APAKAH KARENA NAMA SAJA?

Laporan dari Plinius yang Muda Tahun 111

Keganasan Kaisar Nero terhadap orang-orang Kristen terbatas hanya pada kota Roma saja. Menurut tradisi lama, Rasul Paulus dan Rasul Petrus mati syahid dalam rentetan akhir peristiwa itu. Kemungkinan besar bahwa penganiayaan pertama itu merupakan latar belakang dari Surat Petrus yang Pertama dan Surat Paulus yang Kedua kepada Timotius. Nero sendiri dibunuh oleh pasukannya pada tahun 68, akan tetapi akibat-akibat kebiadabannya itu tidak selesai dengan kematiannya. Sejak saat itu tersiarlah di seluruh kerajaan: Sekte Kristen adalah sekte liar. Selama dua ratus lima puluh tahun berikutnya (sampai saat Kaisar Konstantinus Agung memeluk agama Kristen pada tahun 313) setiap pejabat pemerintah merasa bebas menganiaya gereja sebagaimana contoh yang ditunjukkan oleh Kaisar Nero.

Penganiayaan umum terhadap seluruh gereja baru dilancarkan secara besar-besaran oleh Kaisar Domitianus pada tahun 91-96. Para kaisar Roma sudah lama disembah sebagai dewa, terutama di bagian timur, tetapi mereka sendiri menganggap lucu penyembahan itu. Hanya, di muka umum kebiasaan itu diterima sebagai lambang kesatuan negara saja. Lain halnya dengan Domitianus; ia mau disembah dengan sungguh-sungguh. Maka tuntutannya bahwa seluruh dunia harus mengaku, "Kaisar adalah tuhan," dibalas oleh kaum Kristen, "Yesus adalah Tuhan di atas segala tuan." Wahyu kepada Yohanes mungkin berlatar belakang penganiayaan Domitianus itu.

Pada tahun itu juga, Kaisar Domitianus membunuh banyak orang, termasuk Flavius Klemens, walaupun ia masih menjabat sebagai Konsul dan adalah saudara sepupunya sendiri. Istri Flavius, Flavia Domitilla, malah berhubungan famili dengan Kaisar. Terhadap keduanya telah didakwakan bahwa mereka ateis, dan atas tuduhan itu banyak orang lain turut dihukum. Mereka telah kandas dari kepercayaan semula dan mengikuti adat-istiadat Yahudi. Sebagian dihukum mati dan yang sisa paling sedikit disita harta dan warisannya. Tetapi, Domitilla hanya dibuang ke Pandeteria saja.

Pada tahun 111 Kaisar Trayan mengutus seorang negarawan bemama C. Plinius Caecilius Secundus ke propinsi Bitinia untuk menertibkan administrasi di daerah itu. Plinius yang Muda (nama yang biasanya dipakai oleh ahli-ahli sejarah) terkeiut melihat perkembangan sekte Kristen di Bitinia. Inilah laporannya kepada Kaisar Trayan:

Hai Kaisar yang berdaulat, kebiasaan hamba ialah meneruskan kepada Kaisar semua persoalan yang hamba ragukan. Siapakah yang sanggup menuntun hamba apabila hamba tiba di persimpangan jalan, dan siapakah yang bisa menerangkan ketidaktahuan hamba jika bukan Kaisar sendiri?

Dalam hal pengusutan orang-orang Kristen hamba belum berpengalaman. Oleh karena itu, hamba tidak tahu hukum pidana mana yang biasanya dipakai dalam pendakwaan dan pengusutan orang-orang Kristen, atau kelonggaran-kelonggaran mana harus diberikan kepada yang bersangkutan. Jadi, hamba sangat ragu apakah ada perbedaan karena umur; apakah antek-anteknya disamakan dengan gembong-gembongnya; apakah pengampunan diberikan kepada mereka yang menyesal; apakah hukuman dijatuhkan sekadar karena nama Kristen saja, dengan tidak usah dibuktikan tindakan pidana lain yang dilakukan secara tersembunyi; ataukah hukuman itu dijatuhkan justru karena kejahatan yang memang ada sangkut-pautnya dengan nama itu.

Sambil menunggu kebijaksanaan Kaisar, maka tindakan yang hamba perbuat terhadap mereka yang dituduh Kristen itu ialah sebagai berikut: Hamba bertanya langsung apakah mereka Kristen, dan jika mereka mengaku, maka hamba mengulangi pertanyaan tersebut sampai tiga kali dengan mengancam hukuman. Jika mereka terus bertahan, maka hamba menjatuhkan hukuman mati. Hamba berpendapat bahwa benar tidaknya kesalahan-kesalahan lain berkaitan dengan pengakuan mereka itu, maka biar bagaimanapun orang yang begitu tegar dan keras kepala layak kena hukum juga. Ada orang- orang lain lagi, yang serupa gilanya, tetapi oleh karena mereka warga Roma, maka hamba telah mengirim mereka ke Roma untuk diadili.

