Olaudah Equiano (1745 -- 1797)

Salah satu "literatur budak" mula-mula yang terkenal ditulis oleh seorang pemuda dari suku Igbo yang dijual kepada perbudakan oleh kaumnya sendiri pada umur sebelas tahun. Sejak muda, Olaudah Equiano menjalani hidupnya sebagai seorang budak di sebuah perkebunan di Hindia Barat dan Virginia. Ia juga pernah bekerja di angkatan laut Inggris Raya dan pada sebuah kapal pedagang budak yang dikepalai oleh seorang pedagang dari kaum Quaker sebelum membeli kemerdekaannya pada tahun 1766. Setelah merdeka, Equiano aktif dalam pergerakan anti perbudakan, menjadi seorang Kristen, melanjutkan pendidikan untuk melayani Tuhan, menikahi seorang wanita Inggris, mengajukan petisi anti perbudakan kepada Ratu Inggris, dan giat mengajar di Kepulauan Inggris.

Bukunya yang berjudul "The Interesting Narrative of the Life of Olaudah Equiano, or Gustavus Vassa, the African, Written by Himself" diterbitkan pertama kali pada tahun 1789. Buku ini dibaca oleh banyak orang di Inggris, di antara kaum penentang perbudakan. John Wesley, sang pendiri aliran Methodis, juga membaca buku itu; Wesley, yang juga seorang penentang perbudakan, mengatakan tentang buku itu: "[Buku ini] lebih berguna bagi kami, daripada bagi setengah populasi negeri ini." Buku karya Equiano ini bahkan mencapai 8 edisi selama ia hidup, dan menjadi buku pelarap internasional.

Selama hidupnya, Equiano pernah mengalami kapal karam di kepulauan Karibia, terjebak di padang es Arktik, menjadi saksi meletusnya gunung Vesuvius, serta bertemu dengan beberapa pemimpin agama dan perjuangan hak asasi manusia pada zamannya. Equiano juga dikenal sebagai seorang pria yang rendah hati, cerdik, tetapi bersahaja. Ia menganggap dirinya "bukan seorang suci, bukan seorang pahlawan, atau seorang penindas". Equiano belajar baca-tulis ketika menjadi budak di sebuah kapal milik Inggris. Seorang perwira Inggris membelinya pada tahun 1757, dan dalam perjalanan ke Inggris, Equiano berteman dengan seorang kulit putih dari Virginia bernama Richard Baker, yang mengajarinya baca-tulis.

Kisah pertumbuhan pribadinya berjalan seiring dengan kisah perjalanannya yang terkenal itu. Sebenarnya, ia berharap perwira yang membelinya itu membebaskannya. Namun, sang perwira justru menjual Equiano lebih jauh lagi ke dalam perbudakan, kali ini kepada seorang saudagar dari kaum Quaker yang usahanya adalah berdagang gula dan budak antara Hindia Barat dan Amerika Selatan. Tuannya yang baru ini, Robert King, mempromosikan Equiano kepada posisi-posisi yang semakin penting dalam perusahaannya sehingga Equiano dapat membeli kebebasannya pada tanggal 10 Juli 1766.

Dalam bukunya, ada sebuah benang merah yang menceritakan tentang kerohaniannya, hal itu dimulai dari pengamatannya terhadap agama dalam budaya Igbo:

"Sama seperti dalam agama lainnya, orang-orang dari suku saya memercayai adanya Pencipta atas segala sesuatu, dan bahwa Sang Pencipta itu tinggal di matahari. Sang Pencipta juga tidak pernah membutuhkan makanan atau minuman, tetapi kami percaya bahwa Ia juga mengisap pipa, sebuah kebiasaan yang juga kami sukai. Kami percaya bahwa Ia juga mengatur setiap peristiwa, terutama kematian. Dan, meskipun saya tidak pernah mendengar apa pun tentang doktrin kekekalan atau semacamnya dalam kepercayaan kami, sebagian orang dalam suku kami percaya bahwa roh-roh orang mati akan pindah ke suatu tempat. Namun, ada juga roh-roh yang menurut kepercayaan kami tidak akan pindah ke tempat itu, misalnya saja roh para sahabat atau saudara-saudara kami. Kami percaya bahwa roh-roh itu akan terus bersama-sama kami dan melindungi kami dari roh jahat, maupun dari musuh-musuh kami."

