5. ALKITAB DI DALAM HATI MEREKA
(Polandia, abad ke-20)
Matahari sudah mulai terbenam pada saat seorang pria dengan
susah payah berjalan kaki lewat lorong yang becek menuju Desa
Gersang.
Wah, jelek sekali jalan-jalan di daerah Polandia Timur ini,
katanya pada dirinya sendiri. Kalau aku tidak bertekad untuk membawa
Alkitab kepada orang-orang yang belum mempunyainya, pasti aku tidak
mau bepergian ke daerah yang terpencil seperti ini!
Memang pria itu sudah biasa berjalan di jalan-jalan desa
yang jelek. Umumnya ia tidak mengomel. Tetapi sudah bekerja keras
sepanjang hari, kadang-kadang ia merasa sedikit jengkel.
Tenaganya hampir terkuras habis ketika lampu-lampu nampak
berkedip-kedip pada jendela-jendela di Desa Gersang. Pada saat pria
itu berjalan semakin dekat, anjing-anjing menggonggongi dia. Tetapi
pria itu sudah biasa menghadapi anjing-anjing penjaga; seandainya
tidak, pasti sudah berkali-kali ia diserang.
Ia mengetuk pintu rumah pertama yang didatanginya. Seorang
pria muncul dipintu; tiga orang anak mengintip dari belakang
punggungnya.
"Selamat sore." sapa tuan rumah itu. "Silakan masuk; sudah
mulai dingin di luar."
"Selamat sore." Tetapi pria yang mengetuk pintu itu tidak
segera masuk. "Pak, aku mencari tempat menginap. Aku bersedia
membayar, juga untuk makananku. Dan aku pun menjual sebuah Buku yang
berisi cerita-cerita yang paling indah di seluruh dunia."
Dengan tenang ia menunggu keputusan tuan rumah; ia tidak mau
memaksa orang itu menerimanya. Tetapi biasanya, begitu orang
memandang wajahnya, saat itu juga mereka merasa bahwa ia seorang yang
dapat dipercaya.
"Bagaimana, Marya?" tanya tuan rumah itu kepada istrinya.
Istrinya melangkah maju dan memperhatikan wajah pria yang
masih berdiri di luar itu. "Nanti malam pasti dingin sekali," katanya.
"Kami punya cukup makanan di sini dan cukup tempat tidur juga." Lalu
ia kembali ke tungku perapian agar dapat mengurus masakannya.
Maka pintu itu dibukakan lebih lebar. "Silakan masuk!"
kata tuan rumah. "Kenalkan, namaku Antoni Kowalski."
"Dan aku, Karl Olsen, penjual Alkitab," jawab tamu itu seraya
berjabat tangan. "Di samping menjual, aku pun suka menyampaikan
cerita di tempat aku menginap."
Ketiga anak itu berdiri di sekeliling Karl Olsen pada saat ia
duduk di dekat tungku perapian. Si Marya Kecil adalah anak sulung;
namanya sama dengan nama ibunya. Ia Tersenyum tersipu-sipu. "Cerita,
Pak?" bujuknya.
Ayahnya tertawa. "Si Marya tidak puas-puasnya mendengar
cerita. Biarkan tamu kita memanaskan tangannya dulu, Nak!"
Tidak lama kemudian Karl Olsen sudah merasa hangat dan
nyaman. Maka dibukanya bungkusannya dan dikeluarkannya sebuah
Alkitab. "Nah, ini dia, Buku yang paling berharga di seluruh dunia.
Kalian mau aku bacakan sebuah cerita, ya? Bagaimana kalau cerita ini,
yang pernah dibawakan oleh Tuhan Yesus sendiri?"
Karl membuka Alkitabnya pada perumpamaan orang Samaria yang
murah hati. "Kalian bagaikan orang Samaria terhadap diriku," katanya.
"Dengan murah hati kalian sudah menerima aku, sehingga aku tidak
kedinginan, dan aku selamat dari bahaya binatang buas yang mengintai
dalam kegelapan malam."
Tibalah waktu makan malam. Karl makan dengan lahapnya.
Makanan itu sangat sederhana, tetapi disuguhkan dalam keadaan panas
dan diberi bumbu menurut seleranya.
Sesudah makan, Karl Olsen mulai bercerita lagi. Pak Antoni
dan Ibu Marya duduk sambil mendengarkan, bersama dengan si Marya
Kecil dan si Yan dan si Zosia. Yang dibacakan ialah cerita-cerita
tentang Yusuf, tentang Daud, tentang Raja Salomo yang membangun Bait
Allah yang indah, tentang Nabi Daniel yang dijebloskan ke dalam gua
singa.
