Bagaimana Saya Tahu Bahwa Saya Dipanggil?

Ketika saya duduk di bangku SMA, saya mengikuti sebuah tes karier. Hasilnya menunjukkan bahwa saya sebaiknya mempertimbangkan untuk menjadi, atas dasar kecocokan, seorang pengacara, jaksa, guru, dan pelayan Tuhan. Saya belajar ilmu hukum di universitas, menjadi seorang Kristen pada semester akhir, memutuskan untuk tidak magang menjadi pengacara, dan menolak pekerjaan di sebuah firma (Suatu persekutuan antara dua orang atau lebih yang menjalankan badan usaha dengan nama bersama dengan tujuan untuk mendapatkan laba - Red) hukum, menjadi dosen, dan sekarang saya adalah seorang pendeta! Sebetulnya, saya sedang memastikan hasil tes itu. Saya selalu ingin menjadi pengacara dan saya menjawab pertanyaan-pertanyaan untuk memastikan bahwa hasil tes tersebut memberi tahu saya apa yang saya ingin lakukan sejak dahulu.

Pertanyaan ini, "Bagaimana aku tahu kalau aku terpanggil?" mungkin adalah pertanyaan paling penting yang ditanyakan oleh kebanyakan orang. Ini adalah pertanyaan yang sungguh-sungguh Anda inginkan jawabannya ketika Anda mempertimbangkan kemungkinan pelayanan Injil penuh waktu. Saya perlu memperingatkan Anda bahwa saya hampir gagal dalam memberi Anda jawaban. Pertama, saya pikir itu bukan pertanyaan yang tepat. Lebih penting lagi, saya tidak dapat memberi Anda jawaban karena saya tidak mengenal Anda atau mengetahui situasi Anda. Orang yang dapat menolong Anda memutuskan apakah Anda harus bergabung dalam pelayanan penuh waktu adalah para pemimpin gereja lokal Anda. Paling-paling, saya dapat memberi Anda kerangka alkitabiah untuk membantu Anda mengerti bagaimana menjawab pertanyaan tersebut.

Budaya kekristenan kita kerap kali menggunakan istilah "panggilan" dalam pelayanan Kristen. Dalam budaya gereja bebas (denominasi Kristen atau gereja independen yang secara intrinsik terpisah dari pemerintah - Red.) ada penekanan khusus pada kebutuhan "panggilan" dalam pelayanan Kristen, yang menuntut sebuah keyakinan batin secara subjektif atau tekanan untuk melayani dengan cara ini. Akan tetapi, anggapan akan kebutuhan "panggilan" telah mengakibatkan banyak pria dan wanita enggan melayani Tuhan dalam pelayanan penuh waktu karena mereka tidak memiliki semacam pengalaman pribadi yang banyak. Yang mengejutkan, Alkitab tidak menggunakan istilah "panggilan" dalam hal ini. Istilah "panggilan" digunakan untuk menggambarkan panggilan Allah atas pria dan wanita kepada keselamatan oleh iman dalam Kristus melalui Injil. Penerapan "panggilan" untuk menyatakan kehendak Allah yang harus kita kerjakan atau emban dalam pekerjaan, profesi, atau pelayanan tertentu dapat dilacak kembali pada kesalahpahaman Luther dalam memaknai 1 Korintus 7:17-24. Luther memang benar telah menghancurkan pemisahan yang salah antara pekerjaan sekuler dan pelayanan sakral, antara pendeta dan kaum awam, tetapi ia salah memahami 1 Korintus 7 ketika mengatakan "panggilan" Allah atas pria dan wanita untuk pekerjaan dan situasi yang berbeda. Poin Paulus adalah bahwa orang harus puas berada dalam situasi di tempat mereka berada ketika mereka dipanggil kepada keselamatan.

