Bambam, Pitu Ulunna Salu, Sulawesi Barat, Indonesia

Pendahuluan/Sejarah

Orang-orang Bambam menurut asal-muasal mereka berdasarkan tujuh turunan dari Pongkapadang dan Torije'ne', yang telah membentuk suatu subsuku yang disebut Pitu Ulunna Salu (tujuh kepala sungai), yang telah mempersiapkan suatu kekuatan yang dipersatukan untuk menghadapi pihak luar, yakni kelompok-kelompok musuh dari luar. Pemerintah Kolonial Belanda datang pada permulaan tahun 1900-an dan mendirikan sekolah-sekolah, menghapus perbudakan, memperkenalkan pajak, dan menyebarkan agama Kristen. Selama Perang Dunia II, Jepang mengirim pasukan tentaranya untuk mengawasi wilayah ini, meskipun wilayah ini sangat terpencil dan tidak menguntungkan secara ekonomi.

Wilayah Bambam mengalami masa sukar berikutnya sejak 1950 hingga 1965 sampai dengan masa penyerangan dan pemberontakan. Sekelompok pemberontak Muslim fanatik mengambil alih kota Mambi dan mulai memaksa orang-orang di desa-desa lain untuk memeluk agama Islam. Sebagai akibatnya, orang-orang Bambam membentuk Organisasi Pertahanan Rakyat (OPR). Dengan bantuan dari Batalion Nasionalis 710, OPR menyerang Mambi dan menggiring para pemberontak ke pantai dekat Mamuju. Sesudah peristiwa ini, Batalion 710 mulai menyiksa orang-orang daerah Bambam, sehingga OPR memaksa 710 untuk mundur. OPR memutus-tuntas semua jejak menuju daerah itu, dan terus mengawalnya hingga pemerintahan sipil dipulihkan pada tahun 1964.

Dimanakah Lokasi Mereka?

Mayoritas orang Bambam tinggal di Kabupaten Mamasa, di dataran tinggi Provinsi Sulawesi Barat, Indonesia. Desa-desa terbentang sepanjang tepian aliran anak sungai Salu Mambi, Salu Dengen, dan sungai-sungai Salu Mokanam. Tempat ini merupakan suatu wilayah pegunungan, dengan puncak-puncaknya yang ketinggiannya mencapai 3000 meter.

Seperti Apakah Kehidupan Mereka?

Rumah dan keluarga merupakan prioritas utama bagi orang-orang Bambam pada umumnya. Keluarga inti terdiri dari orang tua, anak-anak yang belum menikah, namun sering kali dalam sebuah rumah tangga termasuk juga para orang tua yang sudah lanjut usia atau anak-anak yang baru menikah. Di permukaan, hubungan mereka tampaknya sangat harmonis. Kemarahan jarang sekali terjadi. Menyesuaikan diri, menjaga kedamaian, dan memelihara status quo [keadaan tetap pada suatu saat tertentu, Red.] merupakan nilai-nilai budaya. Pada umumnya, mereka sangat suka bekerja sama dan hidup bersosial dengan baik, yang berjalan bergandengan tangan dengan cara mereka bergotong-royong. Baik mempersiapkan lahan, menanam, menyiangi, memanen, memperbaiki jalan, maupun membangun rumah, mereka senang mengerjakannya secara berkelompok. Kadang-kadang upah dilunasi, tetapi sering kali hal ini menjadi urusan untuk membantu seseorang dalam hal pengembalian atas bantuan mereka di lain waktu. Mengerjakan sawah secara bergiliran merupakan pusat gaya hidup orang-orang Bambam. Aktivitas harian dan perencanaan didasarkan pada giliran perawatan padi, menanam, menyiangi, dan memanen. Pesta rakyat dan upacara juga terikat dalam putaran musim ini. Tugas-tugas dibagi berdasarkan jenis kelamin. Sementara mengerjakan lahan sawah secara bergilir merupakan pusat gaya hidup, dalam tahun-tahun terakhir ini ekonominya lebih banyak dipengaruhi oleh tanaman-tanaman, seperti kopi dan kakao. Kedua komoditi ini menyediakan uang tunai untuk pembelian barang-barang yang dibawa masuk dari luar.

Apakah Kepercayaan Mereka?

Ada tiga kelompok pemeluk agama di kalangan orang Bambam: Umat Kristen (Protestan dan Katolik), kaum Muslim (Islam), dan Mappuhondo (animisme). Kepercayaan tradisional Mappuhondo memengaruhi kepercayaan-kepercayaan mereka yang menyebut diri mereka sebagai umat Kristen atau kaum Muslim.

