Polycarp

(Sebuah Contoh Kasih dan Kesetiaan Tuhan)

"Jangan takut terhadap apa yang harus engkau derita! Sesungguhnya Iblis akan melemparkan beberapa orang dari antaramu ke dalam penjara supaya kamu dicobai dan kamu akan beroleh kesusahan selama sepuluh hari. Hendaklah engkau setia sampai mati, dan Aku akan mengaruniakan kepadamu mahkota kehidupan." (Wahyu 2:10).

Ayat ini menyingkapkan pesan Yesus yang ingin disampaikan kepada para pemimpin dan jemaat di Smirna untuk menunjukkan kepada gereja ini bahwa mereka akan mengalami penganiayaan hebat, namun diperintahkan untuk tetap berdiri teguh pada janji-janji Tuhan.

Pada tahun 168 Masehi, seseorang bernama Polycarp menjadi martir. Polycarp merupakan pemimpin gereja di Smirna dan salah satu murid dari rasul Kristus terakhir, Yohanes. Ia belajar di bawah bimbingan Rasul Yohanes dan lainnya yang telah mengenal Yesus secara pribadi. Jika kita melihat kejadian menjelang kematian Polycarp, kita dapat melihat sebuah contoh kasih dan kesetiaan Tuhan kepada umat-Nya. Tuhan menggunakan Polycarp untuk mendemonstrasikan kasih-Nya kepada jiwa-jiwa tersesat.

Gereja Smirna terasa damai dalam pemerintahan Kaisar Antonius Pius (138 -- 161), tetapi penganiayaan meningkat di sekitar Smirna. Ketika dua belas orang Kristen dimangsakan pada singa, orang-orang menuntut agar Polycarp ditangkap. Mereka menyatakan bahwa Polycarp adalah bapaknya orang Kristen, pemusnah para ilah, mengajar orang-orang untuk tidak memersembahkan korban atau mengadakan pemujaan.

Saat Polycarp mengetahui bahwa para penganiayanya bersiap-siap menahannya, sahabat-sahabatnya menyembunyikan dirinya di sebuah desa. Namun usaha mereka gagal, para tentara Roma menemukan Polycarp. Polycarp menyambut penangkapnya dengan hangat dan menawarkan mereka makanan. Saat mereka makan, ia minta waktu satu jam untuk berdoa sebelum mereka membawanya untuk dieksekusi. Ia berdoa dengan penuh kesungguhan hati dengan harapan para tentara Roma tesebut tidak membawanya pergi.

Namun, akhirnya ia dibawa dengan keledai menuju kota ke hadapan Komandan Militer Roma. Tuhan begitu setia kepada Polycarp saat ia berjalan menuju tempat eksekusi. Kehadiran Roh Kudus nyata dalam penderitaan Polycarp. Saat ia memasuki amphitheater, ia mendengar suara dari langit berkata, "Kuatlah, o, Polycarp! Beranilah dalam pengakuanmu dan dalam penderitaan yang menantimu." Sekalipun kekacauan melanda Polycarp, suara Tuhan terdengar jelas sebagai kata-kata yang menguatkan.

Komandan berusaha membujuk Polycrap untuk menyangkal imannya. "Hargailah usiamu yang tua. Bersumpahlah demi ketuhanan kaisar. Bertobatlah dan katakanlah, `Persetan dengan orang-orang ateis.`" (Orang-orang Kristen disebut ateis karena mereka menolak mengakui kaisar sebagai Tuhan). Dengan serius, Polycarp menuding kerumunan orang tak percaya dan berkata, "Persetan dengan para ateis!" Komandan mendesaknya, "Caci makilah Kristus."

Para pejabat juga memberinya kesempatan terakhir untuk meyangkal Tuhan, tetapi jawabnya, "Saya sudah melayani Tuhan Yesus Kristus selama delapan puluh enam tahun, dan Ia tidak pernah menyakiti saya. Bagaimana saya dapat mengingkari Raja saya, Raja yang menjaga saya dari segala hal yang jahat sampai sekarang dan menebus saya dalam kesetiaan-Nya?"

Akhirnya Polycarp diikat pada sebuah tonggak kayu. Sebelum pengeksekusi meyalakan api, ia menaikkan doa terakhir. Setelah itu kobaran api segera mengelilingnya. Namun Polycap tidak terbakar. Sebagai usaha terakhir, si pengeksekusi menusukkan pedang ke jantung Polycarp, hal ini menyebabkan banyak darahnya tertumpah, darah tersebut memadamkan api yang sedang berkobar.

Kematian Polycarp menunjukkan kepada kita bagaimana Tuhan senantiasa memberikan kemurahan bagi mereka yang berada di tengah-tengah penganiayaan, bahkan berada dalam kematian. Hal tersebut menunjukkan bahwa saat penganiayaan ada di mana-mana, kasih dan kesetiaan-Nya tetap mengikat kita.

Diambil dan disunting seperlunya dari:

Judul buku : Batu-batu Tersembunyi
Judul artikel : Polycarp
Penulis : Jonathan Cederberg
Penerbit : Kasih Dalam Perbuatan, Surabaya 2005
Halaman : 15 -- 18

e-JEMMi 31/2008