Tujuan Pelayanan Sel

Bagian berikut ini dikutip dari artikel berjudul "Konsep Dasar Pelayanan Gereja Sel dan Dasar Alkitabiah Pelayanan Sel" yang diambil dari buku "Strategi Pelayanan Sel" yang ditulis oleh Pdt. Dra. P. Tuhumury, M.Div.

Mengapa dinamakan sel?

Sebelum kita melanjutkan pembahasan mengenai tujuan pelayanan sel, kita perlu secara objektif menilai mengapa kita harus melakukan strategi kelompok sel. Bukankah strategi yang ada sudah cukup? Ini perlu, agar kita terhindar dari mental ikut-ikutan dalam melakukan pekerjaan Tuhan. Dengan pemahaman yang benar, kita memiliki dasar keyakinan yang kuat dari Firman Allah dalam semua pelayanan.

Kelompok sel dibutuhkan semata-mata untuk mencapai tujuan Allah melalui gereja-Nya, sebagaimana yang disebut dalam Kolose 1:28 dan Efesus 4:13. Ada banyak strategi yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan ini, antara lain:

  1. Strategi 1-100: (Matius 5,6,7; Kisah Para Rasul 2:14-47). Strategi dengan komunikasi satu arah biasa digunakan dalam khotbah Minggu pagi atau ibadah raya. Strategi ini yang paling umum digunakan oleh gereja-gereja tradisional, dimana dalam semua jenis ibadah, satu orang berbicara dan yang lain hanya mendengarkan. Strategi ini baik digunakan untuk penyembahan bersama, penyampaian informasi secara meluas dan bersifat umum. Kelemahannya ialah tidak mungkin berlangsung komunikasi dua arah yang memungkinkan peran serta aktif semua anggota yang sangat dibutuhkan dalam proses belajar mengajar. Itulah sebabnya, tujuan pendewasaan pribadi setiap anggota sangat sulit dan tidak mungkin tercapai secara efektif.

  2. Strategi 1-10: Kelompok Kecil (Matius 4:18-22). Strategi ini dibutuhkan dan merupakan inti dari konsep sel yang efektif. Hanya, sayangnya dalam praktiknya belum mengikuti pola yang Yesus pergunakan pada para murid-Nya, dimana Ia mengajar, melatih, mengutus, dan mempersiapkan mereka sebagai pemimpin untuk meneruskan tugas-Nya, setelah Ia kembali ke surga. Strategi ini dilakukan oleh banyak gereja, tetapi hanya sebagai variasi metode di antara semua kegiatan yang diprogramkan. Akibatnya, pola ini tidak menemukan esensinya sebagai sekolah mini, pusat pemuridan, dan dapur pemimpin yang efektif yang memiliki karakter Kristen sesuai dengan citra Kristus. Melalui strategi ini, setiap anggota ditolong mengenal karunianya masing-masing, sehingga dapat melayani secara lebih baik.

  3. Strategi 1-1: Pengemban Amanat Agung. Yang dimaksud dengan strategi ini ialah setiap orang yang telah terlatih dengan baik, akan mampu menjadi pengemban Amanat Agung Kristus secara bertanggung jawab. Ini sangat dimungkinkan, sebab ia telah memiliki karakter Kristen yang berdasarkan atas kebenaran dan terus bertumbuh dalam pimpinan Roh Kudus. Bila setiap orang percaya sudah berada pada tingkatan rohani seperti yang diuraikan dalam Kolose 1:28 di atas, maka gereja akan mengalami pemulihan dan penuaian besar menjelang akhir zaman dan dipersiapkan sebagai mempelai perempuan yang tidak bercacat menyongsong kedatangan Kristus yang kedua kalinya.

Perlu ditekankan bahwa strategi 1-1 tidak mungkin tercapai tanpa strategi 1-10 (kelompok sel). Dengan demikian, terjawablah pertanyaan, "Mengapa kita membutuhkan strategi pelayanan dalam pola kelompok sel?" dan itu bukan sekedar sebuah konsep biologis secara terminologis belaka, dan bukan ikut-ikutan, melainkan memiliki pemahaman teologis yang benar.

Sebaiknya, setiap gereja lokal dan mitranya mendoakannya dengan sungguh-sungguh dan siap menginvestasikan semua daya dan dana untuk menerapkan konsep ini demi pelebaran Kerajaan Allah dan mendatangkan kemuliaan bagi nama-Nya, serta menjadi berkat secara meluas.

Tujuan-tujuan Utama Kelompok Sel

Berdasarkan pemahaman strategis di atas, muncul beberapa tujuan strategi kunci ini, yang sekaligus merupakan keunggulan sel.

