45. HANYA BEBERAPA HALAMAN SAJA
(Seluruh dunia, sepanjang abad)
Setiap orang di seluruh dunia memerlukan Alkitab, dalam
bentuk dan bahasa yang dapat diterimanya. Akan tetapi, . . .
bagaimana jika hanya ada beberapa halaman Alkitab yang jatuh ke dalam
tangan seseorang? Apakah cukup saya hanya beberapa halaman saja,
untuk membimbing seseorang kepada Tuhan Yesus Kristus?
Cukup. Bahkan kadang-kadang cukup hanya dengan beberapa
perkataan saja, . . . asal orang yang mendapatkannya itu sungguh
rindu mencari sisa dari Firman Allah, serta rindu mencari orang yang
sanggup menjelaskan maknanya. Misalnya:
Di India seorang penumpang kereta api pernah diberi sebuah
buku kecil. Sesudah membacanya sana-sini, sadarlah dia bahwa buku
kecil itu adalah Kitab Injil Yohanes. Orang India itu sangat membenci
agama Kristen serta Kitab Suci kaum Kristen. Jadi, ia menyobek-nyobek
Kitab Injil kecil itu dan melemparkan sisanya keluar jendela gerbong
kereta api.
Beberapa kuli sedang memperbaiki rel kereta api. Salah
seorang di antara mereka itu membungkuk dan memungut secarik kertas
di pinggir rel. Kertas itu sangat kecil, hanya memuat dua kata saja.
Namun kata itu dicetak dalam bahasa yang dapat dibaca oleh kuli tadi:
"Roti Hidup."
Ia amat terkesan. Berkali-kali ia mengucapkan kedua kata itu
dengan keras: "Roti Hidup. Roti Hidup. Roti Hidup." Lalu dalam hati
ia pun meneruskan: Persis itulah yang kuperlukan. Dari manakah aku
dapat memperolehnya?
Pada waktu kuli itu masih bertanya-tanya, ada orang lain yang
memperingatkan dia: "Istilah `Roti Hidup' itu kedengarannya dari
Kitab Suci kaum Kristen. Awas, nanti kamu tersesat olehnya!"
Tetapi kuli itu tidak berhenti mencari tahu, apa arti "Roti
Hidup." Akhirnya ia menemui sekelompok kecil orang Kristen. Dan ia
pun sempat bertemu dengan Tuhan Yesus Kristus, "Roti Hidup" itu . . .
Di Jepang pernah ada seorang remaja berumur 14 tahun yang
melarikan diri dari kampung halamannya ke ibu kota, Tokyo.
Perbuatannya yang nekat itu, tujuannya bukan untuk petualangan
melainkan untuk pendidikan. Untung, seorang kepala sekolah menampung
dan mengarahkan anak remaja itu. Ia diberi pekerjaan pada sebuah
bengkel percetakan, dan diizinkan masuk kelas-kelas khusus pada malam
hari.
Sebagian karyawan itu wataknya tidak baik. Mereka mendorong
anak laki-laki itu untuk merokok dan mencicipi minuman keras. Bahkan
mereka mengajak dia ikut ke rumah pelacuran, pada hari setelah
pembayaran upah yang akan datang.
Untung, sebelum hari pembayaran upah tiba, ada kejadian yang
tak terduga. Di dekat pintu gerbang bengkel percetakan itu beralir
sebuah sungai. Pada suatu hari, di seberang sungai itu berkumpul
serombongan kaum muda yang mulai bernyanyi dan berbicara kepada
orang-orang yang lewat di jalan.
Anak remaja tadi merasa tertarik. Ia menyeberang jembatan dan
mendekati kelompok kaum muda tadi. Belum pernah ia mendengar hal-hal
yang mereka ceritakan; ia sama sekali tidak dapat memahaminya.
Pada waktu rombongan kaum muda itu hendak pergi lagi, setiap
pendengar mereka diberikan sehelai surat selebaran. Di sampul depan
kertas kecil yang dilipat itu ada sebuah gambar. Bulan purnama yang
sedang bersinar di waktu malam, dan dua ekor singa sedang mengaum.