Pada saat kunjungannya yang pertama di Inggris pada tahun 1757 -- 1758, dua orang wanita, Guerin bersaudara, memperkenalkan kekristenan kepada Equiano. Kisah Perjanjian Lama benar-benar menarik hatinya karena apa yang dialami bangsa Israel mirip dengan apa yang dialami oleh bangsa Afrika pada saat itu. Selain itu, sebuah penglihatan tentang Kristus yang mati untuk menyelamatkannya saat ia berlayar menuju Cardiff pada 6 Oktober 1744 menjadi sebuah titik pertobatan Equiano. Selain pengalaman itu, ada sebuah rasa bersalah yang turut membentuk kerohanian Equiano, yaitu ketika ia gagal menyelamatkan John Annis, seorang sahabatnya, dari kematian yang mengerikan di Hindia Barat. Peristiwa itu bermula ketika Annis (dengan pertolongan Equiano) mengajukan petisi kepada pengadilan Inggris untuk menuntut kemerdekaannya. Dalam petisi itu, Annis mengajukan klaim bahwa pada saat ia menginjak tanah Inggris, ia akan menjadi orang merdeka (karena pada saat itu, sistem perbudakan tidak berlaku di Inggris). Akan tetapi, tanpa menunggu keputusan pengadilan, majikan Annis melarikannya ke Hindia Barat dan menyiksanya sampai mati.

Pada tahun 1779, Equiano (yang sudah menjadi orang merdeka) mengajukan permohonan kepada uskup London untuk menjadi misionaris ke Afrika Barat. Akan tetapi, permintaannya ditolak oleh uskup tersebut. Equiano mengetahui inti dari pergerakan anti perbudakan di Inggris, dan ia juga tahu bahwa karyanya akan menjadi senjata yang penting di tangan mereka sebab karya itu adalah sebuah tulisan dari seorang budak yang menyaksikan sendiri kekejaman dari sistem perbudakan. Pada tahun 1788, pergerakan anti perbudakan mendapat momentumnya, dan puluhan ribu tanda tangan mengalir menuju sidang parlemen. Pada 21 Maret 1788, Equiano membacakan petisinya di hadapan Ratu Charlotte, permaisuri Raja George III. Pada masa-masa itulah, lawan dari pergerakan ini mencoba untuk mendiskreditkan karya Equiano. Mereka mengatakan bahwa penulisnya tidak berasal dari Afrika, melainkan dari Hindia Barat. Akan tetapi, usaha mereka sia-sia. Karya itu tetap bertahan sebagai "literatur budak" yang utama dan bersanding dengan karya-karya budak lainnya seperti "The Narrative of the Life of Frederick Douglass, an American Slave, Written by Himself".

"Ya Tuhan, Engkau menciptakan kami serupa dengan gambar-Mu dan menebus kami melalui Yesus, Anak-Mu. Tujukanlah pandangan-Mu yang penuh belas kasihan kepada setiap keluarga manusia. Singkirkanlah keangkuhan dan kebencian yang menggerogoti hati kami. Runtuhkanlah tembok-tembok yang memisahkan kami, satukanlah kami dengan ikatan kasih, dan berkaryalah dalam setiap perjuangan serta kekeliruan kami agar kehendak-Mu dinyatakan di bumi. Lakukanlah semuanya itu supaya, sesuai dengan waktu-Mu, setiap bangsa dan suku-suku bangsa dapat melayani-Mu dalam sebuah harmoni di sekitar takhta surgawi-Mu. Dalam nama Yesus Kristus, Tuhan kami. Amin." -- "Prayer Book and Hymnal", hlm. 815 (t/Yudo)

Diterjemahkan dan disunting dari:

Nama situs : Dictionary of Christian African Biography
Alamat URL : http://www.dacb.org/stories/nigeria/equiano_olaudah.html
Judul asli artikel : Olaudah Equiano
Penulis : Frederick Quinn
Tanggal akses : 7 Desember 2013