Tidak lama sesudah hamba menjalankan siasat tersebut, maka ternyata (sebagaimana sering terjadi) tahu-tahu persoalan itu semakin luas, sehingga menimbulkan perkara-perkara baru. Sepucuk surat kaleng yang berisi nama-nama orang yang dituduh sebagai Kristen telah sampai di tangan hamba. Adapun orang tertuduh di daftar hitam itu di antaranya ada yang menyangkal bahwa mereka Kristen, baik sekarang maupun pada masa yang lampau. Mereka itu hamba lepaskan saja, oleh karena mereka terus mengikuti hamba mengucap suatu doa kepada dewa-dewi. Apalagi mereka mengajukan permohonan dengan kemenyan dan anggur kepada patungmu, yang mana telah hamba suruh bawa ke pengadilan bersama-sama dengan patung-patung dewa. Mereka malah mengutuk Kristus, hal mana -- menurut yang hamba dengar -- tidak dapat dipaksakan kepada orang Kristen sejati.

Di antara nama-nama yang terdaftar dalam surat kaleng tersebut ada yang dalam pendakwaan pertama mengakui Kristen, tetapi dalam pendakwaan berikutnya, mereka menyangkal, dengan memberi keterangan bahwa dulu mereka Kristen, sekarang tidak lagi. Ada yang mengatakan ia meninggalkan sekte itu tiga tahun yang lalu; ada yang mengatakan lebih dari tiga tahun; ada beberapa yang mengatakan sudah dua puluh tahun mereka tidak Kristen lagi. Semuanya bukan hanya menyembah patungmu dan dewa-dewi saja, melainkan juga ikut mengutuk Kristus.

Namun demikian, waktu hamba meneliti dengan saksama tentang kesalahan dan kesesatan yang diakui mereka pada masa yang lampau itu, ternyata mereka hanya menjawab sebagai berikut: Bahwa kebiasaan mereka ialah berkumpul sebelum fajar menyingsing pada suatu hari yang ditentukan, dan bernyanyi dengan nyanyian rohani kepada Kristus sebagai dewa; bahwa mereka mengucapkan sumpah, tetapi bukan sumpah untuk berbuat jahat. Justru sebaliknya, mereka bersumpah untuk tidak mencuri, tidak menyamun, tidak melanggar janjinya, tidak menolak untuk mengembalikan gadai kalau diminta. Sesudah itu biasanya mereka bubar, lalu bertemu kembali untuk makan bersama, tetapi dengan memakan hanya makanan yang biasa dan tidak berbahaya. Pertemuan itu, katanya, tidak diikuti oleh mereka lagi sesudah hamba umumkan dekrit yang melarang perhimpunan liar, hal yang hamba perbuat sesuai dengan perintah-perintahmu.

Mendengar keterangan itu hamba terdorong untuk mengusut terus sampai sejauh mana kebenaran pengakuan yang mereka nyatakan. Jadi, untuk melihat kebenaran itu hamba menyuruh supaya dua budak perempuan yang disebut diaken disiksa oleh algojo. Hasilnya ialah bahwa hamba hanya mendapatkan suatu ketakhayulan yang jahat dan sombong saja. Lain tidak. Oleh karena itu, hamba menunda perkara itu untuk terus menyurat kepada Kaisar dan minta bimbingan. Menurut hemat hamba, persoalan itu layak dipertimbangkan baik-baik, apalagi mengingat banyaknya jiwa-jiwa yang terancam. Karena, sebenarnya persoalan ini meliputi semua umur dan setiap lapisan masyarakat. Baik laki-laki maupun perempuan, lambat-laun dapat terkena ancaman hukuman mati.

Ketakhayulan itu telah menular ke mana-mana, bukan hanya di kota-kota saja, melainkan di kampung-kampung dan pelosokpelosok juga. Namun demikian, kelihatan bahwa masih ada kesempatan untuk menghentikan sekte itu dan memperbaiki situasi di sini. Bagaimanapun juga sudah jelas bahwa kuil-kuil yang sudah lama diabaikan baru-baru ini mulai dikunjungi kembali. Apalagi pasaran hewan potong yang ditambunkan sebagai kurban itu sedang membaik, padahal pada masa yang lalu hampir tidak ada yang mau membeli. Dari kenyataan-kenyataan itu kita dapat menarik kesimpulan bahwa banyak orang yang sekarang menganut ketakhayulan dapat ditarik kembali, asal mereka diberi kesempatan untuk menyesal.

Begitulah surat dan Plinius yang Muda kepada Kaisar Trayan. Yang berikut ini adalah surat balasan dari Kaisar Trayan:

Secundus yang kekasih: Engkau telah menempuh jalan yang tepat dalam hal pengusutan perkara-perkara orang yang dilaporkan kepadamu sebagai Kristen, karena sebenarnya tidak ada undang-undang yang dapat disusun sedemikian rupa, sehingga menjadi suatu kebijaksanaan umum.

Orang Kristen itu jangan dicari-cari, tetapi jika mereka dituduh dan terbukti bersalah, maka haruslah mereka kena hukuman, namun dengan syarat: siapa menyangkal bahwa ia Kristen dan menguatkan pernyataan itu dengan perbuatan, yakni, dengan menyembah dewa-dewi kita, maka orang itu dapat diampuni asal ia menyesal -- walaupun tingkah lakunya pada masa yang lalu menimbulkan kecurigaan. Akan tetapi, surat-surat kaleng yang disampaikan kepada Secundus dalam perkara apa pun, haruslah kautolak, karena penerimaan seperti itu merupakan suatu contoh yang tidak baik dan tidak layak pada zaman kita ini.

Diambil dari:

Judul buku : Semakin Dibabat Semakin Merambat
Judul Arikel : Apakah Karena Nama Saja?
Penulis : Ira C., Ph.D.
Penerbit : BPK Gunung Mulia, 2001
Halaman : 11 -- 16