Mengucap Syukur Di Tengah Hujan

Kata syukur begitu sering kita ucapkan, apalagi di dalam doa. Sebelum menuliskan artikel ini, saya mencari beberapa definisi kata “syukur”. Menurut KBBI, syukur adalah “rasa terima kasih kepada Allah.” Lain lagi di dalam Alkitab. Pada beberapa ayat, kata syukur diterjemahkan sebagai “praise” pada Alkitab terjemahan NIV dan CJB. Kata yang artinya memuji, memuliakan, mengagungkan.

Saya pun mencoba menyelidiki lebih lanjut ucapan syukur di dalam doa saya. Apakah di dalam mengucap syukur, saya sudah memuji, memuliakan, dan mengagungkan Tuhan? Saya mendapati, ternyata seringnya ucapan syukur saya gunakan untuk berterima kasih atas setiap berkat yang Tuhan berikan di dalam hidup saya. Selain itu, juga atas penyertaanNya sepanjang hari tersebut. Memang tidak salah, sih.. Namun, saya jadi bertanya-tanya. Seberapakah saya memuji, memuliakan, dan mengagungkan Tuhan di dalam ucapan-ucapan syukur saya?

Saat menyelidiki tokoh-tokoh di dalam Alkitab, saya menemukan sesuatu yang menusuk saya. Misalkan saja apa yang diucapkan Nabi Yesaya di kitab Yesaya 25:1.

“Ya Tuhan, Engkaulah Allahku ; aku mau meninggikan Engkau, mau menyanyikan syukur bagi nama-Mu, sebab dengan kesetiaan yang teguh Engkau telah melaksanakan rancangan-Mu yang ajaib yang telah ada sejak dahulu.”

Di dalam doanya, Yesaya memuji, memuliakan dan mengagungkan karakter Tuhan. Dia menyanyikan syukur itu bukan hanya karena apa yang telah Tuhan berikan kepadanya. Demikian juga dengan tokoh-tokoh besar lainnya di Alkitab. Di dalam mazmurnya Daud berkata, “Mengapa engkau tertekan, hai jiwaku, dan gelisah di dalam diriku? Berharaplah kepada Allah! Sebab aku akan bersyukur lagi kepada-Nya, penolongku dan Allahku!”

Di dalam kegelisahannya, Daud menaikkan syukur. Begitu pun dengan banyak tokoh Alkitab lainnya. Di dalam kesulitan, di dalam penjara, saat mempergumulkan dosa, mereka menaikkan syukur. Mereka menaikkan syukur karena mereka percaya akan Allah yang penuh kasih. Allah yang tidak pernah berubah. Tuhan yang Besar, Setia, dan Kudus. Allah yang layak untuk senantiasa disyukuri, dipuji, dan dimuliakan.

Saat menyadari betapa jarangnya saya sungguh-sungguh menaikkan syukur kepada Tuhan, saya pun merenung. Saya mencoba bertanya kepada diri saya sendiri, “Apa ya, yang biasanya membuat saya tidak sungguh-sungguh menaikkan syukur?”

1. Ketika Saya Hanya Fokus Kepada Berkat, Bukan Kepada Pemberi Berkat

Saya menyadari, tanpa sadar saya lebih sering bersyukur atas apa yang telah saya terima dan yang dapat saya nikmati. Pengalaman saya menderita depresi turut mempengaruhi pandangan saya tentang syukur. Dalam kondisi saya dulu, hal yang paling sulit adalah untuk dapat tetap bersyukur. Untuk mengatasinya, saya dilatih untuk fokus kepada hal-hal baik yang saya terima. Alhasil, saya mengucap syukur karena berkat. Padahal, bukankah sesungguhnya syukur itu dinaikkan karena Sang Pemberi Berkat?

Saya menyadari bahwa saya perlu fokus kepada Tuhan sebagai Pemberi dan Penyedia. Bukan kepada apa yang diberi dan disediakan. Memang lebih mudah untuk mengatakan Tuhan itu baik saat kita juga dalam keadaan baik. Namun, saya belajar arti syukur yang sesungguhnya. Untuk dapat bersyukur di dalam setiap situasi dan kondisi, saya perlu melihat kepada Tuhan terlebih dahulu. Bahwa Dialah Allah yang selalu setia kepada saya, Allah yang senantiasa menjaga dan melindungi, Allah yang memberikan kehidupan, pertolongan, dan penghiburan.

2. Ketika Mengalami Banyak Kabar Buruk

Banyak orang mengatakan bahwa setiap orang akan mengalami badai kehidupan. Namun, bagaimana dengan hujan? Jika badai terjadi hanya sesekali di dalam kehidupan kita, seberapa sering hujan terjadi? Saya jarang mendengar orang mengeluh tentang badai. Namun, saya sering mendengar orang mengeluh saat hujan turun. Hujan dapat menyebabkan aktivitas terhambat, orang-orang terlambat, bahkan lebih banyak penyakit menjangkit di musim hujan.

Apakah hujan-hujan di dalam kehidupan kita? Apakah itu kegagalan dalam hubungan? Kesulitan dalam pekerjaan? Konflik dengan seorang sahabat? Kekurangan finansial? Ketika kita melihat hujan sebagai kabar buruk, maka kita lupa bahwa Tuhanlah yang menurunkan hujan. Dia tahu persis mengapa hujan itu terjadi dan kita pun lupa bahwa kita perlu bersyukur di dalam segala hal.
Lihatlah reaksi Ayub saat Tuhan mendatangkan bukan hanya hujan, tetapi badai di dalam hidupnya.

Tetapi jawab Ayub kepadanya: “Engkau berbicara seperti perempuan gila! Apakah kita mau menerima yang baik dari Allah tetapi tidak mau menerima yang buruk? Dalam kesemuanya itu Ayub tidak berbuat dosa dengan bibirnya. (Ayub 2:10)

Jadi, bagaimana agar kita dapat tetap menaikkan syukur di tengah hujan?

Mulailah dengan membaca Firman setiap hari, apa pun keadaannya. Kita akan senantiasa semakin mengenal pribadi Tuhan melalui berbagai musim kehidupan kita.
Pujilah Tuhan bukan semata karena berkatnya. Naikkan syukur itu karena Dia adalah Tuhan, satu-satunya yang layak mendapat pujian.
Bersyukurlah untuk setiap hal yang ada di sekitar kita, bukan hanya apa yang kita minta atau butuhkan. Saya pernah mencoba mengurutkan benda yang saya syukuri berdasarkan inisialnya dari A-Z. Menarik sekali. Saat saya memikirkan, saya bersyukur atas.. Air! Air adalah hal yang Tuhan sediakan dan kita tidak dapat hidup tanpanya! Kreatiflah dalam menaikkan syukurmu.
Doakanlah senantiasa untuk kekuatan yang dari Tuhan untuk kita dapat menaikkan syukur atas masalah-masalah yang kita hadapi. Bukankah masalah adalah proses yang dapat membentuk kita untuk semakin bergantung kepada Tuhan?

Source : https://gkdi.org/blog/syukur/