You are heree-JEMMi No.39 Vol.13/2010 / John Wesley: Penginjil yang Takut Mati

John Wesley: Penginjil yang Takut Mati


Pada akhir bulan Januari 1736, sebuah kapal barang bernama Simmonds, yang sedang berlayar menuju Savannah, Georgia, AS, diserang oleh angin topan. Kapal itu terombang-ambing dan terguncang dengan hebat di sela-sela gelombang yang tingginya enam meter di laut Atlantik. Air menyembur menyapu geladak kapal, membelah layar besar dari kapal layar itu dan mengalir ke dalam ruangan-ruangan di kamar itu.

John Wesley

Seorang pendeta gereja Anglikan bernama John Wesley, gemetar ketakutan. Beberapa orang Inggris di sekelilingnya berteriak panik dan kapal tampaknya semakin sulit dikendalikan. John Wesley telah memberitakan Injil keselamatan kepada orang lain, tetapi ia sendiri takut mati.

Sementara ombak terus menghantam geladak kapal, memorak-porandakan layar kapal berkeping-keping, Wesley terheran-heran melihat beberapa orang dari Persaudaraan Moravia menyanyikan Mazmur dengan tenang. "Orang-orang malas yang bodoh," pikirnya.

Pada saat gelombang laut mulai tenang, Wesley mendekati pemimpin mereka dan bertanya, "Apakah Anda tidak takut badai?" "Tidak, Tuhan ada di pihak kami. Kami tidak takut mati."

Hari berikutnya Spangenberg, pendeta Moravia itu, memunyai sebuah pertanyaan bagi Wesley. "Saudara Wesley, kenalkah saudara dengan Yesus Kristus?" "Saya tahu bahwa Ia Juru Selamat dunia ini," Wesley menjawab.

"Tetapi dapatkah saudara mengatakan kepada saya apakah Ia telah menyelamatkan Saudara?" Wesley bingung. "Saya harap demikian," ia menjawab dengan perasaan tidak tenang.

Siapa Akan Menobatkan Aku?

Wesley (1703-1791) berasal dari keluarga yang sangat mengutamakan keteraturan dan kesopanan. Ayahnya, Pdt. Samuel Wesley, adalah seorang rohaniwan yang terpelajar dan saleh. Ia melayani di Epworth, Lincolnshire. Ibunya, Susanna, adalah putri seorang pendeta Nonkonformis. John adalah anak ke-15 dari 19 bersaudara.

Ketika Wesley berusia enam tahun, rumah pendeta Samuel di Epworth terbakar. Seorang tetangganya, dengan berdiri di atas pundak kawannya, menolong anak itu dari sebuah jendela di tingkat dua. Wesley sadar bahwa Allah telah memelihara hidupnya.

Pada usia 17, Wesley melanjutkan studinya ke Universitas Oxford. Ia membaca banyak hal dan ia amat terkesan oleh bapak-bapak gereja yang mula-mula dan buku-buku ibadah klasik. Dari Holy Living karangan Jeremy Taylor, Imitation of Christ karangan Thomas A. Kempis, dan Serious Call to a Holy Life karangan William Law, Wesley belajar bahwa kehidupan Kristen merupakan pengudusan dari keseluruhan manusia dalam kasihnya kepada Allah dan sesamanya.

Orang-orang ini, katanya, "meyakinkan saya tentang kemustahilan yang mutlak untuk menjadi setengah Kristen. Saya berketetapan, melalui kasih karunia-Nya, untuk menyerahkan hidup saya kepada Allah." Jadi, ia mempelajari seluruh kelemahannya dan mencari cara-cara untuk mengatasinya.

Pada tahun 1726 Wesley memperoleh beasiswa dari Lincoln College di Oxford. Hal ini bukan hanya memberinya kedudukan secara akademis di universitas, melainkan ia juga akan menerima penghasilan secara teratur. Dua tahun kemudian, ia ditahbiskan menjadi pendeta Anglikan dan kembali ke Epworth selama beberapa waktu untuk melayani sebagai asisten ayahnya.

Ketika mulai melakukan tugasnya kembali di Oxford, ia mendapati bahwa saudaranya Charles, yang gelisah melihat perkembangan deisme di kampus, telah mengumpulkan sekelompok mahasiswa yang bertekad untuk menjalani kehidupan Kristen yang benar dan serius. John terbukti menjadi pemimpin yang dibutuhkan mereka. Di bawah bimbingannya, mereka membuat rencana studi dan peraturan hidup yang menekankan masalah doa, pembacaan Alkitab, dan mengikuti Perjamuan Kudus secara teratur.

Para anggotanya merupakan orang-orang yang sangat rajin dan tidak mau tinggal diam. Mereka terus-menerus mencari bermacam-macam cara agar kehidupan mereka sesuai dengan pola hidup orang Kristen mula-mula. Mereka membantu orang miskin, dan mengunjungi para narapidana. Akan tetapi, Wesley mengakui bahwa ia kurang memiliki damai sejahtera seorang Kristen sejati.