Lebih baik jika kita menghindari pemakaian istilah yang menyesatkan ini ketika menggambarkan semacam pengalaman khusus yang tidak dituntut oleh Perjanjian Baru. Sebaliknya, kita menghadapi pertanyaan "bimbingan" atau "jaminan". Pertanyaan tersebut perlu dinyatakan ulang menjadi "Bagaimana saya mengetahui kehendak Tuhan?" Dengan bertanya, "Apakah saya dipanggil?" sebenarnya ingin mempertanyakan "Bagaimana dan di mana Tuhan menghendaki saya melayani Dia?" Hal ini tidak secara langsung mengimplikasikan semacam pengalaman khusus.

Kabar baiknya adalah Alkitab memberi tahu kita sehingga kita mengetahui apa kehendak Allah. Hidup bukanlah perburuan harta karun yang tersembunyi tempat kita dengan mati-matian mencari kehendak Allah dari petunjuk-petunjuk sulit yang menjebak. Allah telah menyatakan kehendak-Nya secara umum kepada kita dalam kitab suci, dan itu semua benar-benar cukup memperlengkapi kita untuk mengenal dan melayani Allah. Ia juga telah menganugerahkan Roh Kudus-Nya sehingga kita, baik sebagai individu maupun bersama sebagai tubuh Kristus, dapat membuat pertimbangan atau keputusan yang tepat. Seperti yang disebutkan dengan jelas dalam 1 Korintus 2:17, "kita memiliki pikiran Kristus" melalui Roh Kudus sehingga kita dapat memutuskan untuk diri kita sendiri. Allah telah memampukan dan memberi kuasa kepada umat-Nya untuk memutuskan, dan kita perlu mempunyai iman dan keyakinan akan apa yang Allah telah janjikan kepada umat-Nya. Kita perlu hati-hati karena kita hidup dalam budaya yang amat individualis. Perjanjian Baru mengajarkan kepada kita bahwa kehendak Allah sebaiknya tidak dipahami secara pribadi dan individu, tetapi secara kolektif dan bersama-sama, oleh jemaat sebagai satu tubuh yang dipimpin oleh orang-orang dewasa dan berkarunia.

Jadi, pertanyaan yang ingin saya pertimbangkan adalah begini: "Bagaimana kita dapat memahami kehendak Allah?" Alkitab mengatakan ada tiga elemen yang harus dipertimbangkan ketika memahami apakah ini kehendak Allah untuk bergabung dalam pelayanan:

  1. Kemungkinan pewahyuan langsung dari Allah
  2. Pertimbangan ambisi pribadi
  3. Pentingnya pengakuan badan hukum gereja

Kemungkinan Pewahyuan Langsung dari Allah

Ketika seseorang berbicara tentang "panggilan" ke pelayanan, mereka biasanya mengartikan beberapa macam pewahyuan langsung dari Allah, yang mengatakan kepada seseorang bahwa mereka harus melayani dengan cara tertentu. Pewahyuan ini bisa dalam bentuk suara yang dapat didengar atau suara hati, sebuah penglihatan atau mimpi, kata nubuat dari orang lain, ayat-ayat Alkitab yang muncul dalam pikiran atau diterangkan dengan beberapa cara, sebuah kesan atau pengakuan. Apa pun bentuknya, pewahyuan itu menuntun seseorang untuk menyimpulkan bahwa "Allah berbicara kepada saya". Sementara saya sudah bersusah payah mengatakan bahwa Alkitab tidak menggunakan istilah "panggilan" untuk menjelaskan pengalaman yang penting sebelum memasuki pelayanan penuh waktu, Alkitab penuh dengan contoh-contoh bahwa Allah berbicara secara pribadi kepada orang-orang tertentu dan memanggil mereka dalam pelayanan. Allah berbicara kepada Musa di semak yang terbakar api, malaikat Allah berbicara kepada Gideon, Allah berbicara kepada Samuel di bait Allah, Ishak mendapatkan penglihatan tentang Allah, Yesus secara lisan mengajar murid-muridnya, dan Saulus bertemu dengan Tuhan Yesus yang bangkit di jalan menuju Damaskus.