Sebelum ia menyampaikan tiap cerita baru, Karl membuka
Alkitab pada pasalnya yang tepat. Smbil bercerita ia pun menyisipkan
di sana sini dengan susunan kata persis seperti yang tertera di
halaman Alkitab.
Si Marya Kecil menarik napas panjang pada saat Karl Olsen
menutub Alkitab. "Papa, beli Buku itu, ya? Supaya setiap malam Papa
dapat membacakan isinya," bujuknya. "Papa satu-satunya orang di Desa
Gersang yang dapat membaca," ia menjelaskan dengan bagga kepada tamu
itu.
Ayahnya mengerutkan dahinya. "Kita ini orang miskin, Nak.
Tidak mampu membeli buku," katanya.
Suara Karl Olsen lirih pada saat ia mengatakan: "Mereka yang
tidak mempunyai Buku ini memang miskin. Tetapi bagi mereka yang
mempunyainya, Buku ini lebih berharga daripada banyak harta."
"Papa! Papa! Beli, ya, Papa!" si Marya terus membujuk.
Akhirnya Antoni Kowalski membeli sebuah Alkitab, meski untuk
orang seperti dia harganya terhitung cukup mahal. Ia meletakkan Buku
itu di tempat yang terhormat di dalam rumahnya.
Selama dua hari Karl Olsen tetap menginap pada keluarga
Kowakski. Ia berkenalan dengan penduduk lain di desa itu. Tetapi
tidak ada seorang pun, di antara mereka yang mau membeli Alkitab.
Kitab-kitab Perjanjian Baru, bahkan Kitab-Kitab Injil yang
kecil-kecil tidak ada satu pun yang laku.
Karl kecewa. Tadinya ia berbesar hati karena pada malam yang
pertama itu ia sudah menemui sebuah keluarga yang rela membeli
Alkitab lengkap. Harapannya semula ialah, pasti ada juga orang-orang
lain di Desa Gersang yang mau membeli.
Pada hari yang ketiga, Karl Olsen berangkat menuju desa-desa
lain. Sambil berjalan kaki melewati lorong yang becek, ia terus
berpikir: Ah! Biarlah cuma sebuah Alkitab saja yang laku di Desa
Gersang. Tadinya tidak ada Firman Allah sama sekali di sini. Siapa
yang tahu apa yang akan terjadi?
Kemudian datanglah musim salju di Polandia Timur. Matahari
terbenam agak awal; kawanan serigala melolong di dalam kegelapan
malam. Semua orang harus tetap tinggal di rumah.
Pada malam-malam seperti itu Antoni Kowalski biasa membuka
Alkitabnya serta membacakan cerita-cerita yang sudah diberi tanda
oleh Karl Olsen. Ia pun membacakan ajaran-ajaran Tuhan Yesus, menurut
daftar penunjuk ayat yang ditinggalkan oleh penjual Alkitab itu.
Selama saat-saat pembacaan itu, Ibu Marya dengan si Marya
Kecil serta Yan dan Zosia suka duduk mendengarkan. Kemudian mereka
memperbincangkan apa yang sudah mereka dengar.
Kadang-kadang ada juga tetangga yang turut mendengarkan.
Seraya mengambil Alkitabnya, Pak Antoni suka mengatakan: "Coba
dengarkan apa yang sudah kutemukan di dalam Buku ini. Dengarkan
baik-baik, dan berilah tanggapan."
Lalu ia akan membacakan dengan suara keras, sedangkan
tetangga-tetangannya duduk termenung. Kemudian mereka memberi
tanggapan dan memperbincangkan arti ayat-ayat tadi. Percakapan itu
selalu berkisar pada hal-hal yang patut mereka terapkan dalam hidup
mereka.
"Mengapa aku harus mengampuni musuhku?" tanya seorang
tetangga. "Apakah Buku ini bermaksud, aku harus membantu seseorang
memotong kayu, padahal ia sudah mencuri sebagian dari panen
gandumku? Wah, tidak masuk akal!"
Pak antoni menggelengkan kepalanya. "Siapa tahu? Memang ini
ajaran yang aneh." Lalu ia pun membuka sebuah ayat yang lain lagi.
"Nah, ini: `Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat
kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka.'''
Si Marya Kecil dan Yan ikut mendengarkan ayah mereka bertukar
pikiran dengan tetangga-tetanggnya. Mereka saling berpandangan.
Memang mereka tidak selalu memperlakukan teman-teman sepermainan
mereka seperti mereka kehendaki supaya teman-teman itu memperlakukan
mereka!
Sulit mengatakan secara persis, kapan dan bagaimana perbuahan
ajaib itu mulai terjadi. "Seumpama ragi yang diadukan ke dalam tepung
sampai khamir seluruhnya", demikian kata-kata Tuhan Yesus tentang
Firman Allah yang berkerja dengan tidak kentara dalam hati manusia.
