47. PERNIKAHAN YANG TIDAK PERNAH TERJADI
(Amerika Serikat, Meksiko, Kolombia, 1940 - 1965)
Marianna Slocum sudah tahu bagaimana cara kehidupan di kota.
Bukankah gadis Amerika itu telah dibesarkan di kota besar
Philadelphia? Bukankah ayahnya seorang dosen dan penulis buku
kesarjanaan yang cukup terkenal di bidangnya? Bukankah si Marianna
sudah terbiasa dengan rumah yang nyaman, buku dan majalah, bahkan
segala sesuatu yang lazim bila merasakan enaknya hidup di kota besar?
Namun pada musim panas tahun 1940, si Marianna sedang sibuk
belajar bagaimana tidur di tenda. Ia pun sedang belajar bagaimana
mencari dan menyiapkan makanannya sendiri, bagaimana mempertahankan
hidupnya di tengah-tengah hutan rimba.
Sejak tahun ketiga masa kuliahnya, Marianna Slocum sudah
merasakan panggilan Tuhan untuk menjadi seorang penerjemah Alkitab
bagi suku terasing. Ia ingin melayani suku yang masih biadab, suku
yang belum mempunyai bahasa yang tertulis. Untuk dapat mencapai
cita-citanya itu, tentu saja si Marianna harus tahu bagaimana cara
hidup di tempat yang jauh dari kota. Itulah sebabnya pada musim panas
tahun 1940 ia memasuki suatu perkemahan khusus sebagai pusat
pelatihan para calon penerjemah Alkitab.
Di antara kaum muda Kristen yang sedang mengikuti latihan
yang cukup berat itu, ada juga seorang pemuda Kristen bernama Bill
Bentley. Mulailah terjalin persahabatan yang akrab antara si Bill dan
Marianna Slocum.
Apakah itu kebetulan saja bahwa kedua penerjemah muda
ditugaskan di negara yang sama, yakni Meksiko, negara tetangga
Amerika Serikat di sebelah selatan? Bukan hanya itu saja: Marianna
harus mendekati suku Indian Chol, yang daerah pemukimannya hanya
sejauh satu hari perjalanan kaki dari daerah pemukiman suku India
Tzeeltal, yang harus didekati oleh Bill.
Pada bulan Februari 1941, kedua hamba Tuhan yang masih muda
itu bertunangan. Dan menjelang pertengahan tahun itu juga, mereka pun
pulang dulu ke Amerika Serikat agar dapat mempersiapkan pernikahan
mereka.
Akan tetapi, . . . pernikahan itu tidak pernah terjadi. Pada
tanggal 23 Agustus 1941, hanya berselang enam hari sebelum tanggal
pernikahannya, Bill Bentley dengan tenang meninggal sewaktu tidur.
Menurut pemeriksaan para dokter kemudian, ada kelainan pada
jantungnya suatu kelemahan fisik yang tak terduga sebelumnya.
Calon suami Marianna Slocum itu sudah tidak ada lagi. Namun
panggilan Tuhan masih tetap ada. Maka seorang diri Marianna kembali
ke negeri Meksiko. Tetapi ia tidak kembali ke tempat tinggalnya yang
dahulu: Ia telah mendapat persetujuan atasannya, agar diperbolehkan
pindah tugas ke suku Indian Tzeltal, untuk meneruskan pekerjaan Bill
yang belum selesai itu.
Di daerah pemukiman suku Tzeltal itu, ada sebuah perkebunan
kopi milik orang Jerman. Di sana Marianna menyewa kamar yang dulu
ditempati Bill. Tidak lama kemudian, ada seorang pemudi lain yang
datang menemani dia dalam tugas terjemahannya itu.
Sulit sekali mendekati suku Indian Tzeltal! Pergaulan mereka
dengan orang Barat telah merusak adat mereka. Banyak di antara mereka
yang bermabuk-mabukan; banyak juga yang suka berkelahi saja. Dan
cukup jelas, mereka semua sangat membenci kedua pemudi yang telah
datang dari Amerika Serikat dan tinggal di tengah-tengah mereka.
Teman sekerja Marianna itu tidak tahan lama; ia pulang saja.
Kemudian ada pembantu lain lagi yang datang, tetapi ia pun tidak
tahan lama. Baru pada tahun 1947 Marianna Slocum mendapat seorang
rekan sepanggilan yang rela menemani di dalam jangka waktu panjang.
Utusan Injil itu adalah seorang juru rawat bernama Florence Gerdel.
Anehnya, kedatangan Florence ke Meksiko itu dengan maksud hanya
menolong untuk sementara saja. Tetapi ternyata ia tetap bekerja sama
dengan Marianna selama dua puluh tahun lebih.
Banyak halangan yang harus dihadapi oleh kedua wanita
pemberani itu! Pemabukan, pengotoran lingkungan hidup, takhayul,
kuasa gelap yang bekerja melalui para dukun ini semua menyulitkan
usaha Florence untuk meningkatkan taraf kesehatan suku Tzeltal. Dan
setiap hari Marianna harus bergumul berjam-jam lamannya, bekerja
keras untuk dapat membedakan bunyi-bunyi yang diucapkan oleh
orang-orang Indian itu. Ia pun harus bekerja keras untuk menyusun
bunyi-bunyi itu menjadi suatu bahasa yang tertulis.