Akan tetapi, kita harus membedakan antara apa yang dapat Allah lakukan, dan apa yang Allah janjikan untuk Ia lakukan. Kita tidak dimaksudkan untuk membaca cerita tentang apa yang Allah lakukan dalam kehidupan sejumlah pria dan wanita yang luar biasa di sepanjang sejarah karya keselamatan dan mengharapkan sesuatu yang serupa. Pengalaman mereka tidak dicatat untuk menjadi contoh untuk kita ikuti. Ketika kita melihat kisah pewahyuan langsung ini, kita mendapati bahwa kisah-kisah tersebut tidak terduga. Kisah tersebut tidak dicari, tetapi Allah yang dengan tak disangka-sangka masuk dalam kehidupan mereka dan berbicara. Musa tidak mencari kehendak Allah, tetapi mengerjakan tugasnya untuk menggembalakan ternak. Kisah-kisah tersebut juga menakutkan. Mereka yang mengalami pewahyuan langsung dari Allah sering kali berpikir bahwa mereka akan mati. Pengalaman mereka tidak sentimental, menyenangkan, dan menghibur. Pengalaman-pengalaman itu biasanya menuntut sesuatu yang berharga dan memperingatkan konsekuensinya. Samuel harus memberi tahu Eli tentang penghakiman yang akan turun atas keluarganya. Yesus memberi tahu Paulus bahwa dia akan menderita karena nama-Nya.

Meskipun Alkitab mengajarkan kepada kita bahwa pengalaman semacam ini terjadi dari waktu ke waktu, tetapi pengalaman itu tidak memerintahkan kita bahwa kita harus mengharapkannya. Kita tidak menemukan seorang pun dalam Perjanjian Baru yang mendesak untuk mencari pengalaman-pengalaman semacam itu, atau mempertanyakan apakah mereka mengalaminya atau tidak. Tidak ada saran apa pun dalam Kisah Para Rasul atau Surat-surat Para Rasul yang memiliki pengalaman semacam itu menjadi prasyarat persetujuan sebagai pemimpin gereja. Walaupun Perjanjian Baru tidak memberi dasar kepada kita untuk menuntut atau mengharapkan agar Allah menuntun melalui pewahyuan secara langsung, tetapi Perjanjian Baru setidaknya membuka kemungkinan bahwa Allah dapat membimbing kita dengan cara ini sehingga kita tidak dapat mengurangi keseluruhannya. Contoh-contoh bimbingan dalam Perjanjian Baru menunjukkan bahwa sudah menjadi kehendak Allah untuk memakai orang yang biasa-biasa, untuk melakukan pelayanan yang luar biasa, yang akan melibatkan pengorbanan atau penderitaan pribadi yang besar. Pewahyuan semacam ini tidak terduga, artinya bahwa pewahyuan ini tidak dicari, tetapi muncul tiba-tiba, seperti ketika Allah mengirim Petrus untuk mengabarkan Injil kepada Kornelius atau ketika gereja di Antiokhia mengirim Barnabas dan Paulus dalam perjalanan misi mereka yang pertama. Pewahyuan ini juga cenderung terjadi ketika Injil dibawa kepada orang-orang atau tempat-tempat yang baru, atau di tempat yang batasan budaya atau sosialnya sudah diterobos. Tidak ada bukti bahwa bimbingan ini diberikan untuk perjanjian para pendeta dan pengkhotbah dalam kepemimpinan di sebuah gereja yang menetap. Bukti alkitabiah menasihatkan bahwa bimbingan semacam itu lebih memungkinkan untuk seseorang yang dikirim Allah untuk bekerja sebagai penginjil, misionaris, atau perintis gereja.

Dengan demikian, kita harus tetap terbuka terhadap kemungkinan bimbingan Allah secara langsung, walaupun tidak mengharapkan, menuntut atau berusaha agar ia bertindak demikian. Dan, kita perlu memastikan bahwa klaim apa pun terhadap bimbingan tersebut harus diuji dan dikonfirmasi dengan teliti, yang merupakan tanggung jawab para pemimpin gereja. Karena itu, tolong, janganlah terlalu bergantung dengan kebutuhan pengalaman pribadi yang khusus sebelum memasuki pelayanan penuh waktu.

