You are hereProfil Bangsa / Profil Bangsa

Profil Bangsa

warning: Creating default object from empty value in /home/sabdaorg/public_sabda/misi/modules/taxonomy/taxonomy.pages.inc on line 33.

Suku Kikim (Sumatera)

Suku Melayu Kikim adalah penduduk asli yang bermukim disekitar aliran sungai Kikim di Kabupaten Lahat dan tersebar di Kecamatan Kikim serta Kecamatan Kota Lahat. Orang Kikim menggunakan bahasa Kikim yaitu bahasa Melayu dengan dialek tersendiri yang disebut bahasa Basemah. Secara umum, mereka sering disamakan dengan orang Pasemah atau Basemah yang juga bertempat tinggal di sekitar kediaman mereka. Mata pencaharian mereka umumnya adalah bertani dan berladang. Tanaman pokoknya padi, palawija, sayur-sayuran, dan buah-buahan. Sistem irigasi pertanian yang baik merupakan kebutuhan orang Kikim.

Bima Di Indonesia

Pendahuluan/Sejarah

Orang-orang Bima (disebut juga orang Mbojo) hidup di Provinsi Nusa Tenggara Barat, di dataran rendah yang rata di Kabupaten Bima dan Kabupaten Dompu di bagian timur Pulau Sumbawa serta di Pulau Sangeang. Meskipun garis pantainya panjang, dilekuk oleh teluk-teluk, namun penduduknya tidak berorientasi ke laut dan hampir semua desanya terletak sejauh lebih dari 5 kilometer dari pantai. Bagian utara wilayah mereka memiliki tanah yang subur, sementara bagian selatannya tandus dan gersang. Orang-orang Bima juga disebut orang-orang "Oma" (berpindah) karena mereka melanjutkan pola hidup yang sering berpindah-pindah. Bahasa orang-orang Bima (kadang-kadang disebut "Nggahi Mbojo") meliputi dialek-dialek Bima, Bima Donggo, dan Sangeang.

Bonerate di Indonesia

Pendahuluan/Sejarah

Bunak, Mare di Indonesia

Pendahuluan/Sejarah

Dampelasa di Indonesia

Pendahuluan/Sejarah

Orang-orang Dampelasa tinggal di daerah Damsol (Dampelasa Sojo, Kabupaten Buol, Provinsi Sulawesi Tengah.) Wilayah mereka di sebelah barat laut semenanjung Sulawesi; berbatasan dengan Selat Makassar di sebelah barat, daerah Tomini di sebelah timur, dan wilayah Dampal Selatan di sebelah Selatan.

Bungku di Indonesia

Pendahuluan/Sejarah

Orang-orang Bungku (juga disebut To Bungku) tinggal di wilayah Bungku Utara, Bungku Tengah, Bungku Selatan, dan Merui, di kabupaten Poso, provinsi Sulawesi Tengah. Mereka juga ada di beberapa daerah Sulawesi yang lain. Lebih jauh lagi, Orang-orang Bungku dibagi menjadi sub-sub kelompok seperti Lambatu, Epe, Rete, dan Ro'Uta. Bahasa yang digunakan oleh orang-orang Bungku adalah Bungku (sering kali disebut Bungku Laki), yang berada dalam kelompok bahasa yang sama dengan beragam bahasa Filipino. Bahasa ini dapat dibagi menjadi beberapa dialek, seperti Taa, Merui, dan Lalaeo. Masyarakat imigran di daerah ini menggunakan bahasa mereka sendiri, seperti bahasa Bugis, Bajo, dan Jawa. Banyak pernikahan yang terjadi antara orang-orang Bungku dan orang-orang imigran, sehingga hubungan antara kelompok-kelompok tersebut cukup baik di daerah ini. Pada masa lampau, orang Bungku hidup di wilayah-wilayah pedalaman yang terpencil dan memiliki sedikit hubungan dengan orang luar. Dengan pembangunan jalan raya Trans-Sulawesi, mereka telah lebih terbuka terhadap orang luar. Meskipun mereka penduduk dari Sulawesi Tenggara, budaya mereka sangat dipengaruhi oleh budaya Bugis. Menurut sejarah, banyak nenek moyang orang Bungku adalah kelompok orang Bugis yang bermigrasi ke wilayah tersebut.