Tidak lama kemudian, datang undangan dari Georgia. Seorang sahabatnya, Dr. John Burton, menyarankan agar John dan Charles melayani Tuhan di koloni baru yang dipimpin oleh Jenderal James Oglethorpe. Charles dapat menjadi sekretaris jenderal dan John menjadi pendeta tentara di koloni tersebut.

Kedua bersaudara itu berangkat dengan idealisme yang menggebu. Di Georgia, Wesley mendapati bahwa kehidupan orang-orang Amerika begitu buas. Di samping itu penghuni di koloni tersebut membenci cara hidupnya yang sangat rohani, penolakannya untuk memimpin upacara kematian seorang Nonkonformis dan larangan bagi wanita untuk memakai perhiasan dan gaun yang mahal harganya.

Rasa frustrasinya semakin berlipat ganda karena kisah cinta yang dijalinnya dengan Sophy Hopkey, seorang gadis berusia delapan belas tahun, keponakan hakim kepala Savannah, kandas di tengah jalan. Sophy akhirnya memutuskan hubungan dan melarikan diri kepada saingan Wesley. Wesley kemudian melarang mantan kekasihnya untuk mengikuti perjamuan kudus sehingga suaminya marah dan menggugat Wesley, sebab ia dianggap telah merusak karakter Sophy. Pengadilan berkenaan dengan masalah itu berjalan berlarut-larut. Setelah mendalami gangguan selama enam bulan, akhirnya ia kembali ke Inggris dan perjalanan misinya berakhir dengan kegagalan.

Dalam perjalanan pulang itulah Wesley kembali merenungkan seluruh pengalaman hidupnya. Ia menulis, "Aku datang ke Georgia untuk mempertobatkan orang-orang Indian, tetapi siapa yang akan mempertobatkan aku?"

Pertobatan John Wesley

Wesley mendarat di Inggris pada tanggal 1 Februari 1738 dalam keadaan terpukul dan tidak yakin akan imannya sendiri dan masa depannya. Pada waktu itulah ia mendengar bahwa di seluruh Inggris orang-orang sedang membicarakan khotbah-khotbah rekannya yang dahulu sekelas di Oxford, George Whitefield. Whitefield telah mengalami pertobatan yang dramatis dan telah berkhotbah tentang kelahiran baru kepada banyak orang.

Pada waktu itu Charles, saudara kandung John Wesley, sedang sakit. John dengan terburu-buru pergi ke rumah Charles, tetapi ia mendapatkan bahwa Peter Bohler, seorang anggota Gereja Moravia, telah tiba lebih dahulu. Dari pertemuannya dengan Bohler, ia mulai mengerti bahwa iman bukan hanya sekadar sebuah doktrin, melainkan suatu pengalaman memperoleh pengampunan dari Allah.

Tetapi Wesley bertanya, "Bagaimana iman dapat diberikan dalam sekejap mata?" Ia mendapatkan jawabannya beberapa hari kemudian.

Pada tanggal 20 Mei tahun 1738, Charles Wesley menerima kepastian penuh akan keselamatannya setelah membaca Tafsiran Kitab Galatia karangan Luther.

Kira-kira jam lima pagi hari berikutnya, John membuka 2 Petrus 1:4 dan membaca, "Dengan jalan itu Ia telah menganugerahkan kepada kita janji-janji yang berharga dan yang sangat besar, supaya olehnya kamu boleh mengambil bagian dalam kodrat ilahi."

Pada malam harinya ia diundang menghadiri suatu pertemuan perkumpulan Kristen di Jalan Aldersgate. Ia menulis, "Pada suatu sore, dengan rasa segan, saya pergi ke sebuah pertemuan di Jalan Aldersgate. Di pertemuan itu ada seseorang yang membacakan kata pengantar Luther untuk Kitab Roma. Sementara ia menjelaskan, suatu perubahan dari Allah terjadi dalam hati saya melalui iman kepada Kristus. Saya merasa bahwa saya benar-benar percaya kepada Kristus, hanya Kristus saja, untuk memperoleh keselamatan.

Hati saya terasa hangat sebab suatu jaminan diberikan kepada saya bahwa Ia telah menghapuskan semua dosa saya, dan menyelamatkan saya dari hukum dosa dan maut."

Demikian Wesley memperoleh jaminan yang tidak dimilikinya, suatu kehidupan yang akan membuatnya bertahan selama setengah abad dengan energi yang tiada duanya. Ia telah menemukan pesan hidupnya.

Dari Pesan kepada Metode

Pada musim panas berikutnya Wesley mengunjungi kelompok Moravia di pusatnya di Sakson. Ia ingin melihat sendiri kuasa seperti yang disaksikannya di atas kapal.