Pertimbangan Ambisi Pribadi

Kerap kali, orang Kristen memiliki asumsi bahwa keinginan dan kerinduan mereka sendiri berbahaya dan tidak dapat dipercaya. Dari lubuk hati yang terdalam, mereka menyangka bahwa Allah adalah sosok ilahi yang menghapuskan sukacita, yang menginginkan kita untuk melakukan apa yang tidak ingin kita lakukan, hampir seperti seorang guru olahraga yang memaksa kita menyeberang negara pada musim salju. Kita curiga bahwa keinginan dan ambisi kita (selalu) lekat dengan dosa dan keegoisan, dan karenanya kita memilih jalan aman dengan bertindak sebaliknya (dengan menolak pelayanan)!

Meskipun Alkitab menyatakan bahwa beberapa keinginan kita muncul dari daging, dan bahwa hati kita penuh tipu daya melebihi segala sesuatu, tetapi Perjanjian Baru juga menyatakan bahwa keinginan untuk melayani adalah sebuah persyaratan penting untuk pelayanan. Dalam 1 Timotius 3:1 Paulus menulis, "Jika seseorang menghendaki jabatan penilik jemaat (yaitu seorang penatua/pendeta atau pengkhotbah karena keduanya bermakna sama), sebenarnya ia menginginkan pekerjaan yang baik." Keinginan untuk melayani ini merupakan elemen penting dalam penyeleksian dan penunjukan para pemimpin gereja, dan setidak-tidaknya sebuah faktor legal untuk membedakan kehendak Allah. Hal ini menuntut lebih dari sekadar menyadari bahwa pelayanan Injil adalah sesuatu yang baik dan berharga, sehingga seseorang harus melakukannya, dan bahwa Anda dapat membantu. Hal ini meminta agar Anda mau melakukannya.

Akan tetapi, karena hati kita penuh tipu daya, kita perlu memeriksa diri kita sendiri dan membiarkan orang lain memeriksa kita sehingga keinginan kita terlahir dari motivasi yang benar. Kita harus dimotivasi oleh keinginan untuk melayani Allah dan karena Injil, dan menjadi bagian dari misi penyelamatan Allah untuk "pergi dan menjadikan semua bangsa murid-Nya". Kita harus berjaga-jaga terhadap motivasi-motivasi lain. Motivasi-motivasi ini mencakup:

  • Keinginan untuk memiliki status.
  • Para pemimpin gereja dan pengajar Alkitab dapat memperoleh penghormatan yang besar. Sayangnya, banyak orang masuk ke dalam pelayanan Kristen karena pelayanan tersebut memberi mereka peluang untuk mendapatkan kuasa dan status yang tidak akan mungkin mereka peroleh di luar gereja.

  • Keinginan untuk menjadi yang terkemuka.
  • Memasuki pelayanan dengan keinginan untuk membantu Allah mewujudkan rencana-Nya dan dengan ambisi seperti seorang penyerang yang ingin mencetak goal kemenangan dan memperoleh pengakuan itu mudah. Namun, sebaliknya, kita dipanggil untuk menjadi hamba yang tidak mementingkan diri kita sendiri.

  • Keinginan untuk mendapatkan harta dan keamanan.
  • Dahulu, pelayanan kekristenan sering kali menjadi karier bergengsi. Menjadi pekerja gereja, khususnya di denominasi yang mantap, dapat menjadi pilihan karir yang aman dan terhormat. Surat 1 Petrus 5:2 mengingatkan para pendeta supaya "jangan melakukannya untuk mendapatkan keuntungan yang hina, tetapi karena kesediaanmu". Ketika kekuasaan dan kekayaan gereja menurun dan pelayanan semakin mahal, maka akan ada kebutuhan yang lebih besar bagi perintisan gereja, pelayanan misi, dan membiayai misi dengan usaha sendiri atau hidup oleh iman. Akan ada tantangan besar bagi generasi selanjutnya ketika pelayanan tidak lagi mampu menawarkan keamanan yang sama dan kenyamanan yang cukup.