Demikianlah halnya di Desa Gersang. Ajaran-ajaran Alkitab
mulai mengubah cara hidup Antoni Kowalski serta keluarganya dan
tetangga-tetangganya. Desa Gersang mulai bersemi secara rohani,
dengan pikiran dan perbuatan yang bersifat murah hati.
Pada suatu hari Pak Antoni dan Ibu Marya mengaku percaya
kepada Tuhan Yesus dengan terang-terangan. Tak ketinggalan juga si
Marya Kecil dan Yan. Zosia, si bungsu, masih terlalu kecil untuk
menjadi anggota gereja, namun ia pun mengasihi Tuhan Yesus sebagai
Temannya yang terbaik.
Lambat laun orang-orang lain di desa itu juga memihak Tuhan
Yesus dan menggabungkan diri dengan umat Kristen. Pada suatu hari Pak
Antoni dan Ibu Marya mulai menghitung: "Seratus sembilan puluh
delapan, . . . seratus sembilan puluh sembilan, . . . dua ratus.
Sudah ada dua ratus orang Kristen!" kata mereka. "Alangkah baiknya
jika Karl Olsen dapat diberitahu, betapa besarnya perubahan di desa
ini sebagai hal dari Alkitab yang pernah dijualnya!"
Nah, justru fakta itu yang mulai mencemaskan hati kedua ratus
orang Kristen baru di Desa Gersang: Alkitab yang mereka miliki itu
hanya ada satu.
Mengapa kita juga tidak membelinya waktu Karl Olsen ada di
sini dulu?" kata mereka dengan wajah sedih. "Bagaimana kalau Kitab
Suci itu dicuri orang? Bagaimana kalau rumahmu kebakaran, Antoni?"
"Aku sudah tahu sebagian dari Alkitab di luar kepala," kata
si Marya Kecil. "Aku sudah hafal cerita tentang Tuhan Yesus bersama
kanak-kanak itu, dan juga Mazmur pasal 100."
"Dan aku pun sudah tahu di luar kepala cerita orang Samaria
yang murah hati," kata si Yan dengan bangga. "Aku dapat menghafalkan
seluruh cerita itu, tanpa kekeliruan sedikit pun."
Ibu Marya tidak mau ketinggalan. "Hatiku sarat dengan
ayat-ayat yang pendek yang telah kauhafa," katanya. "Tetapi satu
pasal semuanya? Wah, aku belum sanggup!"
Perkataan ibu Marya itu menimbulkan gagasan baru. "Kita harus
menghafal selurh Alkitab!" demikianlah keputusan kedua ratus orang
Kriten itu. "Tiap bagian yang indah, tiap bagian yang penting, harus
dapat diucapkan di luar kepala."
Maka mereka membuat rencana bersama-sama. Mula-mula mereka
mendaftarkan semua ayat dan pasal kesayangan mereka masing-masing,
serta ajaran-ajaran Alkitab yang mereka anggap paling indah dan
paling penting. Lalu setiap orang diberi tugas hafalan. Anak-anak
kecil menghafal ayat-ayat pendek saja. Anak-anak yang lebih besar
ditugasi menghafal cerita dan perumpamaan serta mazmur yang tidak
terlalu sulit untuk diingat. Orang-orang dewasa ditunjuk untuk
menghafal bagian-bagian Alkitab yang paling rumit. Dengan rajin dan
tekun mereka mulai menunaikan tugas mereka masing-masing.
Kadang-kadang mereka berkumpul di rumah keluarga Kowalski.
Seseorang akan mulai mengucapkan apa yang sudah dihafalkannya,
misalnya dari Kitab Injil Lukas, pasal yang pertama. Orang tadi akan
terus menghafal sejauh bagiannya. Lalu orang yang berikutnya akan
berdiri dan meneruskan tugas hafalannya. Pak Antoni memegang Alkitab
di tangannya, agar ia dapat memperhatikan tiap kata yang diucapkan
itu persis dengan yang tertulis di dalam Firman Tuhan.
Setiap malam hari selama musim salju itu, tidak lagi terasa
waktunya lewat dengan amat panjang. Setiap oramg Kristen di Desa
Gersang memanfaatkan waktunya dengan menghafalkan Alkitab. Banyak
sekali bagian Firman Allah yang sudah dapat diucapkan di luar kepala
setelah musim salju itu lewat!
Selama musim semi dan musim panas dan musim rontok, mereka
semua sibuk mengusahakan gandum dan memotong kayu dan mengerjakan
tugas-tugas yang lain. Tetapi setiap musim salju selama tahun-tahun
yang berikutnya, mereka terus menambah perbendaharaan ayat dan pasal
hafalan mereka . . . .
