama kali dalam hidupnya, Mohan pergi ke gereja.

"Setiap kali pendeta di gereja memandang diri saya, maka saya merasa seolah-olah dia berkata 'Mohan, kamu orang berdosa.' Memang dia tidak memanggil nama Mohan, namun dia berkhotbah bahwa semua orang telah berdosa dan kehilangan kemuliaan Allah. Satu-satunya cara untuk mengenal Allah hanyalah dengan datang kepada Allah dalam kuasa darah Yesus yang telah membayar semua dosa," kata Mohan.

"Saya tidak mengetahui bahwa saya adalah orang berdosa. Saya tidak berpikir bahwa saya berdosa, karena saya tidak merokok, tidak minum minuman keras, tidak mengerjakan hal-hal yang tidak berguna. Saya tidak melakukan itu semua. Hati saya penuh dengan kebanggaan tentang siapakah diri saya. Saya berpikir bahwa saya adalah seorang yang berarti. Saya mengetahui seni-seni perang, melakukan yoga, meditasi, dan saya merasa lebih unggul dalam segala hal. Juga latar belakang keluarga saya yang memberikan status. Menjadi seorang pendeta Hindu adalah hal yang luar biasa, namun tetap saja, saya tidak menemukan kedamaian."

Mohan sangat tertarik dengan kebenaran itu, tetapi dia juga takut tentang bagaimana masa depannya. Herb mengetahui hal tersebut ketika mengajak Mohan pulang. Mohan menerima Yesus sebagai Juruselamatnya. Sekarang dia harus menghadapi apa yang ditakutkannya. "Lebih baik kamu mati daripada menjadi seseorang yang paling dibenci dalam keluarga," kata Mohan. "Banyak orang yang menjadi pengikut Kristus, dan, bahkan saat ini di India, mereka menghadapi kematian. Dan situasi yang sama juga diperhadapkan pada saya. Jika memilih Kristus, saya akan kehilangan hidup yang pernah saya jalani. Saya diberi waktu satu jam untuk memutuskannya.

"Oleh keluarga, saya diminta untuk memilih antara menyerahkan hidup kepada Kristus atau menjalani hidup saya yang lama," kata Mohan. "Lalu saya berdoa. Saya berkata, 'Tuhan pandulah aku.' Kitab pertama yang saya buka adalah Lukas 9:23: "Kata-Nya kepada mereka semua: 'Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikut Aku.'""

"Saya berkata, 'Tuhan, saya ingin menyangkal segala sesuatu tentang diri saya, dan saya ingin kamu menjadi Allah dalam hidup saya.' Tindakan selanjutnya yang saya ingat adalah, ada ketukan di pintu. 'Apa keputusanmu?' Dan saya menjawab, 'Saya menjadi pengikut Kristus.' 'Keluar dari rumah ini!' adalah jawaban yang saya terima dari keluarga saya."

Mohan dicampakkan keluarganya dan dia tidak mempunyai tempat tujuan. Akhirnya ia tinggal dan bekerja dalam pelayanan misi bersama Herb. Ia ingin pergi ke Amerika. Dalam enam bulan berikutnya, dia tiba di Longview, Texas, dengan berbekal beberapa baju dalam tasnya.

"Saya bekerja selama 70 jam seminggu dan juga pergi kuliah," kata Mohan. Saya mencuci semua peralatan dapur di Le Tourneau University. Saya membersihkan semua ruangan pada malam hari. Dan saya beruntung bisa tidur selama 2 jam tiap malamnya."

Mohan lulus dari dua disiplin ilmu yang diikutinya -- Alkitab dan teknik mesin. Kemudian dia menikah dengan Susan dan mereka memulai kehidupan berkeluarga. Mohan sekarang menjadi pendeta di sebuah gereja lokal dan melayani sebagai ahli terapi yang berpengalaman, memberitakan tentang Kristus.

Sumber: Situs CBN WorldReach
http://www.cbnworld.com/true/mohan.asp

e-JEMMi 41/2002