Dibawah gambar itu tertera dua kalimat ini:
"Sadarlah dan berjaga-jagalah! Lawanmu, si Iblis, berjalan
keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang
dapat ditelannya."
Anak remaja itu sama sekali tidak tahu bahwa ia sedang
membaca 1Petrus 5:8. Ia tidak tahu menahu tentang Alkitab. Bahkan
sebelumnya ia belum pernah mendengar tentang adanya orang Kristen.
Namun kutipan ayat itu tidak terlepas dari ingatannya. Berkali-kali
ia membacanya, sambil melihat-lihat gambar singa itu.
Anak remaja itu mulai berkenalan dengan kelompok kaum muda
yang telah mengadakan kebaktian di luar dekat jembatan sungai. Ia
memperoleh sebuah Kitab Perjanjian Baru dan mulai membacanya. Pada
Kitab yang pertama, pasal yang kedua, ayat yang kedua, ia menemukan
anak kalimat ini: "Raja orang Yahudi." Remaja itu tahunya hanya
seorang raja saja, yaitu sang kaisar Jepang. Ketika ia bertanya
tentang "Raja orang Yahudi" itu, ia diberitahu bahwa maksudnya, Raja
secara rohani, bukan raja duniawi.
Baru pertama kali remaja itu menyadari bahwa ada kawasan
rohani, di samping kawasan duniawi. Makin lama makin rindu dia untuk
mengetahui lebih banyak tentang kawasan rohani itu. . . .
Ternyata anak remaja Jepang yang kisah nyatanya diceritakan
di sini, kemudian menjadi salah seorang pemimpin Bala
Keselamatan bukan hanya di tanah airnya saja, melainkan di seluruh
benua Asia!
Dulu pernah ada sebuah negara di mana umat beragama diajar
supaya menjauhi Alkitab, karena Alkitab itu dianggap buku yang tidak
baik untuk dibaca orang biasa. Di negara itu ada seorang rakyat
miskin bernama Turribio yang sedang mengorek-ngorek di tempat sampah.
Ia menemukan beberapa halaman dari sebuah buku. Ia membawa pulang
halaman-halaman yang kotor itu, dan mulai membacanya. Ternyata ada
banyak cerita yang sangat menarik tentang Tuhan Yesus Kristus, yang
sebelumnya belum pernah didengarnya.
Pada suatu hari, ketika Turribio sedang naik kereta api, ia
bertemu dengan seorang kawan lama. Kawannya itu dengan semangat
berkata, "Biarlah saya bercerita tentang apa yang sudah terjadi atas
diri saya! Dulu saya ini seorang pemabuk, Saudara tahu sendiri.
Tetapi sekarang saya telah bertemu dengan Tuhan Yesus Kristus, dan
segala sesuatu berubahlah."
"Dari manakah Saudara mendengar tentang Tuhan Yesus Kristus
itu?" tanya Turribio.
"O, dari membaca Alkitab," jawab temannya. "Di dalam Alkitab
itu saya menemukan kebenaran yang sudah lama dicari."
Turribio mengerutkan dahinya. "Bukankah Alkitab itu sebuah
buku yang terlarang?" ia mengingatkan temannya. "Nanti Saudara
tersesat bila membacanya."
Sebagai jawabannya, teman itu membuka kopernya, mengeluarkan
sebuah Alkitab, dan mulai membacakannya. "Coba dengarkan, Turribio,
adakah di sini sesuatu yang tidak benar?" tanyanya.
"O, itu bukan Alkitab," kata Turribio, kaget. "Kedengarannya
itu sama seperti beberapa halaman dari sebuah buku yang baru-baru ini
saya baca." Lalu ia pun membuka keranjangnya dan mengeluarkan
beberapa halaman yang dipeliharanya baik-baik.
Mereka membandingkan halaman-halaman milik Turribio dengan
Alkitab milik temannya itu. Ternyata isinya sama, bahkan susunan
pasal dan ayatnya pun sama.
"Wah, memang sama!" Turribio mengaku. "Coba bayangkan, . . .
selama ini saya membaca Alkitab, padahal saya belum menyadarinya."
Temannya itu terus menjelaskan makna Firman Tuhan. Dan
sebelum kereta api tiba di tempat tujuan mereka, Turribio juga sudah
percaya kepada Tuhan Yesus Kristus . . . .
