You are hereTITANIC

TITANIC


By novi - Posted on 27 May 2008

Berlomba dengan Waktu

Saat ini negara kita Indonesia bagaikan kapal TITANIC sedang meluncur tenggelam ke dalam samudera. Sebagian besar penumpang kelas bawah sudah menjadi panik, namun sebagian kecil yang lain, para penumpang elit, masih terus bermain dan bersenda-gurau, menganggap sepi berbagai berita dan mengingkari adanya persoalan. Sementara itu di ruang kemudi sang nakoda sibuk mengadakan berbagai macam rapat dengan kelompok NATO-nya (No Action Talk Only) bermacam-macam upaya dirapatkan, tidak jarang menimbulkan suasana panas meskipun di ruang ber-AC, tetapi sayang belum ada tanda-tanda perbaikan. Dalam suatu ruangan tertutup lainnya, Sang arsitek besar berkumpul dengan "konco-konconya" sambil tertegun terus meneliti denah bangunan kapal yang telah dibangunnya selama 32 tahun. Dengan wajah heran terus bergumam, Bagaimana mungkin? Kenapa hal ini bisa terjadi? Bukankah semuanya sudah diatur rapi dan dalam kontrol? Bukankah Tuhan sendiri tidak akan dapat menenggelamkannya?" Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Allah, dan itulah yang sedang terjadi di Indonesia!

Duduk Di Atas Bom Waktu

Tindakan penyelamatan kapal harus segera dilakukan. Kebocoran harus ditambal dan air beserta kotoran yang ada di dalamnya harus dipompa keluar. Sementara tanda SOS dikirimkan ke berbagai penjuru guna meminta bantuan dari luar. Begitu pula di Indonesia:

  1. Bantuan IMF, Bank Dunia, MEE, Bilateral antar negara perlu segera dicairkan.
  2. Pemilik modal yang telah melarikan diri ke luar negeri perlu diajak kembali ke Indonesia.

  3. Roda perekonomian dan dunia usaha yang macet perlu kembali berputar.

  4. Lapangan kerja baru perlu segera dibuka untuk mengurangi pengangguran.

Namun penyelamatan kapal yang sedang tenggelam sama seperti menyelamatkan orang yang tenggelam. Pertolongan tidak dapat diberikan apabila keadaan belum tenang, bahkan bila dipaksakan justru bisa membahayakan si penolong. Hal yang sama perlu dilakukan di Indonesia, stabilitas politik dan keamanan perlu diberikan sebagai jaminan untuk mencairkan segala bantuan dana yang telah dijanjikan, begitu pula untuk mengajak kembali segenap pemilik modal yang telah melarikan diri ke luar negeri. Namun hal ini tidak mudah, meskipun pemerintah peralihan saat ini kelihatannya cukup banyak berusaha, namun belum terlihat tanda-tanda perbaikan politik apalagi ekonomi, bahkan tampaknya semakin memburuk

Melihat semuanya itu tampaknya kita harus memperhitungkan bahwa ambruknya ekonomi masyarakat akan jauh lebih cepat dibandingkan dengan tercapainya stabilitas politik dan keamanan. Dan hal ini sangat berpontesi untuk mendorong timbulnya kerusuhan massal sewaktu-waktu dan dalam skala yang lebih luas lagi.

Alternatif Lain

Apakah semua berakhir seperti analisa di atas? Dalam kitab Yeremia Tuhan memberikan alternatif lain: "Ada kalanya Aku berkata tentang suatu bangsa dan tentang suatu kerajaan bahwa Aku akan mencabut, merobohkan dan membinasakannya. Tetapi apabila bangsa yang terhadap siapa Aku berkata demikian telah bertobat dari kejahatannya, maka menyesallah Aku, bahwa Aku hendak menjatuhkan malapetaka yang Kurancangkan itu terhadap mereka". (Yeremia 18:7-8)

Hal ini dimungkinkan oleh karena Tuhan mengingatkan bahwa nasib suatu bangsa ditentukan oleh gereja Tuhan di dalamnya. "Usahakanlah kesejahteraan kota kemana kamu Aku buang, dan berdoalah untuk kota itu kepada Tuhan, sebab kesejahteraannya adalah kesejahteraanmu". (Yeremia 29:7).

Bagaikan Yunus yang tertidur di tengah badai, gereja Tuhan yang selama ini pasif harus dibangunkan dari tidurnya. "...dan umat-Ku, yang atasnya nama-Ku disebut, merendahkan diri, berdoa dan mencari wajah-Ku, lalu berbalik dari jalan-jalannya yang jahat, maka Aku akan mendengar dari surga dan mengampuni dosa mereka, serta memulihkan negeri mereka". (2 Tawarik 7:14) Untuk bersyafaat melakukan tawar-menawar dengan Tuhan. "Katanya: "Janganlah kiranya Tuhan murka, kalau aku berkata lagi sekali ini saja. Sekiranya sepuluh didapati di sana? Firman-Nya: "Aku tidak akan memusnahkannya karena yang sepuluh itu". (Kejadian 18:32)

Gereja Tuhan dipanggil untuk menjadi rumah doa bagi segala bangsa. "Lalu Ia mengajar mereka, katanya "Bukankah ada tertulis: "rumah-Ku akan disebut rumah doa bagi segala bangsa? Telapi kamu ini telah menjadikannya sarang penyamun!" (Markus 11:17)

