Supremasi Tuhan Dalam Misi Melalui Doa

KITA TIDAK AKAN MENGETAHUI UNTUK APA DOA ITU SAMPAI KITA MENGETAHUI BAHWA HIDUP ADALAH PEPERANGAN

Hidup adalah peperangan. Memang tidak sepenuhnya, tapi selalu seperti itu. Penyebab utama lemahnya doa kita adalah sikap acuh kita terhadap kebenaran ini.

Doa merupakan sarana komunikasi utama selama masa perang bagi misi gereja karena melaluinya kita dapat melawan kuasa kegelapan dan ketidakpercayaan. Tidak heran kalau doa tidak berfungsi ketika kita berusaha menjadikannya interkom lokal untuk memanggil Ia yang ada di atas agar memberikan kenyamanan dalam hidup kita. Tuhan sudah memberikan doa sebagai sarana komunikasi semasa perang agar kita dapat memanggil pimpinan bila kita memerlukan sesuatu, selama kerajaan Kristus berkembang di dunia ini. Doa menjelaskan pentingnya kekuatan garis depan dan memuliakan Tuhan sebagai seorang Penyedia yang Mahakuasa. Ia yang memberikan kekuatan akan dimuliakan. Jadi, doa menjaga supremasi Tuhan dalam misi, sekaligus juga menghubungkan kita dengan anugerah yang tak terbatas untuk semua yang kita butuhkan.

HIDUP ADALAH PEPERANGAN

Ketika Paulus sampai pada akhir hidupnya, dalam 2 Timotius 4:7 ia mengatakan, "Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman." Dalam 1 Timotius 6:12 ia berkata pada Timotius, "Bertandinglah dalam pertandingan iman yang benar dan rebutlah hidup yang kekal. Untuk itulah engkau telah dipanggil." Bagi Paulus, hidup adalah peperangan. Ya, ia juga menggunakan gambaran lain -- tanah, peserta pertandingan, keluarga, bangunan, gembala, dll. Paulus mencintai kedamaian. Namun, peperangan terlihat jelas karena salah satu senjata yang dipakai adalah Injil damai sejahtera (Efesus 6:15)! Ia memang seseorang yang memiliki sukacita berlimpah. Namun, sukacita ini biasanya adalah "sukacita dalam kesesakan" saat misi peperangan (Roma 5:3; 12:12; 2 Korintus 6:10; Filipi 2:17; Kolose 1:24; bandingkan 1 Petrus 1:6; 4:13).

Hidup adalah peperangan karena pemeliharaan iman dan perebutan hidup kekal adalah perjuangan yang tak putus-putusnya. Paulus menjelaskannya dalam 1 Tesalonika 3:5, bahwa Iblis berusaha menghancurkan iman kita. "Aku telah mengirim dia, supaya aku tahu tentang imanmu, karena aku khawatir kalau-kalau kamu telah dicobai oleh si penggoda dan kalau-kalau usaha kami menjadi sia-sia." Iblis menyerang iman orang-orang Kristen di Tesalonika, tujuannya adalah untuk membuat pekerjaan Paulus di sana menjadi sia-sia -- kosong dan hancur.

Paulus percaya bahwa orang-orang yang terpilih memperoleh perlindungan kekal ("dan mereka yang dibenarkan-Nya, mereka itu juga dimuliakan-Nya," Roma 8:30). Namun, orang-orang yang beroleh perlindungan kekal adalah mereka yang "meneguhkan panggilan dan pemilihan mereka" dengan "bertanding dalam pertandingan iman yang benar dan merebut hidup yang kekal" (2 Petrus 1:10; 1 Timotius 6:12). Yesus berkata, "Orang yang bertahan sampai pada kesudahannya akan diselamatkan." Dan Iblis selalu berusaha untuk menghancurkan iman kita.

Kata "berjuang" dalam 1 Timotius (kata "agonize", `menderita` berasal dari kata "agonizesthai") sering kali digunakan untuk menggambarkan kehidupan Kristen. Yesus berkata, "Berjuanglah untuk masuk melalui pintu yang sesak itu! Sebab Aku berkata kepadamu: Banyak orang akan berusaha untuk masuk, tetapi tidak akan dapat" (Lukas 13:24). Ibrani 4:11 mengatakan, "Karena itu baiklah kita berusaha untuk masuk ke dalam perhentian itu, supaya jangan seorang pun jatuh karena mengikuti contoh ketidaktaatan itu juga." Paulus mengibaratkan kehidupan Kristen seperti sebuah pertandingan dan berkata, "Tiap-tiap orang yang turut mengambil bagian dalam pertandingan, menguasai dirinya dalam segala hal. Mereka berbuat demikian untuk memperoleh suatu mahkota yang fana, tetapi kita untuk memperoleh suatu mahkota yang abadi" (1 Korintus 9:25). Ia menggambarkan pelayanan pengabaran dan pengajarannya seperti berikut, "Itulah yang kuusahakan dan kupergumulkan dengan segala tenaga sesuai dengan kuasa-Nya, yang bekerja dengan kuat di dalam aku" (Kolose 1:29). Ia juga menyatakan bahwa doa adalah bagian dari pergumulan ini, "Epafras, ia seorang dari antaramu, hamba Kristus Yesus, yang selalu bergumul dalam doanya untuk kamu" (Kolose 4:12). "Bergumullah bersama-sama dengan aku dalam doa kepada Allah untuk aku" (Roma 15:30). Kata yang sama selalu muncul: berjuang.