  • Keinginan untuk hidup yang lebih mudah.
  • Sungguh berbahaya jika kita berpikir bahwa pelayanan Kristen menawarkan prospek hidup yang lebih mudah, dan menjadi alternatif pekerjaan sekuler yang terasa membosankan atau tidak memuaskan. Pelayanan itu bukan dibayar untuk memuaskan hobi atau minat pada waktu luang. Perjanjian Baru secara konsisten mengatakan pelayanan sebagai "tugas" dan "pekerjaan yang melelahkan". Seperti semua pekerjaan, pelayanan dilakukan di bawah kutuk dan dapat menjadi sesuatu yang membuat frustrasi, membosankan, dan berulang-ulang.

  • Keinginan menjadi orang lain Kristen yang lebih baik.
  • Jangan masuk ke dalam pelayanan karena Anda merasa bahwa pelayanan akan membuat Anda lebih mudah menghidupi kehidupan Kristen. Sungguh mudah berpikir bahwa dalam pelayanan akan ada gangguan dan cobaan yang lebih sedikit, lebih banyak waktu untuk membaca dan berdoa, kesempatan yang lebih mudah untuk melakukan penginjilan. Kenyataannya, jika Anda tidak dapat mengatasinya dan bertumbuh sebagai orang Kristen di tempat kerja, Anda tidak akan dapat mengatasinya dalam pelayanan. Anda akan membawa kesalahan dan pergumulan yang sama dalam pelayanan penuh waktu.

  • Keinginan untuk menjadi seperti orang lain.
  • Beberapa orang memasuki dunia pelayanan karena mereka ingin menjadi seperti orang lain. Barangkali mereka berada dalam suatu budaya yang di dalamnya ada dorongan yang kuat untuk masuk ke dalam pelayanan, dan orang-orang di sekitar mereka berencana untuk masuk ke dalam pelayanan. Mereka mungkin berada di bawah tekanan dari pengharapan orangtua, keluarga, teman, atau para pemimpin gereja.

Waspadalah supaya jangan terlibat dalam pelayanan karena alasan-alasan yang salah. Bahkan, sekalipun kita memiliki hak dan ambisi murni seseorang janganlah masuk ke dalam pelayanan tanpa kerelaan untuk menanggung segala konsekuensinya. Pelayanan Kristen selalu menuntut pada penderitaan. Hampir tidak dapat dihindari pelayanan akan meminta pengorbanan material dengan mengorbankan karier atau gaji, pengorbanan status sosial menurut pandangan dunia, mungkin juga mengorbankan pernikahan dan keluarga, dan terlebih lagi menuntut pengorbanan untuk mengalami penganiayaan. Terlalu mudah untuk memiliki pandangan ideal dan indah akan kenyataan pelayanan, khususnya jika Anda hanya terlibat di gereja yang besar dan makmur yang di dalamnya Anda tidak mendapatkan kesempatan untuk mengamati tekanan pelayanan secara langsung.

Bagi sebagian besar kita, masalah yang lebih besar adalah kurangnya iman yang menahan kita untuk bertindak berdasarkan keinginan kita tanpa rasa takut. Kita mendapati sulitnya membuat keputusan, bahkan untuk melakukan hal-hal yang ingin kita lakukan karena kita takut akan "harga kesempatan yang harus dibayar". Kita bertanya-tanya apakah sesuatu yang lebih baik akan datang, dan kita takut menghapuskan pilihan seandainya kita "kehilangan peluang". Hidup adalah soal membuat keputusan dan menetapkan pilihan, sebagai contoh ketika kita berkomitmen dengan satu pasangan dalam pernikahan, kita menolak semua orang lainnya. Menjadi dewasa berarti bersedia membuat keputusan ini dengan mengetahui bahwa ada harga yang harus dibayar, tetapi percaya bahwa Allah akan melakukan segala sesuatu untuk kebaikan.