Matahari sudah terbenam pada saat Karl Olsen dengan susah
payah berjalan kaki lewat lorong yang becek menuju Desa Gersang lagi.
Dulu aku pernah mampir di desa yang terpecil ini, demikianlah
pikirnya. Waktu itu cuma sebuah Alkitab saja yang laku. Aku
menjualnya kepada tuan rumah di sini . . . eh, siapa namanya?
Tenaganya hampir terkuras habis ketika lampu-lampu nampak
berkedip-kedip pada jendela-jendela di Desa Gersang. Ia mengetuk
pintu rumah pertama yang di datanginya. Dalam hati ia bertanya-tanya,
apakah keluarga yang dulu itu masih tinggal di situ, dan apakah
ketiga anak mereka masih sehat-sehat saja.
Seorang gadis remaja membukakan pintu. Ia tertegun sejenak,
lalu berlari ke dalam sambil memanggil ibunya: "Mama! Mama! Pak Karl
Olsen datang kembali! Pak Karl Olsen!"
Seluruh keluarga Kowalski keluar dan menyambut tamu mereka
dengan penuh sukacita: Pak Antoni, Ibu Marya, Yan, Zosia, dan "si
Marya Kecil", yang sekarang lebih tinggi daripada ibunya. Kabar
kedatangan Karl Olsen itu dengan cepat-cepat disampaikan ke
rumah-rumah tetangga, dan mereka pun menyambut dia dengan girang.
Karl haren sekali. Mengapa mereka semua menyongsong dia
dengan seramah itu? Mengapa mereka masih mengingat namanya selama
bertahun-tahun itu?
Sedikit demi sedikit ia mendengar ceritanya. Pak Antoni
mengeluarkan Alkitabnya, yang sudah hampir usang karena sudah terlalu
sering dibuka-buka. Ibu Marya bercerita tentang dua ratus penduduk
Desa Gersang yang sudah menjadi pengikut Tuhan Yesus. Teman dan
tetangga mereka sering memotong percakapannya dengan berita-berita
yang lain, . . . tetapi tidak seorang pun yang bercerita tentang
tugas hafalan mereka. Rupanya mereka merasa itu urusan mereka
sendiri, yang mungkin tidak begitu menarik untuk diceritakan kepada
orang lain.
Keesokan harinya, dengan senang hati penduduk Desa Gersang
berkumpul untuk berbakti bersama-sama dengan Karl Olsen. Dalam
kebaktian itu, Karl bertanya: Adakah seseorang di sini yang dapat
mengucapkan ayat kesayangannya?"
Semua orang terdiam. Lalu Antoni Kowalski bertanya, "Ayat
kesayangannya, Pak? Ataukah pasal kesayangannya?"
Karl Olsen kaget. "Pasal! Adakah di sini seseorang yang sudah
menghafal kseluruhan dari satu pasal di dalam Alkitab?"
Lalu mereka bercerita kepadanya tentang kecemasan mereka dulu:
Jangan-jangan Alkitab satu-satunya milik mereka itu hilang! Mereka
menjelaskan bagaimana mereka membagi-bagi tugas hafalan. "Hampir
seluruh Alkitab itu telah kami hafalkan," kata mereka dengan bangga.
"Dan kami sedang berusaha menghafalkan sisanya."
Yan adalah orang pertama yang berdiri dan mulai mengucapkan
ayat-ayat di luar kepala. Lalu Zosia, dan Marya, dan semua anak yang
lain, ayat demi ayat, pasal demi pasal. Kaum dewasa pun mengucapkan
beberapa ayat dan pasal kesayangan mereka.
Seminggu lamanya Karl Olsen menetap bersama-sama dengan
orang-orang Kristen di Desa Gersang. Desa itu jauh sekali dari tempat
tinggal orang-orang Kristen yang lain; banyak sekali pertanyaan
mereka tentang saudara-saudara seiman mereka yang belum pernah mereka
lihat! Dan mereka pun membeli Alkitab, Kitab Perjanjian Baru, dan
Kitab-Kitab Injil sampai persediaan yang dibawa karl Olsen itu habis
semuanya.
"Kami sudah mempunyai Alkitab di dalam hati kami," kata
mereka. "Akan tetapi kami masing-masing hanya mempunyai sebagian
saja. Padahal kami masing-masing memerlukan Firman Allah yang
lengkap."
Semalam sebelum Karl Olsen hendak berangkat lagi dari Desa
Gersang, ia berbaring di tempat tidurnya. Demikianlah renungan
hatinya: Sungguh Firman Allah bekerja di dalam hati orang-orang di
sini. Dari hanya satu Alkitab saja, . . . lihatlah hasilnya!
TAMAT