Secara turun-temurun, seseorang mendapatkan kesenangan bersama para dewa dengan cara memiliki "panaba sambulo-bulo" (napas yang lurus). Hal ini adalah menjadi yang baik, yang artinya memedulikan orang lain, tidak berbohong, melakukan apa yang seseorang katakan untuk mereka lakukan. Para dewa tidak menyukainya apabila Anda berusaha untuk menghancurkan rencana-rencana orang lain. Anda perlu menemukan sisi baik orang lain.

"Tometampa" sang dewa pencipta manusia, binatang, dan tumbuhan, segala sesuatu yang ada di dunia ini. Dialah sang dewa pencipta, namun tidak dianggap sebagai pemimpin dari segala dewa. Setiap dewa mengawasi wilayah kekuasaan mereka masing-masing (sungai, bukit, desa, jenis tugas atau pekerjaan, dll.). Orang-orang Kristen percaya kepada Allah sang Pencipta dan bahwa Dialah yang mengatur segala-galanya.

Ketika seorang Bambam meninggal, ia pergi "sau'anitu" (turun ke dalam sungai, ke dunia roh) yaitu dunia orang mati. Mereka tidak yakin di mana tempat itu, "mungkin saja di tepi dunia". Sungai diseberangi (salu sidilambam), dan mereka tidak bisa menyeberangi jika mereka tidak memiliki kerbau air untuk menarik menyeberangkan semua harta milik mereka. Itulah sebabnya, keluarga harus memenggal satu kerbau untuk upacara penguburan.

Orang-orang Kristen masih memotong kerbau untuk upacara penguburan, namun mereka berkata bahwa mereka akan dipermalukan jika mereka tidak melakukannya.

Apakah Kebutuhan-Kebutuhan Mereka?

Sebagai petani, perhatian mereka adalah pada tanaman: serangga dan tikus yang akan merusaknya, dan tanah longsor yang akan membabas tanaman mereka dan merusakkannya. Kebanyakan tempatnya potensial sulit untuk dijangkau dan daerahnya terpencil, yang dilihat oleh orang Bambam sebagai suatu penghalang besar. Mereka merasa bahwa akibat sukarnya daerah mereka untuk dijangkau, para pejabat pemerintah tidak begitu memahami daerah Bambam, termasuk orang-orangnya dan situasinya. Beberapa orang Bambam percaya bahwa mereka sedang berada di luar jangkauan bantuan yang disediakan pemerintah, karena mereka tinggal di daerah yang sangat terpencil seperti itu. Dengan transportasi yang sukar, harga-harga kopi dan kakao yang ada di Bambam menurun. Dan harga-harga barang yang dibawa masuk ke daerah ini tinggi. Fasilitas medis juga jarang, baik tenaga medis maupun ketersediaan obat-obatan. Ini semua masalah yang dipersoalkan secara sepihak karena alasan tempat atau daerah yang berbukit, sukar untuk dijangkau.

Pokok Doa

  1. Alkitab Perjanjian Baru dan kitab Kejadian dalam bahasa Bambam sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Bambam tahun 2004. Doakanlah agar kitab-kitab Suci itu dibaca dan diaplikasikan dalam kehidupan.
  2. Rekaman kitab Perjanjian Baru dengan kaset-kaset yang telah dipersiapkan, khususnya kitab Injil Yohanes dan program "Kabar Baik" di Bambam. Doakanlah agar rekaman-rekaman ini dapat diterima dengan baik dan menyentuh kehidupan mereka yang mendengarkannya.
  3. Tekanan-tekanan politik dan agama telah mengganggu kehidupan di daerah Bambam. Doakanlah agar tekanan-tekanan itu membuat mereka yang menyebut dirinya Kristen, agar sungguh-sungguh mendekatkan diri pada Kristus, dan agar orang lain akan datang kepada Kristus melalui masa yang sukar ini.
  4. Berdoalah untuk kebangunan rohani para penerus kekristenan, yang kebanyakan telah menjadi Kristen karena tradisi. Berdoa pula untuk ketersediaan Film Yesus dalam bahasa utama dari orang-orang Bambam. (t/Samuel)
Diterjemahkan dari:
Nama situs : Joshua Project
Judul asli artikel : Bambam, Pitu Ulunna Salu of Indonesia
Penulis : Tidak dicantumkan
Alamat URL : https://joshuaproject.net/people_groups/10616/ID
Tanggal akses : 24 Januari 2011
Sumber : e-JEMMi 05/2012