You are heree-JEMMI No.36 Vol.08/2005 / Pengalaman Pribadi

Pengalaman Pribadi


Saya bersyukur untuk penyertaan Tuhan dan setiap pelajaran dalam mengenal Allah yang saya dapat selama tinggal di N sampai saat ini. Ketika mengingat hal-hal itu, bisa dirasakan bahwa Allah menginginkan sesuatu yang indah di dalam kehidupan saya secara pribadi untuk kemuliaan-Nya. Bersyukur untuk setiap teguran dari Allah karena kasih sayang-Nya.

Saya mempunyai beberapa pengalaman pribadi yang sangat menarik. Beberapa kali saya diberi kesempatan secara pribadi untuk mengenal lebih dekat orang-orang N yang mempunyai latar belakang agama A. Dari diundang jalan-jalan, mengunjungi rumah mereka, sampai kepada diskusi-diskusi berdua. Suatu kali saya diajak oleh Pak Bis untuk berjalan-jalan karena kebetulan sedang tidak ada kegiatan di kampus. Kami mengunjungi daerah di pusat kota, dengan satu kali naik bus dari kampus sampai ke taman kota. Dia membawa saya ke daerah-daerah kuno di tengah kota. Kami juga sempat mampir ke rumah seorang temannya (agama B juga). Kesempatan ini sangat berharga bagi saya untuk bisa melihat dari dekat kehidupan mereka, kepercayaan mereka, selain melihat kondisi rumah asli orang-orang N yang masih kuno. Saya juga dihadiahi barang sebagai tanda berkat. Karena merupakan bagian dari budaya, saya pun tidak berpikir macam-macam, walaupun sebenarnya barang ini sebelumnya digunakan untuk menyembah dewa mereka. Setelah itu kami pergi ke rumah Pak Bis dan berada di sana untuk waktu yang cukup lama, saya pun mempergunakan kesempatan itu untuk lebih mengenal keluarga Pak Bis. Keluarga mereka memang termasuk kelas menengah. Rumah itu cukup besar dan tertata dengan bagus, beberapa kamar di lantai bawah juga disewakan untuk keluarga- keluarga. Sambil menikmati makanan khas orang N, saya bisa menikmati hubungan dengan keluarga ini tanpa ada rasa curiga tentang adanya maksud-maksud khusus di balik semua itu. Saya bersyukur bisa membangun hubungan dengan keluarga ini dan terus menyemangati untuk membangun hati untuk orang-orang yang terhilang. Sekarang saya sedang berpikir untuk mengatur jadwal saya karena Pak Bis mengundang makan malam di rumahnya. Saya tidak pernah berpikir akan ada kesempatan seperti ini.

Di kesempatan yang lain ketika sedang bersantai di ruang santai di Departemen, Pak Bis mendatangi saya dan mengajak ngobrol. Karena waktu itu adalah waktu bebas, jadi saya bisa ngobrol dengannya cukup lama sambil menunggu. Tanpa saya sadari dia membawa saya kepada diskusi tentang "kedamaian yang sejati". Memang dialah yang memulai diskusi tentang hal apa yang bisa membuat kedamaian di dunia ini. Kami melihat jika semua orang bisa saling mengerti, memahami, puas satu sama lain maka bisa terjalin kedamaian walaupun masih ada faktor-faktor lain yang perlu dilihat. Pak Bis berargumen jika semua orang di dunia ini memiliki satu agama dan menyembah kepada satu Tuhan, yang waktu itu kami sepakati dengan sebutan "Super God". Ia sangat tertarik sekali dengan hal ini.

Saya melihat dia haus menemukan kebenaran, kedamaian yang sejati. Ini membuat saya menjadi bersemangat untuk melanjutkan diskusi itu. Jika diantara semua god dan goddess yang disembah oleh orang A, orang B, orang C, orang D, orang E, dan yang lain, ada "Super God" maka alangkah indahnya jika semua menyembah kepada Dia. Ini kesimpulan sementara yang kami dapatkan. Waktu itu diskusi kami terhenti karena orang yang kami tunggu sudah datang. Saya mengajak Pak Bis untuk lain kali bisa melanjutkan diskusi kami, dan ternyata dia pun tertarik. Sebuah pelajaran baru telah saya dapatkan, untuk memperkenalkan orang kepada Kristus, saya tidak perlu memaksakan suatu pengetahuan dan doktrin. Tetapi lebih mengajak bersama-sama menemukan kebenaran dan kedamaian sejati sehingga membuat dia merasa bahwa saya juga sedang mencari kebenaran itu, sama-sama mencari "Super God" itu. Saya melihat bahwa Pak Bis senang dengan hal ini. Saya ingin sekali mulai mendoakan Pak Bis dan menyerahkannya kepada Roh Kudus untuk bekerja. Masih banyak orang yang haus akan kasih Allah yang sejati.