Pentingnya Pengakuan Badan Hukum Gereja

Perjanjian Baru menjelaskan bahwa keputusan untuk terlibat pelayanan seharusnya bukanlah proses pribadi. Sebaliknya, hal itu adalah keputusan gereja sebagai satu kesatuan, dan khususnya para pemimpin gereja. Walaupun Allah dapat memberikan pewahyuan secara personal (yang perlu dinilai oleh gereja) dan kita harus memerhatikan ambisi pribadi (yang harus diuji oleh gereja), pengakuan badan hukum gereja selalu penting.

Perjanjian Baru menunjukkan bahwa para pekerja misi penuh waktu dipilih dan ditunjuk oleh gereja dan para pemimpinnya. Kriteria yang jelas telah ditentukan dan orang-orang yang pantas telah dikenal, dipilih dan ditentukan. Paulus dan Barnabas memilih para pemimpin dalam gereja yang mereka rintis. Paulus memberi Titus dan Timotius kriteria yang jelas untuk pemilihan para penatua dalam kerasulan pastoral. Bukan hanya para pemimpin gereja yang terlibat. Dalam Kisah Para Rasul 6, seluruh jemaat memilih orang-orang yang penuh roh untuk mengawasi pembagian makanan kepada para janda. Istilah "pemilihan" para penatua mungkin juga mengindikasikan keterlibatan seluruh jemaat karena istilah ini diambil dari istilah politik Yunani untuk pemilihan pegawai kota. Proses pemilihan dalam politik ini mungkin baik untuk diaplikasikan dalam konteks pemilihan kaum wanita untuk melayani di gereja. Dalam 1 Timotius 5, para wanita yang tercantum dalam "daftar janda" mungkin telah dipisahkan dan didukung untuk melayani di gereja, barangkali lebih berfungsi daripada para pekerja pastoral wanita yang modern. Jika demikian, pasal 5:9-10 memberikan kriteria untuk menentukan wanita yang harus dipilih. Para penginjil misionaris juga dipilih oleh gereja. Dalam Kisah Para Rasul 13:1-3 gereja Antiokhia membedakan kehendak Allah untuk memisahkan Paulus dan Barnabas, dan dalam Kisah Para Rasul 16:1-5 Paulus memilih Timotius untuk bergabung dengannya dalam pelayanannya. Dari semua contoh ini, tidak ada indikasi perlunya "panggilan" dalam pemahaman klasik.

Lalu, apa kriteria untuk pelayanan? Inilah kriteria paling jelas yang ditulis dalam 1 Timotius dan Titus. Empat kriteria ini dibagi menjadi:

  1. Keyakinan akan Injil
  2. Keyakinan kuat pada Injil merupakan kriteria yang penting. Dalam 1 Timotius 3:6, seorang pemimpin tidak boleh dari mereka yang "baru-baru ini percaya" dan dalam Titus 1:9 disebutkan, "Ia berpegang teguh pada perkataan yang dapat dipercaya, sesuai dengan pengajaran, sehingga ia dapat memberikan nasihat menurut ajaran yang sehat itu dan menegur mereka yang membantahnya."

  3. Karakter Relasi
  4. Kriteria yang diberikan menekankan pentingnya karakter ilahi untuk pelayanan. Secara khusus, ada fokus atas pentingnya relasi dengan orang lain dengan cara yang merefleksikan karakter Kristus dan akan membangun kesatuan dan komunitas. Pelayanan pada dasarnya adalah sebuah relasi dan mencakup memimpin sekelompok orang. Banyak ciri yang memerhatikan kemampuan untuk mengatasi ketidaksepakatan dan orang-orang yang sulit. Salah satu bahaya terbesar adalah memilih pria dan wanita dalam pelayanan hanya karena mereka orang berbakat, antusias, atau keduanya, tetapi tidak memiliki kepastian bahwa mereka mempunyai karakter yang diperlukan untuk suatu tugas.

