Membuka Mata Hati Masyarakat Pedalaman

Tahun 1980, N (nama samaran) adalah seorang gadis muda yang baru lulus dari sekolah Alkitab. Saat ia sedang memikirkan ke arah mana Tuhan hendak memanggilnya secara khusus, ia mendengar kabar tentang banyaknya orang di Indonesia yang tidak bisa mempelajari Firman Tuhan karena mereka tidak bisa berbahasa Indonesia. Untuk memastikan fakta ini, bersama seorang rekan perempuannya, N pergi ke daerah W di salah satu pedalaman di Indonesia untuk melihat situasi.

Ternyata benar. Sebagian besar dari masyarakat setempat tidak bisa berbahasa Indonesia. Kebetulan ada seorang ibu yang bisa berbahasa Indonesia karena suaminya adalah guru yang pernah di tempatkan di Kota M (salah satu kota di daerah W). Ibu ini lalu diutus oleh masyarakat W untuk bicara kepada N dan rekannya.

"Orang-orang minta saya untuk bertanya pada Nona berdua karena biasanya yang datang kemari adalah laki-laki dan mereka umumnya pegawai pemerintah. Karena itu kami heran sekali, mengapa kalian datang ke sini?" kata ibu itu.

"Kami ke sini karena kami ingin belajar bahasa W!" jawab N terus terang.

"Oh, mengapa bahasa W? mengapa tidak bahasa Inggris atau bahasa Belanda saja yang lebih berguna?" tanya ibu ini keheranan.

"Sebab kami ingin menerjemahkan Firman Tuhan ke dalam bahasa W," jawab N.

Pada waktu itu, air muka sang ibu yang tadinya penuh dengan tanda tanya langsung berubah. Air matanya mengalir dan ia pun berkata "Kami sudah lama berdoa untuk hal ini. Di sini memang ada gereja yang memakai bahasa Indonesia, tapi setelah keluar dari gereja, kami tidak bisa membaca Alkitab. Bukan karena tidak mau, tapi karena tidak mengerti. Kebetulan suami saya guru, jadi dia bisa membaca Alkitab bahasa Indonesia, tapi dia harus selalu menerjemahkannya ke dalam bahasa W. Jadi, kami berdoa agar pada suatu hari kami bisa punya Firman Tuhan dalam bahasa kami," ujar ibu itu dengan bersemangat.

Setelah peristiwa itu, N diyakinkan bahwa Tuhan memanggilnya untuk menerjemahkan Alkitab ke dalam bahasa-bahasa daerah di Indonesia. "Sejak itu saya mulai bertemu dengan para penerjemah lain dan saya mendengarkan cerita serupa."

"Di daerah suku A di Provinsi P, misalnya, ada seorang ibu yang terkaget-kaget waktu membaca 1 Yohanes 1:9 dalam bahasa sukunya. Ayat itu menyatakan: Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan.

"Ibu ini yakin ia tidak pernah mendengar ayat ini. Padahal, pendeta dari gereja sang ibu mengatakan bahwa ayat ini sering dibacakan dalam acara pengakuan dosa. Ternyata ibu ini memang bisa bahasa Indonesia dengan kosa kata yang dipakai dalam percakapan sehari-hari saja, sehingga ia tidak mengerti arti kata `dosa`, `pengampunan`, `setia`, dan `adil`. Barulah setelah Firman itu diterjemahkan ke dalam bahasa sukunya, ia dapat sungguh-sungguh mengerti arti dari kata-kata tersebut. Ibu ini, suaminya, dan kedelapan orang anaknya sekarang selalu membaca Firman Tuhan setiap malam dan iman mereka pun bertumbuh," cerita N panjang lebar.

N percaya kebenaran Firman Tuhan dapat mengubah hidup seseorang dan orang yang diubahkan itu akan membawa perubahan di dalam masyarakat. Karena itu, lebih dari 10 tahun sejak kejadian di kota W tersebut, bersama suaminya, N memimpin sekitar 30 orang staf yang sebagian di antaranya adalah penerjemah, untuk menerjemahkan Firman Tuhan ke dalam berbagai bahasa daerah di Indonesia lewat payung lembaga `Kartidaya` (Wycliffe Bible Translator Indonesia).

MEMBUTUHKAN BANYAK SDM

Mengingat di Indonesia ada lebih dari 700 bahasa daerah, N mengakui ada banyak sekali hal yang perlu dikerjakan karena masih minimnya sumber daya manusia yang tesedia. "Sekarang kami baru memiliki 6 tim untuk melayani 8 proyek bahasa di berbagai provinsi yang ada di Indonesia. Dan kami bukan cuma butuh penerjemah tapi juga tenaga dari berbagai bidang lain. Saat ini, misalnya, kami sedang mencari orang yang menguasai ilmu komputer karena proyek-proyek penerjemahan dapat dipercepat berkali-kali lipat dengan bantuan teknologi komputer.

Selama ini orang berpikir mereka yang jadi penerjemah haruslah lulusan fakultas sastra. Tapi sebetulnya mereka yang dari fakultas teknik atau latar belakang pendidikan apa pun juga bisa dipakai Tuhan untuk menjadi penerjemah Alkitab. Yang penting, mereka yang mau mengikuti panggilan Tuhan sebagai penerjemah bahasa Alkitab akan dilatih agar bisa menganalisa bahasa.

Selain menerjemahkan, kami juga memiliki pelayanan literasi (pengajaran baca tulis) yang tugasnya mengajari orang-orang untuk dapat membaca dan juga pelayanan pemberdayaan masyarakat. Jadi, memang dibutuhkan orang dari berbagai bidang. Biasanya sebelum menerjemahkan Alkitab, seorang penerjemah terlebih dahulu menerjemahkan buku-buku praktis yang dibutuhkan masyarakat (seperti misalnya buku kesehatan, pertanian, perikanan), dan cerita-cerita pendek dari Alkitab seperi kisah Musa, Yakub, dan kehidupan Yesus. Baru setelah itu mereka masuk ke tahapan berikutnya dengan menerjemahkan Perjanjian Baru. Jika tidak ada hambatan, sebuah program penerjemahan Alkitab (PL & PB) akan selesai 10-15 tahun.

Untuk menghindari duplikasi, Kartidaya kini bergabung dengan forum `Bible Agency`, yang merupakan forum kerjasama antara berbagai lembaga penerjemahan Alkitab di Indonesia. Dengan begitu, Kartidaya bisa saling bertukar informasi sehingga bisa saling mendukung jika ada proyek penerjemahan yang sudah dilakukan oleh lembaga lain.

Masih banyak orang di Indonesia yang butuh kebenaran Firman Tuhan. Anda juga bisa ikut berperan untuk membuka mata hati mereka dengan kemampuan Anda.

Bahan diedit dari sumber:

Judul Majalah: getLIFE! Edisi 16/2005
Judul Artikel Asli: Kartidaya: Membuka Mata Hati Masyarakat Pedalaman
Penerbit: Yayasan Pelita Indonesia
Halaman: 14 - 16

e-JEMMi 11/2006