  1. Saling memperhatikan.

    Hal yang paling sulit dialami dalam ibadah raya ialah saling mempedulikan. Dalam sel yang sehat, Kristus bekerja memberkati setiap anggota, sehingga setiap orang menerima dan memiliki hidup Kristus, saling mengasihi dengan kasih Kristus, saling menolong, dan saling membantu (Efesus 4:1-6). Di dalam kelompok sel yang sehat, Kristus memerintah, Roh Kudus bekerja, kasih-Nya mengalir dan dialami oleh setiap orang. Dalam kelompok sel yang sehat, Allah bekerja, sehingga kesatuan sejati dan kesehatian yang tulus (Kisah Para Rasul 3:32a) terwujud tanpa kemunafikan. Inilah yang menunjang pertumbuhan rohani setiap anggota, saling menguatkan untuk membawa kasih itu kepada orang lain.

  2. Penjangkauan keluar.

    Pertumbuhan rohani yang sehat tidak dapat dipisahkan dari upaya untuk mengasihi yang terhilang dalam dosa. Sebaliknya, kasih Kristus yang dialami dalam kelompok sel adalah dorongan kuat untuk menjangkau jiwa bagi Tuhan. Tugas ini dapat dikerjakan oleh setiap orang, tetapi akan lebih efektif bila dilaksanakan dalam kelompok sel. Dalam kelompok sel setiap orang didoakan, disiapkan, dan dilatih untuk diutus keluar menjangkau orang yang belum percaya bagi Allah sebagai bukti pekerjaan Kristus dalam hidupnya. Di sisi lain, orang yang dimenangkan itu, bila dibawa ke dalam kelompok yang tidak saling mengasihi, akan sangat sulit, bahkan merusak kesaksian Kristiani. Orang Kristen baru itu tidak merasakan kasih Kristus, dan tidak menemukan hal yang berbeda dengan keadaan di dunia sekuler, bila orang dalam persekutuan Kristen tidak saling mengasihi. Akibatnya, ia sulit bertahan hidup dalam kelompok seperti itu dan mencari kelompok lain yang dapat menolong pertumbuhan imannya. Hal ini tidak dapat ditemukan dalam penginjilan secara pribadi (Pengkhotbah 4:9-12, Matius 16:19-20).

  3. Mengembangkan karunia rohani.

    Berdasarkan kebenaran Firman Tuhan, setiap orang yang sudah bertobat, menerima Kristus dan dilahirkan kembali, memiliki Roh Kudus (Efesus 1:13-14). Roh Kudus itulah yang membagikan karunia bagi setiap orang percaya (Kisah Para Rasul 2:38; 1Korintus 12:4-13). Bila kita jujur, banyak orang percaya hidup bertahun- tahun, tanpa mengetahui dengan jelas karunia apa yang dimilikinya, walaupun telah bertobat. Itulah sebabnya, ia tidak bertumbuh secara sehat dan kurang giat dalam pekerjaan Tuhan. Tentu ada banyak alasan, tetapi salah satunya yang penting ialah orang itu tidak berada dalam satu kelompok kecil yang dapat saling memperhatikan atau saling mendoakan dan saling mendorong dalam pertumbuhan. Hal ini tidak mungkin dikerjakan dalam ibadah raya, sebab perlu pengajaran dalam proses pemuridan yang teratur. Dan terjadilah hal yang sangat disayangkan, yaitu tidak semua orang percaya diberdayakan bagi kemajuan gereja Tuhan.

  4. Mempersiapkan gereja di masa sulit.

    Bila orang tidak diajarkan secara sistematis dan tidak dilatih untuk melayani menurut karunianya, imannya mudah goyah. Itulah sebabnya, bila datang tantangan iman, mereka mudah menjadi lemah dan berbalik kepada kepercayaan yang sia-sia. Kelompok sel bukan hanya mempersiapkan orang Kristen agar hidup dalam anugerah Allah, tetapi juga menolong orang Kristen agar dapat bertahan terus di masa-masa sulit sebab tidak bergantung pada gedung tertentu. Kelompok sel dapat berlangsung di mana-mana, di rumah anggota atau di ruangan yang sederhana, itulah salah satu cirinya yang dinamis.

FILSAFAT DASAR PELAYANAN SEL

Banyak orang mudah lemah dalam pelayanan, bukan hanya mereka belum memiliki visi yang jelas, tetapi juga karena tidak memiliki filsafat pelayanan yang merupakan dorongan yang menggairahkan militansi dalam melayani.

Ada lima prinsip utama yang merupakan filsafat dan kekuatan kelompok sel.

  1. Sel adalah "gaya hidup", bukan metode. Orang hanya dapat menjadi anggota sel yang sehat, bila telah menerima hidup Yesus dalam bimbingan secara pribadi. Bila seseorang belum bertobat dan memiliki hidup Yesus, maka semua kegiatan menjadi suatu program kosong, bagaimana pun direkayasa. Firman Tuhan hanya akan menjadi kerinduan bagi orang yang telah memiliki hidup Yesus (1Petrus 2:2). Selain itu, orang itu tidak akan memahami firman sebagai perkara rohani (1Korintus 2:14). Hanya, bila seseorang telah memiliki hidup Yesus, maka ia akan terus bertumbuh dan akan mengalami perubahan nilai hidup (2Korintus 5:17). Dengan demikian, filsafat pertama yang harus dipahami ialah bahwa dalam sel, setiap orang harus mengalami perubahan nilai dari waktu ke waktu oleh pekerjaan Roh Kudus dan Firman Allah (2Timotius 3:16-17). Dengan demikian, Firman Allah menjadi kesukaannya, dan sel atau kelompok yang bertumbuh dalam kebenaran akan menjadi gaya hidupnya.