Cia-Cia, Orang Buton Selatan di Indonesia

Pendahuluan/Sejarah

Cia-Cia, lebih umum dikenal sebagai orang-orang Buton Selatan, wilayah mereka terletak di bagian Selatan Pulau Buton hingga ke sebelah Tenggara Sulawesi. Mereka adalah tetangga-tetangga dekat suku Wolio (juga dikenal sebagai orang-orang Buton) dan orang-orang Muna. Bahasa mereka, Cia-Cia, adalah anggota dari keluarga bahasa Austronesia dan sangat dekat dengan bahasa Wolio.

Buol, Indonesia

Suku Buol hidup di wilayah-wilayah Biau, Momunu, Bunobugu, dan Paleleh, di wilayah Kabupaten Toli-Toli, di bagian utara dari Provinsi Sulawesi Tengah. Dahulu suku ini menghuni daerah gunung, namun kini mereka tinggal di desa-desa yang tersebar di bagian tengah semenanjung sebelah Utara pulau tersebut, hingga ke sebelah Barat Laut wilayah suku Gorontalo. Kadang-kadang, orang-orang Buol dianggap sebagai subkelompok dari suku Gorontalo karena memiliki kemiripan-kemiripan budaya dan bahasa. Mereka berbicara dalam bahasa Buol, bahasa yang sangat dekat dengan bahasa Toli-Toli yang diucapkan oleh suku-suku tetangga mereka. Wilayah Buol terbentuk dari kebangkitan dan keruntuhan kerajaan-kerajaan kecil, serta persatuan mereka yang tidak permanen untuk menjadi kesatuan yang lebih besar untuk kepentingan pertahanan dan penaklukan. Kemungkinan besar, wilayah tersebut semula dihuni oleh orang-orang keturunan Toraja dengan pembentukan identitas suku Buol yang secara bertahap, melalui keragaman bahasa dan lembaga-lembaga para penguasa wilayah.

Profil Suku: Batin, Indonesia

Pendahuluan/Sejarah

Orang-orang Batin menghuni sebagian dari pedalaman provinsi Jambi. Rumah panggung mereka, masyarakat pedesaan, dan kota-kota berwilayah kecil dari Bangko, Tabir, Jangkat, Sungai Manau, Muara Bungo, dan Rantau Pandan terletak di kabupaten Sarolangun Bangko dan Bungo Tebo. Wilayah ini berbatasan dengan salah satu bagian penting paling berbahaya dari pegunungan Bukit Barisan yang tidak rata. Suhu udara di bukit-bukit bagian barat sejuk, tetapi di lembah-lembah hingga ke timur suhunya lembab dan panas. Tiga aliran sungai memberi persediaan air bagi perkumpulan antardesa, yaitu Sungai Batang Merangin, Batang Bungi, dan Batang Masumai. Di samping suku Batin, wilayah ini dihuni oleh orang-orang Kubu, Jambi, dan Kerinci. Menurut dongeng mereka, nenek moyang orang Batin adalah orang-orang Kerinci yang pindah dari kaki Gunung Kerinci. Bahasa Batin adalah cabang dari rumpun bahasa Melayu dan sangat mirip dengan bahasa Jambi.

Bambam, Pitu Ulunna Salu, Sulawesi Barat, Indonesia

Pendahuluan/Sejarah

Orang-orang Bambam menurut asal-muasal mereka berdasarkan tujuh turunan dari Pongkapadang dan Torije'ne', yang telah membentuk suatu subsuku yang disebut Pitu Ulunna Salu (tujuh kepala sungai), yang telah mempersiapkan suatu kekuatan yang dipersatukan untuk menghadapi pihak luar, yakni kelompok-kelompok musuh dari luar. Pemerintah Kolonial Belanda datang pada permulaan tahun 1900-an dan mendirikan sekolah-sekolah, menghapus perbudakan, memperkenalkan pajak, dan menyebarkan agama Kristen. Selama Perang Dunia II, Jepang mengirim pasukan tentaranya untuk mengawasi wilayah ini, meskipun wilayah ini sangat terpencil dan tidak menguntungkan secara ekonomi.