Ternyata suku Indian Tzeltal itu mempunyai lebih dari satu
bahasa. Marianna megambil keputusan untuk menyoroti dulu bahasa
Oxchuc. Sedikit demi sedikit ia berhasil mengalihkan Kitab Perjanjian
Baru ke dalam bahasa itu.
Hampir tujuh tahun setelah usaha penginjilan itu dimulai,
barulah ada seorang suku Indian Tzeltal Oxchuc yang rela mengaku
percaya kepada Tuhan Yesus di depan umum. Dia itu putra seorang
dukun. Banyak penganiayaan yang diterimanya! Namun ia tetap memberi
kesaksian tentang imannya yang baru itu. Dan lambat laun ada lagi
orang-orang Indian yang menjadi percaya.
Jumlah umat Kristen di antara suku Tzeltal itu meningkat
menjadi puluhan orang, lalu ratusan orang, kemudian ribuan orang.
Minggu demi minggu mereka setia datang ke tempat-tempat ibadah--walau
di tengah-tengah musim hujan, walau harus mengarungi sungai yang
sedang banjir sekalipun.
Tanggal 6 Agustus 1956 adalah suatu hari yang amat bahagia
bagi Marianna Slocum, Florence Gerdel, dan semua orang Kristen suku
Tzeltal. Di langit nan biru nampaklah sebuah pesawat terbang kecil
berwarna kuning. Pesawat kecil itu memuat barang yang sangat
berharga: Sejumlah Kitab Perjanjian Baru yang sudah dicetak dalam
bahasa Tzeltal Oxchuc. Setelah diadakan kebaktian pengucapan syukur,
ratusan orang Indian antri untuk membeli Firman Allah dalam bahasa
mereka sendiri.
Di samping Perjanjian Baru dalam bahasa Oxchuc, Marianna juga
sudah menerjemahkan cerita-cerita yang paling penting dari perjanjian
Lama, lagu-lagu rohani, dan buku-buku petunjuk pemberantasan buta
huruf. Rasanya tugas Bill yang tidak sempat dikerjakannya dulu itu
sudah selesai. Teman Marianna, Florence, juga sempat melatih beberapa
orang setempat untuk meneruskan pelayanan medis itu.
Itulah sebabnya pada bulan April tahun 1957, Marianna Slocum
dan Florence Gerdel menaiki sebuah pesawat terbang yang kecil. Tidak
lama kemudian, setelah mendarat lagi, mereka harus berjalan kaki
melalui hutan rimba selama enam jam. Barulah mereka tiba di tempat
mereka akan mulai lagi dari nol di tengah-tengah suku terasing lain.
Namun ternyata kali ini tugas Marianna tidak seberat tugasnya
yang pertama. Orang-orang Indian di tempat tinggalnya yang baru itu
masih termasuk suku Tzeltal, walaupun mereka berbicara dengan bahasa
yang berbeda. Pengalaman Marianna dalam menguasai bahasa Oxchuc itu
sangat menolong usahanya untuk menguasai bahasa Bachajon.
Dulu, Marianna menghabiskan 16 tahun untuk menerjemahkan
seluruh Perjanjian Baru ke dalam bahasa Oxchuc. Tetapi ia hanya
menghabiskan separo waktu itu untuk menerjemahkan Perjanjian Baru
dalam suatu bahasa yang semulanya belum tertulis.
Marianna dan Florence rajin bersaksi bagi Tuhan Yesus selama
delapan tahun mereka tinggal di antara suku Indian Tzeltal Bachajon
itu. Berkat kerja keras mereka, sudah ada sebanyak empat puluh jemaat di
desa-desa suku Indian itu. Jadi, ada banyak orang Indian yang antri
untuk membeli Kitab Perjanjian Baru dalam bahasa mereka sendiri.
Pada hari yang menggembirakan itu, ada satu pertanyaan yang
sering terdengar dari para orang Kristen suku Indian:
"Berapa harganya Alkitab yang baru itu?"
Secara harfiah, jawabannya ialah: "Tujuh belas setengah peso
uang Meksiko." Namun pembayaran sekian itu hanyalah sebagian kecil
harga yang harus dibayar oleh Marianna Slocum agar terwujud Firman
Tuhan dalam bahasa Bachajon: Rasa kesepian, sakit-penyakit, cara
hidup yang amat primitif, tinggal jauh dari keluarga dia rela
mengalami semuanya demi suku-suku terasing, supaya mereka dapat
mendengar Berita Baik tentang Tuhan Yesus.
Dan bukan hanya itu saja: Sekali lagi, rupa-rupanya tugas
Marianna dan Florence di antara suku Indian Tzeltal Bachajon itu
sudah selesai. Jadi, mereka berdua meninggalkan negeri Meksiko dan
mulai lagi dari nol di tempat pemukiman suku terasing lain di daerah
pegunungan negeri Kolombia.
TAMAT