  2. Pemuridan yang sesungguhnya terjadi terus-menerus. Dalam pola tradisional, sering kita temukan istilah "program latihan pemuridan". Ungkapan ini tidak salah, hanya saja proses pemuridan tidak tergantung pada satu program saja. Pemuridan adalah suatu proses yang berlangsung terus-menerus (Yohanes 15:1-8). Ranting tidak dapat berbuah bila tidak tinggal tetap atau terus-menerus menerima aliran kekuatan dari pokoknya. Di dalam sel yang terbina dengan baik, setiap anggota akan terus- menerus mengalami perubahan dan proses pembinaan dan terus ditambah dari hari ke hari, sehingga menjadi murid yang memuliakan Tuhan.

  3. Sel adalah sarana mobilisasi jemaat seutuhnya. Proses pemuridan yang sehat pasti mendorong setiap orang keluar untuk memberitakan Injil kepada dunia yang berdosa. Semakin dekat hubungan seseorang dengan Allah dan terus bertumbuh dalam anugerah-Nya, semakin ia dikuatkan untuk bergerak keluar dengan kasih dan kuasa Allah. Inilah wujud pertumbuhan alamiah yang dikerjakan Roh Allah dalam setiap orang percaya (Zakharia 4:6). Dengan demikian, bila gereja ingin memiliki kekuatan mobilisasi total, dimana setiap orang bergerak bagi Kristus, sel harus dibina secara intensif.

  4. Penginjilan dengan sistem jala, bukan pancing. Melalui sel, sistem penjangkauan keluar bukan hanya harus sistematis dan terus-menerus, tetapi juga dapat memungkinkan multiplikasi yang cepat. Filsafat dasar dari sel adalah multiplikasi. Pertumbuhan karakter dari setiap anggota terwujud dalam penjangkauan keluar yang terprogram yang menjadi gaya hidup sel. Penjangkauan dalam oikos jauh lebih efektif dari penjangkauan oleh pribadi demi pribadi. Bila setiap orang giat memberitakan Injil, maka setiap bulan, bahkan mungkin setiap hari ada jiwa yang dimenangkan kepada Tuhan melalui sel itu. Sistem penjangkauan ini dikuatkan dengan doa yang difokuskan pada sasaran yang khusus. Selain itu, terjadi kerja sama yang aktif antara anggota dengan Roh Kudus, sehingga kesaksian setiap anggota akan sangat berguna untuk mendorong yang lain, sebab kuasa yang nyata dialami. Inilah kekuatan sel dalam membawa orang datang dan percaya kepada Yesus.

  5. Memberi tempat pada Roh Kudus untuk memakai setiap orang. Sistem yang berlaku dalam sel ialah memberdayakan setiap orang agar dapat dipakai Tuhan. Dengan demikian, setiap orang sadar bahwa ia sendiri tidak memiliki kemampuan untuk membawa orang datang kepada Yesus, kecuali ia sungguh berpegang pada Firman Allah dan bergantung pada kuasa Roh Kudus terus-menerus. Jadi, semua orang bergerak bersama bagi Tuhan dan bukan tergantung pada orang tertentu yang berkarunia hebat.

Kesimpulan

Dengan filsafat dasar ini, jelas bahwa prinsip ini sesuai dengan prinsip pertumbuhan gereja yang sehat atau yang disebut sebagai pertumbuhan yang alamiah, yaitu pertumbuhan yang dikerjakan oleh Allah sendiri.

Penjelasan Christian A. Schwarz bersama timnya yang mengadakan penelitian terhadap 1000 gereja di lima benua di dunia, mengemukakan hasil penemuan mereka dalam sebuah buku yang berjudul "Pertumbuhan Gereja yang Alamiah". Dalam pasal satu, ia mengemukakan delapan karakteristik:

  1. Kepemimpinan yang melakukan pemberdayaan
  2. Pelayanan yang berorientasi pada karunia
  3. Kerohanian yang haus dan penuh antusiasme
  4. Struktur pelayanan yang tepat guna
  5. Ibadah yang membangkitkan inspirasi
  6. Kelompok kecil yang menjawab kebutuhan secara menyeluruh
  7. Penginjilan yang berorientasi pada kebutuhan
  8. Hubungan yang penuh kasih

Dalam analisisnya terhadap setiap karakter tersebut, didapati bahwa kelima unsur filsafat di atas sejalan dengan karakter yang dikemukakan oleh Schwarz.

Diambil dari:

Judul buku : Strategi Pelayanan Sel
Judul artikel : Tujuan Pelayanan Sel
Filsafat Dasar Pelayanan Sel
Penulis : Pdt. Dra. Ny. P. Tuhumury, M.Div.
Penerbit : Yayasan Kalam Hidup, Bandung, 2001
Halaman : 18 -- 24

e-JEMMi 36/2004