Sayang sekali jika Firman Tuhan memang ada, namun tidak ada
orang yang dapat menjelaskan maknanya! Pada permulaan abad ke-19,
beberapa utusan Injil memasuki sebuah daerah pedesaan dekat kota
Dhaka (kini ibu kota negara Bangladesh). Mereka merasa agak heran,
karena di desa-desa orang Benggala itu tidak ada patung-patung para
dewa, seperti lazimnya di tempat-tempat lain.
"Betul, Tuan-Tuan, kami sudah meninggalkan agama nenek moyang
kami," penduduk desa itu menjelaskan. "Kami mempunyai sebuah Buku
yang memberi petunjuk tentang agama yang lebih baik. Namun sayang,
kami tidak begitu mengerti makna Buku itu."
Lalu mereka membuka sebuah kotak yang terbuat dari kayu. Di
dalamnya tersimpan baik-baik sebuah Kitab Perjanjian Baru dalam
bahasa Bangla, hasil terjemahan William Carey. (Lihat pasal 4 dalam
buku ini.) Entah bagaimana, Kitab Suci itu sampai ke daerah pedesaan
yang terpencil. Dan selama 17 tahun, penduduk desa-desa itu menunggu
dengan sabar sampai datang orang-orang yang dapat menjelaskan
maknanya. . . .
Sekali lagi di Negeri Sakura, ada seorang gadis kecil di desa
pegunungan. Waktu pulang sekolah, gadis Jepang itu hampir menginjak
sebuah buku kecil. Buku itu kotor, sobek; namun sesudah dipungut,
ternyata isinya sangat bagus.
Malam itu, ketika gadis tadi sedang membaca buku kecilnya di
rumah, ia mendengar bapak dan ibunya membicarakan tetangga mereka,
Ibu Ayako.
"Sayang, sejak suaminya meninggal, Ibu Ayako sedih sekali,"
kata sang ayah.
"Ya, betul," jawab sang ibu. "Ia mencari penghiburan ke
mana-mana ke kelenteng, ke kuil, ke candi. Namun ia tetap sedih."
Si gadis mendapat akal. Keesokan harinya ia menghadiahkan
buku kecil yang telah ditemukannya di jalanan desa itu kepada
tetangganya, Ibu Ayako. "Mungkin ibu suka membacanya," kata gadis
itu. "isinya bagus. Ada cerita-cerita yang sangat menarik,
tentang seorang Guru yang suka menolong orang-orang yang bersedih
hati."
Ibu Ayako mengucapkan terima kasih seraya menerima buku kecil
itu. Mulailah dia membacanya. memang benar, bagus sekali! Ia rindu
agar dapat lebih banyak mengerti tentang Guru yang baik hati itu.
Namun tidak seorang pun di desa pegunungan itu yang dapat menjawab
pertanyaan-pertanyaan Ibu Ayako tentang lesu Kirisuto.
Pada suatu hari Ibu Ayako pergi ke sebuah desa lain dengan
mengikuti jalan setapak, untuk menjual beberapa butir telur di pasar.
Di tengah-tengah keramaian pasar itu, berdirilah seorang bapak yang
sedang berbicara kepada orang banyak. Dan yang sangat mengherankan,
ia pun menyebutkan nama Guru yang baik hati itu: "lesu Kirisuto."
Bila bapak itu selesai berbicara, Ibu Ayako mendekati dia.
Bertubi-tubi ia mengajukan pertanyaan. Lalu ia pun mengajak: "Maukah
Bapak datang ke desa saya, di daerah pegunungan? Di sana tidak ada
seorang pun yang tahu tentang lesu Kirisuto kecuali saya dan seorang
gadis kecil!"
Ternyata bapak itu seorang penjual Alkitab. Tentu saja ia
senang datang ke desa pegunungan itu. Beberapa bulan kemudian, di
sana cukup banyak orang yang sudah percaya kepada lesu Kirisuto,
sehingga mereka dapat mengorganisasikan sebuah gereja kecil. Dan
semuanya itu terjadi, karena ada suatu salinan Kitab Injil Lukas yang
pernah terinjak-injak di jalanan!
TAMAT