Suatu kali ada teman lain dari satu Departemen, Pak Ram, mengajak saya untuk jalan-jalan di daerah yang sama di tengah kota, di daerah-daerah kuno. Dan waktu itu sedang ada festival yang diadakan. Ada sebuah patung yang ditaruh di sebuah kereta dengan atap yang menjulang tinggi. Kereta ini ditarik oleh orang banyak dan diarak mengelilingi kota kuno di tengah-tengah kota sampai akhirnya berhenti di suatu tempat yang serba putih juga. Semua orang yang datang dari tempat lain dan orang-orang yang di sekitarnya, melemparkan uang mereka ke dalam kereta ini untuk memberikan persembahan. Kemudian para pendeta dan orang-orang yang di atas kereta melemparkan bunga-bunga sebagai tanda berkat dari patung itu. Mereka meyakini ini sebagai cara untuk mencari kesejahteraan dan pengetahuan. Saya diajak untuk terus mengikuti kereta ini ke mana dia berjalan dan sempat diberi uang receh oleh Pak Ram untuk saya lemparkan ke dalam kereta. Tanpa pikir macam-macam dan supaya dia tidak kecewa, saya lemparkan uang itu ke dalam kereta dan kemudian dari kereta orang-orang melemparkan bunga dan yang harus kami tangkap. Saya tidak menangkapnya. Pak Ram menangkap bunga tersebut kemudian menaruh di kepalanya sebagai tanda berkat. Dia juga menaruh bunga di kepala saya. Saya juga tidak berpikiran macam-macam, silakan taruh di kepala saya, namun saya tetap menjaga hati nurani dengan mendoakan orang-orang yang ada di sekitar saya dan Pak Ram. Saya melihat banyak orang yang datang dan melakukan ritual ini. Ketika melihat kerumunan banyak orang yang melakukan ini, saya mengingat bahwa mereka sedang berjalan ke kebinasaan. Mungkin sepertinya mereka tertawa, senang, menari-nari, tetapi hidup mereka kosong. Saya berpikir bagaimana saya bisa menyampaikan kebenaran kepada banyak orang itu. Saya tidak tahu dan saya hanya berdoa. Mereka seperti domba-domba yang tidak bergembala.

Kemudian saya diajak Pak Ram ke rumahnya. Memasuki lorong-lorong di bawah bangunan. Lewat perkampungan orang-orang kelas menengah ke bawah. Daerah ini termasuk daerah kuno dari sejarah kerajaan N. Melewati jalan-jalan sempit. Sebuah rumah kecil, tingkat, model kuno, saling berhimpitan dengan rumah-rumah yang lain dan sangat minim cahaya dari luar. Langit-langit rumah yang rendah dan pintu yang kecil membuat kita perlu membungkuk jika masuk. Keluarga Pak Ram termasuk keluarga menengah ke bawah. Tetapi saya bersyukur bisa menikmati waktu bersama dengan keluarga ini. Mereka menerima saya dan merasa senang. Saya bersyukur untuk kesempatan berkunjung ke rumah Pak Ram, bertemu dengan istri dan anak-anak mereka. Waktu pulang, saya pun diantar ke perhentian kendaraan umum dan ternyata jaraknya cukup jauh juga, dam kami pun harus kembali melewati jalan- jalan tadi. Di tengah jalan saya ingin mengambil foto patung. Setelah selesai mengambil foto, Pak Ram mengajak saya masuk dan memuja patung itu. Waktu itu saya berpikir hanya ingin melihat ke dalam dan melihat bagaimana mereka memuja.

Untuk masuk ke tempat ini, saya harus melepas sepatu karena bahannya terbuat dari kulit, dan hal ini dilarang. Saya diminta untuk tidak berbahasa Inggris, dan tetap diam, jika ada orang bertanya, saya hanya boleh menjawab dengan memakai bahasa tubuh. Saya masuk ke dalam dan merasakan sesuatu yang cukup aneh juga. Pak Ram meminta saya untuk memberi uang receh sebagai persembahan dan menaruhnya di depan patung. Permintaan Pak Ram ini cukup membuat saya bingung. Orang-orang di sekitar saya berdoa sedangkan saya hanya diam saja dan melihat-lihat sampai Pak Ram selesai dan mengajak saya keluar. Di luar kuil saya sempat bingung terutama masalah hati nurani karena memberi uang tersebut. Saya terus berdoa supaya Allah memurnikan hati nurani saya. Saya cukup bergumul dengan hal itu. Belum selesai memikirkan hal itu, saya diajak lagi masuk ke dalam suatu tempat patung lain yang cukup terkenal di tengah kota. Namun saya menolaknya.

