Pengharapan di Balik Penderitaan

Pengharapan adalah menantikan sesuatu yang tidak kelihatan namun pasti (Roma 8:24). Pengharapan itu akan lebih terasa kekuatannya apabila dialami secara langsung. Pengharapan bukan sekadar teori atau kata orang lain. Ada tiga hal berkaitan dengan kekuatan sebuah pengharapan.

1. Pengharapan Membuat Orang Mampu Bertahan

Seorang tawanan Nazi Jerman mampu bertahan ketika yang lain meninggal satu per satu dianiaya. Pengharapan memampukannya bertahan hingga akhirnya ia selamat. Ia bersama tawanan lainnya dijebloskan ke dalam penjara bawah tanah yang pengap dan gelap, di mana untuk dapat keluar hidup-hidup dari sana kemungkinannya sangat kecil. Selain kondisi penjara dapat membuat nyali seseorang ciut, para tawanan juga diharuskan menjalani kerja rodi. Mereka sering kali dihukum secara sadis. Keadaan yang berat ini menyebabkan para tawanan tidak mampu bertahan dan mati satu per satu.

Kematian mereka disebabkan beberapa faktor. Ada yang sakit, stres karena tidak mampu menahan siksaan yang kejam, dan berbagai perlakuan di luar batas kemanusiaan. Dari sekian banyak tawanan, ada satu orang yang mampu bertahan hidup. Kendatipun telah mengalami penderitaan di kamp konsentrasi selama sebelas tahun, akhirnya ia dapat keluar dengan selamat.

Kekalahan Jerman dalam Perang Dunia II melawan sekutu, membuat situasi menjadi kritis. Kondisi itu menjadi celah yang memungkinkannya untuk bebas dari kamp konsentrasi. Ketika orang menyaksikan ia keluar dalam keadaan hidup, orang bertanya-tanya mengenai rahasia yang membuatnya mampu bertahan. Ketika hal itu ditanyakan kepadanya, ia hanya berkata bahwa kuncinya pengharapan. Dia berpikir bahwa satu kali kelak penderitaan ini pasti akan berakhir. Fakta menunjukkan bahwa akhirnya pengharapannya tidak sia-sia.

2. Pengharapan Membuat Orang Berhasil

Sebelum orang meraih keberhasilan, biasanya harus mengalami kegagalan berulang kali. Tetapi orang yang berpengharapan tidak mudah putus asa. Orang yang mudah menyerah akan patah semangat ketika mengalami kegagalan. Hal yang sama dialami seorang atlet renang internasional. Atlet ini telah berulang kali berhasil menyeberangi samudra Pasifik tanpa menggunakan alat bantu. Karena prestasinya, namanya dicatat dalam "Guiness Book of Record". Namun, pada suatu kali dia gagal menyelesaikan tugasnya. Setelah sampai di darat orang bertanya mengapa dia sampai gagal. Jawabannya sederhana yakni karena ia kehilangan pengharapan ketika tidak melihat ujung lautan.

3. Pengharapan Memberikan Ketegaran

Pengharapan membuat seseorang tetap tegar meskipun sedang berada di ambang kematian. Saya melihat hal ini dalam kehidupan seorang teman yang menderita sakit kanker stadium IV. Dokter memvonis bahwa usianya tinggal tiga bulan. Badannya tinggal tulang berbalut kulit dan wajahnya pucat. Berkali-kali dia menjalani kemoterapi, tetapi penyakitnya tidak kunjung sembuh. Bersyukur akhirnya dia disembuhkan Tuhan. Meski rambutnya sudah dua kali digunduli, tetapi dia pantang menyerah.

Dalam menjalani sisa hidupnya, ia setia melayani sebagai "singer" dan aktif di kelompok persekutuan. Kepada teman-temannya yang senasib, dia juga memberikan penghiburan dan dorongan semangat. Pengharapannya ditularkan kepada teman-temannya, dengan harapan mereka juga dapat bersikap tegar menghadapi kenyataan. Vonis dokter yang menyatakan usianya tinggal tiga bulan, akhirnya bertahan hingga tiga tahun. Ini terjadi karena ia memiliki pengharapan kepada Tuhan. Semangat dan pengharapannya yang kuat kepada Tuhan mampu melawan penyakit yang menggerogoti kesehatannya. Inilah kekuatan sebuah pengharapan.

Alkitab menyatakan bahwa pengharapan itu ibarat sauh yang kuat dan aman bagi jiwa kita (Ibrani 6:19). Tanpa sauh yang kuat, sebuah kapal tidak akan mungkin dapat berlayar dengan baik. Kapal akan terombang-ambing oleh gelombang lautan sebelum akhirnya karam diterjang badai. Sebagai orang percaya, Yesus adalah dasar pengharapan (1 Timotius 1:1).

Yusuf adalah salah satu figur yang mengalami langsung kekuatan sebuah pengharapan. Dia tidak goyah atau bimbang melihat keadaan yang berkembang semakin buruk. Yusuf harus mengalami dibuang ke dalam sumur kering, dijual sebagai budak di negeri asing, menjadi budak Potifar, difitnah, dan kemudian dijebloskan ke dalam penjara. Padahal Tuhan sudah berjanji bahwa Yusuf akan menjadi orang besar dan berpengaruh, sesuai mimpi yang dialaminya.

Meski untuk mencapai jenjang puncak, ia harus melalui jalan panjang dan berliku, ia tidak patah semangat. Akhir penantiannya tidak sia-sia. Harapannya terwujud menjadi kenyataan. Yusuf menjadi orang nomor dua di Mesir. Semua orang sujud menyembahnya. Inilah bukti kekuatan sebuah pengharapan. Untuk mencapai semua itu diperlukan ketaatan dan kesabaran menanti waktu Tuhan. Sesuai dengan sifatnya, pengharapan itu baru akan terjadi di waktu yang akan datang, bukan sekarang. Untuk itu, diperlukan kesabaran menunggu. Sementara dalam proses menunggu, diperlukan sikap taat. Taat terhadap rencana dan kehendak Tuhan. Berjalan di jalur yang sudah ditetapkan Tuhan baginya. Dengan demikian kuasa pengharapan akan dapat dirasakan. Oleh sebab itu, ketika keadaan menjadi sulit dan tak terkendali jangan kecewa dan putus asa. Tetaplah berharap kepada janji Tuhan yang tidak pernah berubah. Kita dikasihi Allah agar kita mengejar kasih itu menjadi milik kita dan mempraktikkan dalam hidup yang nyata.

Diambil dari:

Nama majalah : Kalam Hidup, Januari 2007
Judul artikel : Pengharapan di Balik Penderitaan
Penulis : Tony Tedjo, S.Th.
Penerbit : Yayasan Kalam Hidup
Halaman : 14 -- 16

e-JEMMi 05/2012