You are heree-JEMMi No.17 Vol.14/2011 / Pikiran Manusia Vs Tuhan

Pikiran Manusia Vs Tuhan


Pikiran manusia Petrus tidak menginginkan pemimpin-Nya menderita, diperlakukan tidak adil, dinista, atau dihina; demikian juga kita. Bukankah Yesus berkuasa melakukan banyak mukjizat? Ia berjalan di atas air, mengubah air menjadi anggur, membangkitkan orang mati, dan banyak lainnya. Yesus sanggup membela dan melepaskan diri-Nya dari paku-paku yang menancapkan-Nya ke kayu salib.

Tetapi Yesus yang Mahakuasa tidak melakukan hal itu, Ia memilih menderita dan mati di atas kayu salib demi karya penebusan kita dari dosa-dosa.

Bukankah kita sering punya pikiran yang sama, kita lebih senang hidup ini dipenuhi oleh kejutan-kejutan dan mukjizat daripada harus menjalani proses penderitaan. Kita ingin keluarga dan pekerjaan dalam keadaan selalu baik, pelayanan berjalan sempurna, dan semuanya berjalan mulus tanpa rintangan. Mukjizat dan kebaikan sering kali kita jadikan indikator sebuah keberhasilan.

Keberhasilan terbesar Yesus bukanlah pada saat Ia mengubah air menjadi anggur dan bukan pula saat Ia membangkitkan orang mati, tetapi keberhasilan terbesar-Nya adalah pada saat Ia menangguhkan kuasa-Nya untuk menjadi taat dan setia pada kehendak Bapa di bawah penderitaan salib.

Ketika tiba-tiba sebuah goncangan terjadi dan kita mulai tersingkir dari zona nyaman, apa respons kita? Kita sering alergi mendengar kata-kata penderitaan atau pikul salib. Siapa yang merencanakan kematian Yesus? Bapa tidak pernah merencanakan kejahatan untuk menggenapi rencana keselamatan. Tapi Iblislah yang memakai orang-orang jahat yang dipenuhi kebencian untuk hal itu. Jangan pernah putus asa menghadapi kenyataan hidup yang pahit, agar Iblis tidak memakai Saudara sebagai alatnya.

Ada kisah tentang sebuah keluarga yang dibantai di dalam sebuah gereja di Poso pada Paskah baru-baru ini. Kami bertanya apakah mereka marah? Mereka menjawab, "Kepada siapa kami harus marah? Kami tidak tahu siapa pelakunya. Justru kami mengasihani mereka." Benar, mereka tidak boleh marah kepada manusianya karena mereka hanyalah alat yang dipakai oleh Iblis. Apakah mereka sakit hati, benci, atau sedih karena dianiaya? Tidak. Mereka justru melihat bahwa keselamatan di dalam Yesus lebih berharga daripada penderitaan yang mereka alami. Mereka benci kepada Iblis dan sedih karena orang-orang yang menganiaya mereka diperalat Iblis untuk meluapkan ketidakpuasan mereka.

Jika kita diperhadapkan pada persoalan yang mengarah kepada kemarahan, kebencian, atau kepahitan; ingatlah bahwa Iblis akan memakai kita sebagai alatnya. Bersyukurlah karena Alkitab menulis bahwa penderitaan yang kita alami tidak akan melebihi kekuatan kita, dan Yesus telah bangkit dan memberikan kuasa kepada kita untuk mengatasinya.

Terima kasih atas segala dukungan materi dan doa, untuk mereka yang tetap setia meski teraniaya. Biarlah jejak yang mereka tinggalkan, menuntun kita pada ketaatan. Tuhan memberkati.

Diambil dari:

Nama buletin : Kasih Dalam Perbuatan, Edisi Mei -- Juni 2004
Penulis : Tim Kasih Dalam Perbuatan
Penerbit : Yayasan Kasih Dalam Perbuatan, Surabaya
Halaman : 1

e-JEMMi 17/2011