Selesai sembahyang, dia bertanya mengapa saya tidak masuk. Dia berkata, dulu sewaktu dia ke Filipina, dia juga ke gereja dan tidak melihatnya sebagai masalah. Saya bingung bagaimana harus menjelaskannya. Saya memang punya alasan dalam membangun hubungan dengannya, tetapi saya cukup kesulitan untuk menjelaskan hal itu. Saya minta maaf padanya dan memberikan alasan yang sekiranya bisa diterima oleh dia tanpa memasukkan pengetahuan-pengetahuan rohani. Beberapa hari setelah itu dia juga mengajak saya untuk melakukan pemujaan seharian di sebuah bukit yang cukup tinggi saat bulan purnama. Saya bersyukur kepada Tuhan mendapatkan kesempatan ini, dan bergumul dalam hati nurani. Saya teringat pekerjaan saya sebelumnya dimana waktu itu saya bisa masuk ke dalam masjid, pondok pesantren, dapat duduk dan mengobrol dengan "mereka" tanpa dicurigai.

Suatu kali saya diberi kesempatan bekerja bersama seorang staf pengajar di Departemen Mesin, Pak Reg. Ketika bersama-sama mengecek pekerjaan, ternyata pekerjaan tersebut belum bisa dikerjakan saat itu juga. Namun ternyata itu adalah suatu kesempatan yang berharga dimana saya bisa ngobrol dengan Pak Reg (agama B). Kami diskusi tentang kepuasan sejati. Dia melihat bahwa bukan uang yang memuaskan, bukan banyak istri yang memuaskan, bukan yang lain.

Sebulan ini memang merupakan masa-masa ujian akhir semester, sehingga tidak banyak aktifitas di kampus dan dia pun merasa bosan. Dia berpikir bahwa dia akan puas kalau memiliki banyak pekerjaan. Saya mengatakan padanya bahwa jika kita puas dengan Tuhan, maka kita bisa puas dengan semua hal. Saya masih belajar bagaimana menjelaskannya dengan bahasa Inggris yang bisa dia mengerti. Tetapi saya bersyukur kepada Tuhan karena memiliki kesempatan untuk membagikan hal itu. Saya melihat bahwa ada banyak orang yang sedang haus akan kepuasan sejati.

Ketika saya berjalan ke kampus saya teringat dengan satu lagu.

Tiap hari kutemukan mereka yang terhilang
Hidup yang tak menentu arah tujuan
Dalam tawa mereka tersimpan duka
Namun Tuhan mendengar tangis mereka
Reff. Mereka perlukan (2x)
Kasih Yesus yang besar s`bagai jawaban
Mereka perlukan (2x)
Tidakkah kau sadari Dia kasih yang sejati?
Mereka perlukan

Setiap hari melihat orang-orang yang melakukan pemujaan tetapi tidak tahu ke arah mana mereka berjalan, mereka tidak tahu, apa tujuan mereka. Tanpa mereka sadari mereka sedang berjalan ke arah kebinasaan. Mereka seperti domba yang tidak bergembala (Markus 6:34). Jika membayangkan mereka yang menyembah patung yang mereka buat sendiri, memandikan patung, menyembah batu-batu yang tidak bisa apa-apa, semuanya adalah kesia-siaan. Pernah suatu kali kami berjalan dari rumah Pak Samuel ke kampus bersama-sama tetangga Pak Samuel. Hampir setiap sudut jalan kami berhenti sebentar karena dia melakukan pemujaan ke patung atau bahkan batu-batu yang dianggap dewa bagi dia, memang itu ia percayai. Tetapi betapa sayangnya kehidupan yang ia miliki, semuanya sudah dibutakan. Saya belajar dari Yesus yang memiliki belas kasihan dan mendoakan mereka, dan mulai membagikan kebenaran.