  5. Karunia yang Terbukti
  6. Seseorang dapat melayani penuh waktu hanya jika mereka memiliki karunia yang diperlukan. Seorang penatua harus "mampu mengajar" (1 Timotius 3:2) karena itulah tugas utamanya (lihat 1 Timotius 5:17). Timotius dipersiapkan Paulus sebagai seorang penginjil misi yang merintis gereja sehingga tidak mengherankan jika kita mengetahui bahwa karunianya adalah untuk "memberitakan Injil setiap waktu" dan tugasnya adalah "melakukan pekerjaan seorang penginjil". Seseorang harus dipilih untuk suatu pelayanan setelah karunia mereka terlihat nyata dan ditunjukkan dalam kehidupan bergereja sehingga itu menjadi bukti bagi semua orang (contoh dapat dilihat pada Kisah Para Rasul 6 dan 1 Timotius 5:10).

  7. Keterampilan Pelayanan
  8. Mudah bagi kita untuk mengabaikan fakta bahwa kriteria ini bukan hanya tentang karakter dan karunia. Kriteria ini mencakup kecakapan untuk mengerjakan tugas yang dituntut dari sebuah pelayanan. Dalam 1 Timotius 3:4, kriteria mendasar yang harus dimiliki seorang penatua adalah ia "harus mengatur rumah tangganya sendiri dengan baik". Lebih harafiah lagi, ia harus "memerintah" keluarganya, dalam arti memimpin, mengarahkan, dan merawat keluarganya. Hal ini karena para penatua (seperti para pendeta) bertanggung jawab untuk memimpin dan mengurus keluarga Allah. Dalam 1 Timotius 5:17 menjelaskan bahwa para penatua bertugas "mengarahkan urusan-urusan gereja". Oleh karena itu, kepenatuaan atau menjadi seorang pendeta dan pengajar, bukan hanya tentang mengajarkan Alkitab, melainkan juga dituntut untuk memimpin dan mengurus jemaat. Analoginya sama seperti seorang ayah yang adalah kepala rumah tangga, dan bertanggung jawab untuk mengawasi keuangan dan memenuhi kebutuhan keluarga, memastikan bahwa anak-anaknya dilatih dan didisiplin dengan tepat, untuk mengatur para pelayan dan budak, dan membuat keputusan-keputusan yang memengaruhi tujuan dan aspirasi keluarga. Kebanyakan kepemimpinan gereja mencakup administrasi, perencanaan keuangan, pengumpulan dana, penetapan visi serta manajemen dan training staf dan SDM. Semua ini adalah kualitas penting untuk kepemimpinan gereja. Maka dari itu, mereka yang terpilih dalam pelayanan penuh waktu perlu memiliki kecakapan untuk memimpin jemaat. Pada dunia yang lampau, hikmat dan keterampilan untuk memimpin dan mengelola dapat ditunjukkan dalam kehidupan berkeluarga. Saat ini, ketika banyak orang masih lajang, atau melajang lebih lama dalam masa dewasa, keterampilan yang sama dapat menjadi bukti dalam konteks lain, misalnya di tempat kerja. Kecakapan untuk melayani juga dibutuhkan ketika mereka melayani di pekerjaan misi. Paulus memilih Timotius karena ia ideal untuk pelayanan multikulturalnya. Timotius adalah anak seorang ibu Yahudi dan ayah orang Yunani, dan setelah disunat ia akan mampu bekerja di komunitas dan menjadi "segalanya bagi semua orang".

Ketika Anda mempertimbangkan pelayanan penuh waktu dan mengajukan pertanyaan "Apa kehendak Allah bagi saya?" penting bagi Anda melibatkan gereja dalam proses kearifan Anda. Bahkan, gereja harus berperan penting dalam menentukan apakah Anda memenuhi persyaratan untuk pelayanan. Anda membutuhkan pemimpin-pemimpin yang rohani dan bijaksana, yang bersedia menilai dan menyampaikan kebenaran kepada Anda, para pemimpin yang akan menguji setiap klaim pewahyuan pribadi dan menilai ambisi dan keinginan Anda. Sementara itu, Anda dapat bersiap-siap untuk mengambil kemungkinan pelayanan dengan melayani dengan baik di mana pun Anda berada. Pastikan bahwa Anda berdasar pada kebenaran iman dengan membaca dan mendengarkan pengajaran-pengajaran yang benar sehingga Anda mengembangkan pengakuan Injil. Kembangkanlah karakter dan relasi Anda dengan kuasa Roh Kudus. Ujilah karunia Anda dan carilah peluang untuk menggunakannya dalam kehidupan bergereja. Berusahalah untuk mengembangkan keterampilan dan kecakapan yang dibutuhkan dalam pelayanan sehingga Anda menjadi pemimpin yang kompeten bagi orang lain. Binalah keluarga Anda dan lakukan pekerjaan Anda dengan baik.

