Saat misionaris Mike sedang melihat keluar dari jendela kamar hotelnya, ia melihat balon-balon yang berkilauan di kegelapan malam. Dia pun berpikir tentang kegelapan yang menutupi penduduk Thailand.
Dia dan istrinya, Sandy, adalah konsultan bahasa dan baca-tulis dari Papua Nugini. Pasangan ini sering bepergian untuk membantu para misionaris agar mahir memakai bahasa yang akan mereka gunakan dalam penyebaran Injil. Baru-baru ini mereka singgah ke Indonesia dan sekarang Thailand.
Selama di Chiang Mai, Mike dapat mengamati segala macam aktivitas libur nasional Loy Kranthong. Ini merupakan festival besar tiga hari yang diadakan setiap November pada saat bulan purnama. Penduduk di sana percaya bahwa pada saat itu mereka dapat membuang dosa mereka dengan melepaskan balon-balon raksasa yang mereka sebut "lentera-lentera langit". Mereka juga menghanyutkan kapal-kapal kecil (Karthongs) di sungai, lengkap dengan bunga-bunga, lilin-lilin, dan koin-koin untuk menenteramkan hati dewi sungai.
Suara kembang api terdengar berulang-ulang dan kota dipadati penduduk yang meramaikan hari libur ini. Banyak orang Thailand yang percaya bahwa mereka pergi ke surga berkali-kali. Tiap kali mereka kembali ke bumi, mereka hidup dalam wujud yang baru.
[Sumber: New Tribes Mission, November 2006]
Pokok Doa:
Chiang Mai, Thailand: Misionaris Dan Cullet, Sorin Joensen, dan Michael Lynch sedang menyusun rencana setelah minggu lalu kembali dari perjalanan sepuluh hari ke wilayah Timur Laut Thailand. Para misionaris tersebut mengunjungi sembilan desa dan untuk pertama kalinya mereka melakukan kontak dengan banyak masyarakat Phu Thai dan mereka menganggap perjalanan tersebut sukses dalam setiap aspeknya.
Mereka mendapati bahwa orang-orang itu sangat ramah, suka menolong, dan sama sekali tidak malu menertawakan beberapa kesalahan berbahasa mereka.
Para pria tersebut sangat tertarik ketika mengetahui bahwa salah satu kekhawatiran mereka -- bahwa bahasa masyarakat daerah tersebut sudah semakin punah -- ternyata tak terbukti.
"Kami tidak ingin menghabiskan bertahun-tahun mempelajari dan menerjemahkan Alkitab untuk satu bahasa yang hampir punah," tulis Michael.
Anak-anak mempelajari bahasa Phu Thai sebagai bahasa ibu mereka dan orang-orang yakin bahwa kondisi ini masih akan berlangsung lama. Walaupun orang-orang juga berbicara dalam bahasa Thai tengah (bahasa yang sedang dipelajari para misionaris tadi), pada dasarnya mereka berbicara dalam bahasa Phu Thai hampir setiap saat.
"Saya percaya bahwa jika kami hidup di antara warga Phu Thai, mau tidak mau kami pasti akan belajar bahasa Phu Thai," tulis Dan.
"Salah satu hal negatif yang kami pelajari," tulis Michael, "adalah bahwa banyak anak muda berusia antara 20-35 tahun yang meninggalkan desanya dan bekerja di kota-kota besar di Thailand. Mereka melakukannya karena masyarakat Phu Thai relatif miskin dan tak banyak pekerjaan yang bisa mereka lakukan di desa. Mereka dapat bekerja di kota-kota macam Bangkok dan mendapatkan lebih banyak uang daripada yang bisa mereka dapatkan jika hidup di desa. Kami tak yakin mengenai dampak dari hal ini terhadap pelayanan kami di masa mendatang."
Di setiap desa yang dikunjungi para misionaris, mula-mula mereka akan menanyakan di mana tempat tinggal kepala desa. Di sebuah desa, seorang wanita yang mereka tanyai menunjuk ke satu arah dan mengatakan bahwa letaknya jauh.
"Waktu itu, mungkin ia melihat wajah-wajah kami yang hampir putus asa sehingga ia pun memutuskan akan mengantarkan kami ke tempat itu," tulis Michael. "Ia naik ke atas truk dengan cucunya dan mengantar kami ke rumah kepala desa."
