Tiongkok: Pendeta Li Dexian

"Aku akan berkhotbah hingga aku mati."

Pendeta Li Dexian baru beberapa menit berkhotbah ketika petugas Biro Keamanan Masyarakat masuk ke dalam rumah. Mereka menyeret Pendeta Li keluar dan memukulinya. Hal yang sama dilakukan pula kepada orang-orang lain dalam jemaat itu.

Di kantor polisi, penginjil itu dipukuli lagi hingga dia muntah darah. Para petugas memukuli wajahnya dengan Alkitabnya sendiri, meninggalkan dia dalam keadaan berdarah dan hampir pingsan di lantai sel penjara. Tujuh jam kemudian ketika dia dibebaskan, dia kembali melayani.

Kasempatan lain ketika dia berkhotbah di gereja itu, tujuh petugas Biro Keamanan Masyarakat datang dan meneriakkan tuduhan-tuduhan terhadap penginjil itu. Ketika mereka melihat kunjungan orang-orang Barat, mereka pergi, tapi lima belas menit kemudian kembali lagi bersama bala bantuan. Para petugas itu menyeret Li keluar dan mulai memukulkan kepalanya pada dinding batu.

"Mengapa kalian memukulinya?" teriak salah satu orang asing itu. "Bagaimana dengan `kebebasan beragama` yang kalian katakan ada di Tiongkok?"

Petugas Biro Keamanan Masyarakat membawa orang-orang asing itu ke kantor polisi, bersama dengan wanita pemilik rumah di mana pertemuan itu berlangsung. Anak laki-laki wanita itulah yang telah memberitahu Biro Keamanan Masyarakat mengenai pertemuan itu. Sejak penyerangan itu, pertemuan-pertemuan besar di desa itu tidak lagi diadakan, tapi gereja tetap berjalan. Sekarang mereka berkumpul dalam lebih dari empat puluh kelompok kecil, dan setiap minggu ada jiwa baru yang datang pada Kristus.

***

Seperti tetesan merkuri, setiap lawan mencoba untuk mengontrol gereja, mereka hanya akan membaginya menjadi kelompok-kelompok kecil. Gereja-gereja di negara-negara yang tertutup tidak pernah mengalami budaya Barat di mana gereja menjadi sangat besar dengan tanah seluas empat puluh hektar; namun, jumlah orang yang hadir terus bertambah. Malahan, satu gereja di Korea dihadiri oleh jauh lebih banyak orang dibandingkan dengan gabungan beberapa gereja besar di Barat. Tapi seperti strategi di Tiongkok, jemaat Korea terdiri dari ribuan gereja rumah atau gereja sel. Apa yang kita pandang sebagai penghalang terhadap penginjilan ternyata adalah kesempatan. Jika Anda menghadapi perlawanan, apakah Anda mudah menyerah? Atau dapatkah Anda bertahan dan memeroleh cara lain agar berita Injil dapat disebarkan?

***

Diambil dan disunting seperlunya dari:

Judul buku : Devosi Total
Judul asli : Extreme Devotion
Judul artikel : China: Pendeta Li Dexian
Penulis : The Voice of The Martyrs
Penerbit : KDP, Surabaya 2005
Halaman : 197

Dipublikasikan di: http://kesaksian.sabda.org/tiongkok_pendeta_li_dexian