Kesimpulan

"Bagaimana saya tahu bahwa saya dipanggil?" Saya harap Anda mengerti bahwa itu pertanyaan yang salah. Anda seharusnya bertanya, "Bagaimana saya mengetahui kehendak Allah sehingga saya dapat melayani-Nya sebaik mungkin?" Ini bukan sekadar keputusan pribadi dengan tujuan memaksimalkan kepuasan Anda, melainkan membedakan maksud baik Allah, yang akan membangun gereja-Nya, dengan pemberian karunia, kepribadian, dan kesempatan yang Ia telah sediakan bagi Anda.

Di bagian akhir tulisan ini saya mendorong Anda melakukan 4 hal:

  1. Layanilah Allah di mana pun Anda berada.
  2. Di mana pun Allah menempatkan Anda saat ini, dan yakinlah bahwa Allah menempatkan Anda di situ untuk suatu alasan.

  3. Jangan menunggu pewahyuan langsung dari Allah.
  4. Allah tidak menjanjikan bahwa Ia akan membimbing Anda dengan cara itu. Bersedialah untuk memercayai firman-Nya dan gerejanya, serta bersiap-siaplah. Buatlah rencana dan putuskan bagaimana Anda dapat melayani Dia dengan cara yang terbaik.

  5. Selidiki hati Anda untuk mengetahui apa yang ingin Anda lakukan.
  6. Pastikan Anda masuk dalam pelayanan karena Anda ingin melayani, tetapi jujurlah untuk meneliti dengan cermat atas motivasi Anda. Pastikan Anda mempunyai motivasi yang baik dan murni untuk pelayanan.

  7. Tunduk pada gereja.
  8. Allah telah memberikan Roh-Nya kepada manusia. Dalam sebuah budaya individualistik, kita harus bersedia tunduk pada pengujian dan penilaian dari para pemimpin rohani yang dewasa, yang diangkat Allah dan dari gereja secara umum. Jika para pemimpin gereja dan anggota jemaat meragukan kesesuaian Anda dalam pelayanan, perhatikanlah. Lakukanlah hal yang sama jika mereka sangat mendorong Anda untuk masuk dalam pelayanan.

  9. Terakhir, percayalah kepada Allah dan jangan cemas.
  10. Allah mengendalikan segala sesuatu dan Ia tahu apa yang dilakukan-Nya. Percayalah pada doktrin pemeliharaan. Allah biasanya menempatkan orang-orang di tempat yang Ia inginkan bagi mereka, dan ke mana Ia ingin mereka melayani. Proses penempatan para pelayan ini sering kali Ia gunakan untuk mendewasakan dan mengajar kita tentang hikmat yang kita perlukan untuk mengerjakan apa yang Ia siapkan untuk kita. Hidup bukanlah kondisi yang membingungkan dan sulit yang di dalamnya ada bahaya sehingga Anda mungkin membuat kesalahan berbalik sehingga menghancurkan rencana Allah. Allah akan menggenapi tujuan-Nya untuk Anda. (t/Aji)

Diterjemahkan dari:

Nama situs : ninethirtyeight.org
Alamat URL : http://ninethirtyeight.org/resources/articles/search-articles/22
ninethirtyeight
Judul asli artikel : How do I know I'm called?
Penulis artikel : Tidak dicantumkan
Tanggal akses : 12 Januari 2016