"Kepala desa sedang tidak ada di rumah ketika kami sampai, jadi wanita itu menawarkan untuk membawa kami mengunjungi Kamnam, seorang petugas yang mengawasi semua kepala desa di wilayah itu. Ia sedang menghadiri sebuah pertemuan di mana Phu Waa, gubernur provinsi tersebut berpidato. Saat kami tiba di sana, wanita tersebut menghilang di antara kerumunan lebih dari empat ratus orang yang duduk di bawah tenda besar untuk beberapa saat kemudian kembali bersama Kamnam."
Setelah memperkenalkan diri dan berbincang-bincang sebentar, para misionaris diundang untuk makan siang bersama pak gubernur.
"Tidak perlu disangsikan lagi, ini adalah pengalaman yang sedikit di luar perkiraan dan persiapan kami, dan kami diam-diam segera berdoa agar hikmat turun saat kami berbicara dan makan siang bersama dengan asisten gubernur."
[Sumber: New Tribes Mission, Juni 2006]
Pokok Doa:
CHIANG MAI, Thailand: Meski kecelakaan sudah menjadi hal biasa bagi orang Prai, tiga kecelakaan yang terjadi di sana telah menarik perhatian banyak orang.
Sekitar seminggu yang lalu, misionaris David dan Fran Jordan mendengar bahwa Lut, seorang Prai beragama Kristen, terluka dalam sebuah kecelakaan sepeda motor. Bajunya tersangkut rantai sepeda motor; dia jatuh dan terseret sejauh beberapa meter dengan jemari dan sikunya masuk ke rantai itu. Masih banyak orang Prai yang mengendarai sepeda motor kecil yang seringkali sudah bobrok di jalan pegunungan untuk pergi ke sawah atau mengunjungi tetangga mereka. "Jika Anda melihat mereka mengendarai motor itu, memacunya di jalanan bukit yang curam dan meluncur ke turunan tajam, Anda bisa melihat bahwa `olahraga ekstrim` sudah menjadi bagian dari keseharian mereka," tulis Fran. Keengganan untuk memerhatikan faktor keselamatan dan lingkungan seringkali menjadi penyebab utama dalam banyak peristiwa kecelakaan.
Di hari yang sama, seorang Kristen suku Prai mendapatkan luka di sepanjang perutnya saat motornya yang tidak memiliki rem terperosok ke jurang dan kabelnya menjerat tubuhnya, sementara beberapa bagian lain menggores dan memutuskan otot tendonnya. Orang-orang pun mulai membicarakan hal itu. "Beberapa orang mengatakan kalau orang-orang Kristen itu tidak dilindungi karena ditinggalkan oleh roh mereka," tulis Fran Jordan. "Hal ini akan menimbulkan keraguan pada mereka yang masih belum dewasa imannya, yang saat ini belum mendalami Alkitab secara konsisten." Namun, ada juga orang Kristen suku Prai yang memakai kesempatan ini untuk melayani satu sama lain, untuk berdoa dan bertumbuh dalam iman mereka. Nute, seorang pemuda Kristen Prai yang mengajar baca-tulis, secara sukarela menunggui Lut di rumah sakit dan membantu merawatnya.
E-Shy, seorang guru Alkitab Prai, telah pulih dari kecelakaan yang baru ia alami dan harus menghabiskan sebulan lagi untuk melatih tubuhnya. Selama penyembuhannya, ia menghabiskan banyak waktu untuk mendoakan orang-orang Prai di desa tempat ia dan suaminya melayani. Sementara itu, Tate, menantu Lut yang sama-sama Kristen, telah mengalami kemajuan besar dalam membaca selama menjalani terapi fisik atas kecelakaan yang membuatnya lumpuh. "Ia terus mendengarkan kaset pengajaran Alkitab dan sering melakukan kontak telepon dengan kami dan orang Kristen Prai lainnya," tulis Fran. "Kami sangat bersyukur atas perawatan dan latihan yang ia terima, dan kami tahu bahwa Tuhan memakai doa-doa Anda untuk menguatkan dan menyemangatinya."
[Sumber: New Tribes Mission, Mei 2006]
Pokok Doa: