Apabila orang-orang terdorong memikirkan dirinya sendiri, di situ ada pemisahan gereja. Di mana dua atau tiga orang berkumpul bersama, kemungkinan akan timbul empat atau lima pendapat.
Alkitab berbicara tentang kesatuan orang-orang percaya, namun berbicara juga tentang keharusan berpegang pada kebenaran. Banyak reformis, seperti yang telah kita lihat, berpegang pada kebenaran -- dan akibatnya perpisahan gereja. Yang lain seperti Alexender Campbell dan John Nelson Darby, menentang perpecahan Gereja atas nama kesatuan Gereja. Tetapi malangnya, ide mereka tentang kebenaran ditentang juga, dan kesatuan yang mereka upayakan tidak pernah terwujud. "Berbicara tentang kebenaran dalam kasih" tidak pernah mudah dilakukan.
Namun, John R. Mott dan rekan-rekannya sadar bahwa karya misi yang efektif membutuhkan kerja sama dan kesatuan gereja -- dan mungkin kesatuan gereja membutuhkan pekerjaan misi. Sekelompok angsa akan berkumpul bersama selama semuanya bergerak menuju arah yang sama. Jika orang-orang Kristen hanya duduk dan berpikir saja, mereka tidak akan sepaham dengan nilai-nilai teologi yang indah. Tetapi, bila mereka dikaryakan dengan menyebarkan Injil Kristus, mungkin ketika itulah kita akan merupakan suatu badan yang menyatu seperti yang diinginkan Kristus.
Gerakan Relawan Mahasiswa yang dipimpin Mott menghasilkan aktivitas misi seperti pusaran angin. Misi tersebut beroperasi melintasi garis-garis denominasi. Organisasi-organisasi lain menyebarkan aktivitasnya di luar perguruan tinggi pada kaum awam yang lebih tua. Pada tahun 1910, International Missionary Conference (Konferensi Pekabaran Injil Internasional), bertemu di Edinburgh untuk merencanakan strategi-strategi bagi penginjilan dunia. Hal ini umumnya dianggap sebagai awal gerakan oikumene. Dengan John R. Mott sebagai penggerak utama, keseribu delegasi tersebut menggerakkan dua organisasi -- Faith and Order Movement (Gerakan Iman dan Tata Ibadah) [untuk isu-isu doktrinal] dan Life and Work Movement (Gerakan Kehidupan dan Karya)[bagi misi dan pelayanan].
Kemajuan umumnya bergerak lamban -- dan telah terhambat perang dunia. Setiap sepuluh tahun "gerakan-gerakan" ini bertemu untuk membicarakan kebutuhan-kebutuhan dunia dan status gereja-gereja. Life and Work Movement bertemu di Stockholm pada tahun 1925 untuk mendiskusikan hubungan kekristenan dengan masyarakat, politik dan ekonomi. Dua tahun kemudian Faith and Order Movement bertemu di Lausanne, mengupayakan tugas sulit dalam merencanakan kesatuan ajaran.
Pada tahun 1937, dengan pertemuan secara terpisah di Oxford dan Edinburgh, kedua organisasi ini memilih untuk bergabung. Para pemimpin gereja bertemu di Utrecht, pada tahun 1938, untuk menyusun sebuah konstitusi. Namun, Perang Dunia II mencegah langkah maju gereja-gereja dengan rencananya tersebut.
Setelah perang usai, bagaimanapun juga ada rasa kesatuan yang lebih besar ketika gereja-gereja di seluruh dunia berupaya memulihkan keadaan. Pertemuan di Amsterdam pada tahun 1948 akhirnya menyatukan kedua badan terdahulu itu menjadi World Council of Churches (WCC) [Dewan Gereja-gereja se-Dunia]. Terdapat 135 badan-badan gereja yang terwakili dari empat puluh negara. Setelah seumur hidup mengupayakan oikumene, Mott, dalam usianya yang ke delapan puluh, terpilih sebagai ketua kehormatan.
Menggambarkan dirinya sebagai "persekutuan gereja-gereja yang menerima Yesus Kristus Tuhan kita sebagai Allah dan Juruselamat", WCC mengajak gereja-gereja bekerja sama, belajar bersama, bersekutu bersama, berbakti bersama, dan bertemu bersama dalam konferensi khusus dari waktu ke waktu. WCC menolak rencana apapun untuk membentuk "gereja dunia" baru. WCC tidak akan memiliki kekuasaan yang terpusat. WCC hanya bertujuan memberi gereja-gereja di seluruh dunia kesempatan dan sumber untuk bekerja sama satu dengan yang lain.
Dari awal, beberapa kelompok Protestan Amerika Serikat utama menolak bergabung -- yang paling menonjol adalah Southern Baptist dan Missouri Synod Lutherans. Gereja Katolik Roma memandang dirinya sebagai suatu kesatuan sehingga tidak akan bergabung, meskipun Vatikan II telah membuka pintu diskusi. Namun, WCC tetap merupakan organisasi dunia yang aktif dan berpengaruh. Kenneth Scott Latourette menyebutnya "badan paling inklusif yang pernah dimiliki agama Kristen".
Banyak orang Kristen konservatif menyerang sikap "revolusioner" WCC. Baru sekarang terlihat bahwa persatuan organisasi gereja secara organisasional tak dapat dicapai pada milenium ini -- dan mungkin tidak akan pernah. Cara-cara baru untuk bekerja sama dan bersatu sebagai orang-orang Kristen sedang ditemukan dan diimplementasikan. Namun, doa Yesus "agar mereka menjadi satu" (Yohanes 17:21) masih harus dijawab sepenuhnya.
Diambil dan disunting seperlunya dari:
Judul buku | : | 100 Peristiwa Penting dalam Sejarah Kristen |
Judul artikel | : | Dewan Gereja-gereja Se-Dunia Terbentuk (1948) |
Penulis | : | A. Kenneth Curtis, J. Stephen Lang, & Randy Petersen |
Penerbit | : | PT BPK Gunung Mulia, Jakarta 1991 |
Halaman | : | 160 -- 162 |