Suatu kali kami bersama keluarga dimana kami tinggal untuk makan malam bersama (seperti biasanya). Itu merupakan pengalaman dimana kami bisa membagikan tentang Kristus. Kebetulan saat itu saya sedang memakai sarung. Dan dari membicarakan sarung, pembicaraan perlahan sampai ke kehidupan keluarga, suami dan istri. Kami berdiskusi tentang peran pria dan wanita dalam konteks Alkitabiah dan pandangan umum dari berbagai agama sampai kepada penjelasan tentang penciptaan (di Kejadian). Memang bagi kami ini adalah sesuatu yang sulit untuk bisa dijelaskan dengan baik, bicara gampang tetapi praktek sulit, kami sadari bahwa kami belum mengalami itu. Tetapi kami bersyukur bisa menyampaikan bahwa hubungan suami dan istri merupakan analogi dari hubungan antara Kristus dengan jemaat (di Efesus). Point yang terus kami doakan adalah membagikan Injil dan meneguhkan keluarga ini.

Hari-hari ini saya bersyukur dapat menikmati pengalaman yang berharga mengenai maksud Allah dalam kehidupan saya, kehendak Allah dalam proyek ini, dan terus belajar bersabar menantikan Allah. Melihat semuanya dari kacamata Allah sering kali membuat saya tidak bersabar karena keinginan pribadi, tawaran-tawaran yang muncul, dan lain-lain. Tetapi ketika terus mendekat kepada Allah, menggantungkan diri kepada Allah, Allah terus menolong untuk tetap bertahan pada apa yang menjadi rencana-Nya. Sekarang adalah bagaimana untuk terus melihat, bukan mengenai saya tetapi mengenai apa yang Allah inginkan (The Purpose Driven Life).

Kembali mengingat akan semua janji Tuhan yang sudah dipegang selama ini, telah menolong saya untuk kembali meyakini Allah dalam segala hal.

Ini Perkembangan Kami:
Kami bersyukur untuk kegiatan baru yang dilakukan oleh Ariadin di Soil Lab dalam membantu mahasiswa S2 mengambil data bagi tesis mereka. Selain menambah pengetahuan tentang dunia Teknik Sipil, Ariadin juga bisa berkesempatan membangun hubungan lebih dalam dengan teman-teman mahasiswa S2 tersebut, karena praktis paling tidak 6 jam sehari mereka selalu bersama. Pernah suatu kali dalam pembicaraan mereka, Ariadin mempunyai kesempatan untuk membagikan keyakinannya dalam keselamatan, menerima Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat. Bersyukur kepada Tuhan untuk hal itu.

Bagi Catur, aktifitas di Lab. Termodinamika memang sudah selesai. Sekarang ia sedang menantikan jadwal aktifitas di Lab. Instrumen untuk mempersiapkan kerja praktek semester depan. Staf pengajar masih sibuk jadi belum bisa dimulai. Dalam satu bulan ini ia sedang menghadapi ujian akhir semester jadi masih sibuk dengan aktifitas ujian. Terkadang bisa juga ikut menjaga ujian jika diajak oleh teman dari staf, sambil melihat sistem yang digunakan. Selama ini ia masih banyak membantu di Lab. Komputer dalam bidang perawatan. Sambil terus mengusahakan aktifitas pribadi yang efektif sehingga tidak mengalami kebosanan, menawarkan diri untuk membantu, mempelajari kembali buku-buku mata kuliah Teknik Mesin atau hal-hal yang lain.

Kami juga mempunyai kesempatan untuk melihat proyek kerja dari salah satu International Non Government Organization (INGO) dari Amerika, dalam bidang pendidikan. Bersyukur kepada Tuhan untuk hal itu.

Perkembangan N
Hari-hari ini masih sensitif. Baru saja terjadi aksi mogok dalam pendidikan (educational strike), banyak sekolah-sekolah yang diliburkan. Aksi ini terjadi sebagai bentuk protes kepada pemerintah karena adanya penembakan kepada siswa-siswa salah satu sekolah oleh para tentara. Aksi tentara atau polisi terkadang cukup keras. Pernah saya melihat secara langsung di sebuah acara festival di tengah kota, bagaimana polisi memukuli orang-orang dengan tongkat dan terjadi kekacauan. Kondisi keamanan sudah membaik, tidak ada pemeriksaan seperti sebelumnya. Di dalam kota, pengaruh dari para Maois tidak terasa, lain halnya dengan di desa atau daerah.

Bahan diedit dari sumber:

Judul Buletin : Utusan, Vol. 9 Th. 4 Mei - Agustus 2005
Judul Artikel : Pengalaman Pribadi
Penulis : Catur
Penerbit : Departemen Pengutusan Lintas Budaya (DPLB), Para Navigator
Halaman : 16 -- 20

e-JEMMi 36/2005