Untuk keselamatan bangsa dan negara Indonesia maka gereja Tuhan perlu bertobat dan mengalami restorasi total menjadi terbuka, melihat dan mengetahui berbagai permasalahan masyarakat. Jikalau Gereja Tuhan tertutup dan ekslusif bagaimana bisa menjadi "Rumah Doa Bagi Segala Bangsa"? Untuk berdoa harus tahu apa yang didoakan, untuk tahu apa yang didoakan harus membuka diri, bersosialisasi dengan masyarakat. Dan jikalau mau membuka diri tentu bukan hanya berdoa tetapi juga melakukan pelayanan kasih dan sosial (Love isn't a word but is an action). Gereja terpanggil untuk berkarya di tengah masyarakat! gereja yang pasif justru akan menjadi target kerusuhan massa karena dianggap sebagai pusat kesenjangan sosial. Karena Yunus bertobat maka menjadi tenanglah badai, dan kapal itu selamat! Marilah kita berlomba dengan waktu, jangan terlambat!

Sikap Hamba Tuhan

Menjadi hamba Tuhan yang memegang tanggung jawab jemaat bukanlah hal yang mudah, sebab setiap sikap dan tindakannya disorot dan menjadi panutan jemaat. Jikalau sikap dan tindakannya benar, maka jemaatnya akan dikuatkan, namun jika sikap dan tindakannya salah, bisa-bisa seluruh jemaatnya akan jatuh dalam dosa atau sesat. Itulah sebabnya menjadi hamba Tuhan, terutama yang memegang tanggung jawab jemaat adalah suatu panggilan pribadi dari Tuhan bukan atas kehendak pribadi atau orang lain atau lingkungan. Seringkali penderitaan, aniaya dan kesusahan juga merupakan suatu masa pembuktian tentang kehidupan hamba Tuhan. Begitulah juga saat ini, di tengah-tengah berbagai peristiwa kerusuhan dan intimidasi massal yang terjadi, kita dapat melihat beberapa kategori hamba Tuhan:

  1. Gembala Yang Baik

"Akulah gembala yang baik. Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya" (Yohanes 10:11). Gembala yang baik menerima pelayanannya sebagai kepercayaan dari Tuhan dan ia dengan penuh tanggung jawab akan memelihara kepercayaan dari Tuhan ini biarpun harus membayar dengan nyawanya. Hamba Tuhan semacam ini akan terus melakukan tugas pelayanannya membangun dan menguatkan jemaat serta tetap setia memberitakan Injil di tengah-tengah kerusuhan.

  • Gembala Upahan
  • "Sedangkan seorang upahan yang bukan gembala, dan yang bukan pemilik domba-domba itu sendiri, ketika melihat serigala datang, meninggalkan domba-domba itu lalu lari, sehingga serigala itu menerkam dan mencerai-beraikan domba-domba itu. Ia lari karena ia seorang upahan dan tidak memperhatikan domba-domba itu" (Yohanes 10:12-13).

    Gembala upahan menerima pelayanannya bagaikan suatu pekerjaan yang berfokus pada kepentingan diri sendiri. Yang dipentingkan oleh hamba Tuhan semacam ini bukanlah kasih akan Tuhan dan sesama, tetapi berkat-berkat jasmani dan keselamatan diri sendiri. Dengan mudah dia akan melarikan diri atau menghindar dari aniaya dan kesusahan jikalau keselamatan dan kenyamanan dirinya terancam tanpa memperdulikan nasib domba-domba gembalaannya, tentunya dengan berbagai alasan pembenaran rohani.

    Sewaktu ketegangan dan kerusuhan massa terjadi pertengahan Mei 1998 yang lalu, kita menyaksikan ada banyak hal yang memprihatinkan. Pada masa-masa seperti itu, pada saat jemaat membutuhkan kekuatan iman dan penghiburan, justru diberbagai kota, kita melihat ada banyak gereja lokal yang tutup, meniadakan kebaktian, ada yang dipusatkan di suatu tempat saja, ada pula gereja yang menutup pintu gerbangnya dengan kayu dan pagar kawat berduri. Pada masa itu ada banyak hamba Tuhan yang ketakutan, tidak berani melakukan tugas pelayanan, ada yang segera mempersiapkan paspor, visa dan tiket bahkan sudah ada beberapa hamba Tuhan yang melarikan diri ke luar negeri meninggalkan jemaatnya.

    Umat Tuhan harus bangun dari tidurnya. Jangan lagi hanya mengejar kotbah-kotbah yang bagus atau kesaksian yang mengenakkan telinga, tetapi carilah hamba Tuhan yang baik kepribadiannya yang rela mati bagi keselamatan domba gembalaannya. Namun anehnya, pada jaman akhir ini ada banyak jemaat masih suka mengejar hamba Tuhan upahan ini yang menggunakan kefasihan lidahnya untuk memuaskan telinga mereka sesuai 2 Timotius 4:3-4.

    Diambil dari:

    Judul buletin : Nafiri Newsletter, No. 08/ Juli/ 1998
    Judul Arikel : Titanic
    Penulis : Tidak Dicantumkan
    Halaman : 1 -- 3