Ia bertemu dengan banyak orang yang memberikan teladan "jaminan sepenuhnya dari iman Kristen". Tetapi dengan cepat ia dapat melihat tanda-tanda pembenaran terhadap diri sendiri dalam diri mereka.

Tidak lama kemudian, Wesley dan kelompok Moravia berpisah. Meskipun begitu ia sempat mendapat banyak hal dari mereka, terutama akan hal pembenaran oleh iman dan sistem kelompok kecil mereka dalam membangun pertumbuhan rohani.

"Saya memandang seluruh dunia sebagai jemaat; beban saya ialah memberitakan kabar kesukaan dan keselamatan kepada setiap orang yang mau mendengarkannya." John Wesley
  1. Facebook
  2. Twitter
  3. WhatsApp
  4. Telegram

Beberapa waktu kemudian Wesley menerima undangan yang tidak terduga. George Whitefield telah mengikutinya sampai ke Georgia pada tahun 1738, tetapi kembali pada musim gugur tahun itu untuk ditahbiskan menjadi pendeta. Karena tidak puas dengan kesempatan yang diberikan kepadanya di mimbar, ia mulai berkhotbah di lapangan-lapangan terbuka di dekat Bristol kepada para pekerja tambang batu bara yang jarang berani memasuki gereja.

Suara Whitefield terang dan keras, dan kepiawaiannya dalam berkhotbah begitu menggerakkan hati pendengarnya sehingga ia dapat melihat "linangan air mata" mengalir dari pipi mereka yang hitam sementara mereka keluar dari lubang tambang. Ketika sejumlah besar pekerja tambang batu bara memohon belas kasihan Allah, Whitefield mendorong Wesley berkhotbah secara terbuka.

Wesley tahu bahwa ia tidak dapat dibandingkan dengan kepandaian Whitefield dalam berkhotbah. Whitefield berbicara sebagaimana layaknya seorang cendekiawan dan pria terhormat. Tetapi yang menjadi keraguannya ialah karena sebelumnya ia tidak pernah membayangkan bahwa ia harus berkhotbah di tempat terbuka. Mengenai hal itu ia menulis, "Karena sepanjang hidup saya begitu keras kepala menghubungkan segala sesuatu dengan kesopanan dan aturan, saya hampir-hampir berpikir bahwa menyelamatkan jiwa seseorang di luar gereja merupakan suatu dosa."

Sejak itu ia rajin mengadakan kebangunan rohani di mana-mana. Sepanjang sisa hidupnya ia berkhotbah kepada lebih dari 3.000 orang di tempat terbuka dan pertobatan selalu terjadi. Kebangunan rohani golongan Metodis telah dimulai.

Wesley memberitakan kabar Injil kepada orang miskin di mana pun orang mau menerimanya. Ia menulis, "Saya memandang seluruh dunia sebagai jemaat; beban saya ialah memberitakan kabar kesukaan dan keselamatan kepada setiap orang yang mau mendengarkannya."

Ia berkhotbah di penjara, di pemondokan kecil, dan di atas kapal. Pada sebuah amfiteater di Cornwall ia berkhotbah kepada 30.000 orang. Ketika ia tidak diizinkan masuk dan berkhotbah dalam gereja Epworth, ia berkhotbah kepada ratusan orang di halaman gereja sambil berdiri di atas makam ayahnya.

Dalam catatan hariannya tertanggal 28 Juni 1774, Wesley mengklaim bahwa sedikitnya ia telah mengadakan perjalanan sejauh 7.250 km setahun. Itu berarti sepanjang hidupnya ia telah mengadakan perjalanan sejauh 400.000 km, atau 10 kali keliling dunia. Sebagian besar perjalanannya dilakukan dengan naik kuda.

Wesley meninggal di London pada tanggal 2 Maret 1791. Usianya mendekati 88 tahun dan meninggalkan 79.000 pengikut di Inggris dan 40.000 di Amerika Utara.

Setelah kematiannya, golongan Metodis di Inggris mengikuti jejak saudara-saudaranya di Amerika Serikat dengan memisahkan diri dari gereja Anglikan.

Pengaruh Wesley dan kebangunan rohani yang diadakannya berdampak luas melewati batas-batas gereja Metodis. Wesley telah membawa pembaruan dalam kehidupan beragama di Inggris dan koloni-koloninya.

Sumber:

1. Majalah Sahabat Gembala Agustus/September 1991.

2. "Bagaimana Tokoh-Tokoh Kristen Bertemu dengan Kristus", James C. Hefley.

Diambil dari:
Nama majalah : Sahabat Gembala, November 2006
Judul artikel : John Wesley: Penginjil yang Takut Mati
Penulis : BS
Penerbit : Yayasan Kalam Hidup -- Gereja Kemah Injil Indonesia, Bandung
Halaman : 46 - 50
Sumber : e-JEMMi 39/2010