Terkadang Paulus menjelaskan dengan istilah perjuangan yang lain, berkaitan dengan hidupnya yang penuh perjuangan. Ia mengatakan, "Sebab itu aku tidak berlari tanpa tujuan dan aku bukan petinju yang sembarangan saja memukul. Tetapi aku melatih tubuhku dan menguasainya seluruhnya, supaya sesudah memberitakan Injil kepada orang lain, jangan aku sendiri ditolak" (1 Korintus 9:26-27). Ia berlomba, bertanding, dan berjuang melawan dirinya sendiri. Sehubungan dengan pelayanannya, ia mengatakan, "Memang kami masih hidup di dunia, tetapi kami tidak berjuang secara duniawi, karena senjata kami dalam perjuangan bukanlah senjata duniawi, melainkan senjata yang diperlengkapi dengan kuasa Allah, yang sanggup untuk meruntuhkan benteng-benteng. Kami mematahkan setiap siasat orang dan merubuhkan setiap kubu yang dibangun oleh keangkuhan manusia untuk menentang pengenalan akan Allah. Kami menawan segala pikiran dan menaklukkannya kepada Kristus" (2 Korintus 10:3-5).

Paulus mendorong Timotius untuk memandang keseluruhan pelayanannya sebagai suatu peperangan. "Tugas ini kuberikan kepadamu, Timotius anakku, sesuai dengan apa yang telah dinubuatkan tentang dirimu, supaya dikuatkan oleh nubuat itu engkau memperjuangkan perjuangan yang baik" (1 Timotius 1:18). "Seorang prajurit yang sedang berjuang tidak memusingkan dirinya dengan soal-soal penghidupannya" (2 Timotius 2:4). Dengan kata lain, misi dan pelayanan adalah peperangan.

Barangkali perikop yang paling dikenal mengenai peperangan dalam hidup sehari-hari terdapat dalam Efesus 6:12-18, di mana Paulus membuat daftar "seluruh perlengkapan senjata Allah". Jangan lupakan arti keseluruhannya. Pengertian sederhana tentang perikop ini ialah bahwa hidup adalah peperangan. Paulus mengartikan hal ini dengan sederhana, lalu memberitahu kita bahwa jenis peperangannya "bukanlah melawan darah dan daging, tetapi melawan pemerintah-pemerintah, melawan penguasa-penguasa, melawan penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara. Sebab itu, ambillah seluruh perlengkapan senjata Allah" (ay. 12-13).

Seluruh berkat yang berharga dalam hidup, yang tidak kita sangka sekalipun, ternyata dapat digunakan dalam peperangan. Jika kita mengetahui kebenaran, gunakanlah sebagai ikat pinggang. Jika kita memiliki keadilan, pasanglah sebagai baju zirah. Jika kita bersukacita karena Injil damai sejahtera, jadikanlah sebagai kasut. Jika kita bersandar pada janji-janji Tuhan, iman harus dikencangkan sebagai perisai untuk melindungi kita dari panah berapi. Jika kita bersukacita karena keselamatan kita, gunakanlah keselamatan itu sebagai ketopong. Dan jika kita mencintai firman Tuhan karena lebih manis daripada madu, gunakan firman Tuhan itu sebagai pedang. Sebenarnya, setiap berkat yang biasa diterima dalam hidup kristiani dimaksudkan untuk digunakan dalam peperangan. Hidup tidak terbagi menjadi dua, berperang dan tidak berperang. Hidup (seluruhnya) adalah peperangan.(t/Lanny)

Bahan diterjemahkan dari sumber:

Judul buku : Let The Nations Be Glad! (The Supremacy of God in Missions)
Judul artikel asli : The Supremacy of God in Missions Through Prayer
Penulis : John Piper
Penerbit : Baker Books, Amerika, 1996
Hal : 41 -- 44

e-JEMMi 08/2007