e-JEMMi No. 07 Vol.17/2014

warning: Creating default object from empty value in /home/sabdaorg/public_sabda/misi/modules/taxonomy/taxonomy.pages.inc on line 33.

Kristus dan Negara (I)

Shalom,

Sepanjang zaman, orang-orang percaya dibingungkan dengan pertanyaan mengenai ketaatan kepada Allah dan kepada pemerintah. Ada yang berpendapat bahwa ketaatan kepada Allah hanya berlaku dalam hal rohani saja dan tidak dalam lingkup publik; sebaliknya, ada pula yang berpendapat bahwa kita hanya harus taat kepada Allah dan mengabaikan aturan dari pemerintah.

Berikanlah kepada Kaisar apa yang Menjadi Haknya -- Matius 22:15­22

Pompey, seorang jenderal yang terkenal pada tahun-tahun terakhir Kekaisaran Romawi, menaklukkan wilayah Palestina bagi Kekaisaran Romawi saat pasukannya memberikan kemenangan kepada salah satu pihak dari bangsa Yahudi dalam perang saudara mereka (63 sM). Sejak itulah, Israel mulai dipimpin oleh raja boneka -- seperti Herodes Agung -- yang setia kepada Kaisar. Pada tahun 6 M, Kekaisaran Romawi mulai memerintah secara langsung di daerah Palestina, yaitu di Yudea melalui prokurator (gubernur). Bersamaan dengan itu, diterapkan juga pajak tahunan sebesar 1 dinar (sebesar upah sehari) yang harus dibayar oleh setiap orang dewasa di daerah itu. Kebanyakan orang Yahudi membenci kebijakan tersebut karena melambangkan kekuasaan penuh Kekaisaran Romawi atas tanah Yehuda.

Kepada Allah dan Kaisar

Perdebatan mengenai ketaatan kepada Allah dan negara telah berlangsung selama lebih dari dua ribu tahun, dan masih sering diangkat pada masa ini. Perdebatan ini dimulai ketika Allah menciptakan manusia dan menempatkannya dalam sebuah masyarakat. Allah menyatakan kepada kita melalui firman-Nya bahwa pemerintahan dan wewenang yang mereka jalankan adalah milik-Nya. Itu sebabnya, Ia menginginkan kita untuk menjadi warga negara yang baik. Ada banyak pemimpin agama yang menanamkan kesan bahwa kita harus lebih taat kepada Allah daripada kepada manusia. Mereka juga menyatakan bahwa menjadi seorang Kristen yang baik berarti tidak bisa menjadi warga negara yang baik. Maka, bagaimana cara kita memilah-milah pernyataan ini dan bereaksi terhadapnyalah yang terus menerus menjadi fokus dari kontroversi ini.