You are heree-JEMMi No. 02 Vol.17/2014 / George Lisle (1750 -- 1820): Misionaris Asing Baptis Pertama dari Amerika

George Lisle (1750 -- 1820): Misionaris Asing Baptis Pertama dari Amerika


George Lisle (kadang-kadang dieja Leile) adalah seorang Afrika-Amerika yang menjadi misionaris luar negeri pertama dari Gereja Baptis Amerika, dan mungkin, pendeta Baptis pertama yang membawa Injil ke negara asing. Lisle lahir sebagai budak sekitar tahun 1750 di Virginia. Dia dibebaskan oleh pemiliknya, seorang diaken Baptis bernama Henry Sharpe, supaya memberitakan Injil. Lisle dibaptis pada tahun 1775 dan ditahbiskan menjadi pendeta Baptis kulit hitam pertama di Amerika. Dia mendirikan sebuah gereja Baptis di Savannah, Georgia pada tahun 1777, yang bergabung dengan kelompok Baptis lain dan menjadi Gereja Baptis Afrika Savannah, Georgia.

Ketika Diaken Sharpe meninggal, Lisle pergi ke Jamaika, sebagian untuk menghindari perbudakan kembali oleh ahli waris keluarga Sharpe. Ia sempat bekerja sebagai buruh untuk membayar uang yang dipinjamnya untuk perjalanan ke Jamaika pada tahun 1782. Dua tahun setelah tiba di sana, ia mendirikan Gereja Baptis pertama di pulau itu dan akhirnya membaptis lebih dari 400 orang kulit hitam, baik orang merdeka maupun para budak. Ia juga mengirimkan permohonan yang mendesak kepada Gereja Baptis Inggris untuk mengirim misionaris-misionaris ke Jamaika. Emansipasi budak di Jamaika pada tanggal 31 Juli 1833 merupakan salah satu hasil dari pelayanan misionaris ini.

Pada tahun 1792, Lisle bergabung dalam perjalanan heroik ke "Province of Freedom" di Freetown, Sierra Leone, dan membantu merintis gereja Baptis di Pantai Barat Afrika. Salah satu aspek yang luar biasa dari pelayanan Lisle adalah bahwa ia, bersama dengan banyak orang Afrika Amerika lainnya, tidak menunggu Proklamasi Emansipasi untuk mengabarkan Injil ke seluruh dunia. George Lisle diyakini sebagai misionaris asing kulit hitam Amerika yang pertama. Bertahun-tahun sebelum Baptis Inggris mengirim misionaris pertama mereka ke Jamaika, dan setidaknya satu dekade sebelum William Carey pergi ke India, bahkan 30 tahun sebelum Adoniram Judson pergi ke Burma, Lisle memberitakan Injil di Kingston, Jamaika.

Dalam periode itu, kehidupan orang Afrika-Amerika terjadi di sekitar gereja masyarakat kulit hitam (Black Church), yang bukan hanya menjadi pusat ibadah, tetapi merupakan titik fokus dari semua kegiatan masyarakat -- baik sosial, bisnis, politik, bahkan pendidikan. Bagi masyarakat kulit hitam, gereja menjadi lembaga penting yang menjaga kelangsungan hidup masyarakat mereka. Asal usul, pertumbuhan, dan perkembangan gereja masyarakat kulit hitam di Era Revolusi berkaitan erat dengan gerakan pembebasan budak yang dilakukan para mantan budak. Pada aman itu, gereja menjadi wadah bagi para pemimpin pergerakan, tempat membangun lembaga publik dan berfungsi sebagai sebuah organisasi masyarakat. Dengan memahami sejarah gereja masyarakat kulit hitam, kita dapat memahami mengapa gereja selalu menjadi sesuatu yang penting bagi para perintis dan pengungsi kulit hitam ketika mereka pergi ke Kanada, dan kemudian ke Afrika. Memandang gereja sebagai organisasi komunal akan sangat membantu untuk memahami mengapa lembaga tersebut samapi hari ini tetap menjadi titik pusat kegiatan komunitas masyarakat Afrika-Amerika di AS.

Keberhasilan Lisle dalam memberitakan Injil kepada para budak dan orang merdeka di Kingston menghasilkan organisasi yang mewadahi gereja-gereja Baptis, yang sebagai hasilnya melahirkan Gerakan Baptis di pulau itu. The Jamaica Baptist Union, nama organisasi itu, kemudian menyatukan kelompok orang percaya yang bersemangat sehingga mereka semakin bertumbuh di pertengahan tahun 1800-an.

"Di jurang yang penuh jerat, terancam jiwaku...." Sepenggal lirik himne "Amazing Grace" ini seakan menggambarkan penganiayaan dan perjuangan awal orang Kristen Baptis di Jamaika yang sebagian besar adalah budak. Oleh karena itu, Moses Baker, seorang mantan budak yang pada saat itu juga menjadi seorang pendeta (ia bertobat melalui pelayanan Lisle) mengirim surat kepada Baptist Missionary Society di London supaya mereka mau membantu pekerjaan Allah di Jamaika. Misionaris-misionaris Baptis dari Inggris datang ke Jamaika pada awal abad ke-19 dan mulai mendirikan gereja-gereja dan sekolah-sekolah di seluruh pulau itu. Para misionaris itu melakukan pekerjaan yang luar biasa, terutama untuk menjadi yang terdepan dalam mendesak Parlemen Inggris untuk menghapuskan perbudakan. Akan tetapi, semangat mula-mula itu tidak berlanjut. Pada awal abad ke-20, "gerakan 'higher criticism'" (sebuah cabang kritik sastra yang meneliti asal usul teks kuno, termasuk Alkitab, -red.) mulai mengembuskan napas dinginnya ke sekolah-sekolah teologi. Kehidupan rohani di gereja-gereja pun mulai melemah, dan seperti gulma yang menyebar dan mengisap habis nutrisi dari sebidang tanah, demikianlah pengajaran-pengajaran yang sesat mulai mengambil alih gereja.

Sampai kematiannya pada tahun 1820, Lisle memelopori misi lintas budaya. Dan, meskipun ia mungkin tidak dikenal atau dikenang dalam sejarah gereja, Pdt. George Lisle, seorang pendeta yang tidak pernah mengenyam pendidikan teologi formal dan yang harus mengalami ketidakadilan perbudakan, telah merintis sebuah jalan yang di kemudian hari memberi bentuk kepada pelayanan misi luar negeri dan lintas budaya Amerika, perintisan gereja, serta upaya kontekstualisasi Injil selama berpuluh-puluh tahun setelah kematiannya. (t/Jing Jing)

Diterjemahkan dan disunting dari:

Nama situs : Faith2share
Alamat URL : http://www.faith2share.net/Mission/GeorgeLisle/tabid/284/language/en-GB/Default.aspx
Judul asli artikel : George Lisle
Penulis artikel : Tidak dicantumkan
Tanggal akses : 22 November 2013