Bagaimana Bermisi?

Ada dua bagian terkait dengan pertanyaan ini. PERTAMA, bagaimana supaya jemaat lokal dirasuki semangat misi? KEDUA, bagaimana supaya jemaat lokal yang bersemangat misi dapat melaksanakan peranannya dalam penginjilan lintas budaya?

  1. Melalui pendidikan misi dalam jemaat

    Perjanjian Lausanne menyatakan, "Penginjilan dunia menuntut segenap gereja menyebarkan Injil seutuhnya ke seluruh dunia." Pemahaman kita atas pernyataan itu, berdasarkan Alkitab, ialah bahwa segenap jemaat harus terlibat dalam misi pemberitaan firman. `Jemaat ialah insan- insan misionaris dari Kerajaan Allah` (Arthur Glasser, Crucial Issues in Mission Tomorrow, redaksi Donald A. McGavran, hlm. 47). `Jemaat tidak mengatur misi seperti mengatur kegiatan-kegiatannya yang lain ... jemaat ialah insan-insan misionaris -- kalau tidak, maka ia tidaklah jemaat` (John Bright, Kingdom of God, hlm. 217- 218).

    Ketika saya memulai tugas kependetaan di Richmond Town Methodist Church, Tuhan memberikan tugas kepada saya untuk menjadikan jemaat itu bersemangat misi. Tapi saya kebingungan dan dicekam keprihatinan menghadapi kenyataan bahwa hanya segelintir saja dari anggota jemaat itu yang mau terlibat dalam program misi. Sedangkan yang lain -- dengan jumlah yang sangat besar dan rajin mengikuti kebaktian Minggu -- hanya menonton. Saya hampir putus asa untuk menggerakkan semua anggota jemaat itu terlibat dalam misi. Akan tetapi, Tuhan menunjukkan kepada saya kebijaksanaan yang meyakinkan untuk mencapai tujuan itu. Apabila anggota yang jumlahnya sangat kecil itu dibina menjadi tim yang giat dan bertumbuh, maka anggotanya akan bertambah dari tahun ke tahun. Itulah kebijaksanaan yang tepat untuk mencapai tujuan itu ... dan memang demikianlah yang terjadi.

  2. Pengajaran

    Tugas kita bersama ialah mengarahkan segenap anggota jemaat untuk berpartisipasi dalam misi Tuhan. Hal ini bukanlah masalah struktural, melainkan spiritual. `Masalah misi adalah masalah pribadi... hanya orang-orang rohani, dan jemaat di mana orang-orang rohani berpengaruh, dapat dan tepat mengemban perintah Kristus` (Andrew Murray, Key to the Missionary Problem, hlm. 8,10). Dalam buku itu, Andrew Murray membahas bagaimana pada abad 19 gerakan kebangkitan Church Missionary Society, yakni ujung tombak misi Gereja Inggris, erat berkaitan dengan kebangunan hidup kerohanian. Murray berkata, `Satu-satunya cara untuk menumbuhkan dan menggalakkan semangat misi yang benar, giat, mendalam, dan rohani, bukanlah berupaya sendiri mencapai hal itu, melainkan menuntut orang-orang percaya makin terpisah seutuhnya dari dunia ini, dan kepada pengabdian mutlak beserta segenap milik mereka bagi Tuhan dan pelayanan-Nya .... Mendahulukan pendalaman hidup kerohanian, maka semangat pengabdian misi dengan sendirinya akan menyusul` (Andrew Murray, Key to the Missionary Problem, hlm 74,86).

    Rahasia pendalaman hidup kerohanian dalam jemaat lokal ialah pengurapan Roh Kudus atas pelayanan Firman Allah. Jemaat wajib mengadakan pembinaan melalui pengajaran dan khotbah untuk mengarahkan setiap anggota jemaat supaya mengabdikan diri sepenuhnya kepada Tuhan guna menggenapi maksud-Nya. Tanggung jawab misi setiap orang percaya harus jelas terbit dari Firman Allah. Karena itu, pembinaan yang berkesinambungan bagi seluruh anggota jemaat tentang tanggung jawab misi adalah sangat vital. Khotbah sekali setahun tentang misi atau sekali-kali mengundang beberapa misionaris kemudian memaparkan kegiatan mereka tidaklah cukup. Sebelum Paulus dan Barnabas diberangkatkan sebagai utusan jemaat Antiokhia, dalam jemaat itu telah berlangsung pelayanan khotbah dan ajaran yang diurapi Roh Kudus. Perhatikanlah `beberapa nabi dan pengajar` dalam Kisah Para Rasul 13:1.

    1. Pendeta
      Pendeta mempunyai peranan utama dalam program pendidikan misionaris di jemaat lokal ... Ia memimpin dan melayaninya. `Kepadanya dipercayakan tantangan istimewa dan tanggung jawab untuk menanggulangi masalah pencarian, pembinaan, pendanaan, dan pengutusan tenaga misionaris .... Bahkan, pendeta jemaat kecil sekalipun diberi kuasa membuat dampak peranannya dapat dirasakan di seluruh dunia. Tidak seorang pun pendeta layak memangku jabatannya, jika ia tidak memasrahkan dirinya dirasuki oleh Amanat Agung Kristus, menimba daya nalar dan semangat dari Amanat Agung itu guna mengabarkan Injil ke seluruh dunia` (Andrew Murray, Key to the Missionary Problem, hlm. 11-12).

      Seorang pendeta harus meyakini keempat prinsip berikut:

      1. Misi adalah tujuan utama jemaat.

      2. Membimbing dan melengkapi jemaat untuk mengemban misi adalah tugas utama pendeta.

      3. Tujuan utama pemberitaan Firman kepada jemaat ialah melatih dan memampukan jemaat melaksanakan peranannya dalam kegiatan misi.

      4. Dalam kaitan ini tujuan utama setiap pendeta ialah mencakapkan diri untuk tugas ini (Andrew Murray, Key to the Missionary Problem, hlm. 138).

    2. Komisi-komisi
      Pada kebanyakan jemaat lokal ada beberapa komisi tersendiri, antara lain komisi anak, pemuda, wanita, dan pria. Melalui komisi-komisi inilah anggota jemaat dari berbagai kelompok usia dapat disadarkan akan tanggung jawab misinya dan dilatih untuk melayani. Komisi- komisi ini bisa terus-menerus menjadi sumber tenaga trampil yang penuh pengabdian untuk pelayanan misi. Tapi sayang, pada kebanyakan jemaat komisi-komisi ini merana, terombang-ambing tanpa arah, tanpa rencana kerja dan kepemimpinan.

    3. Usaha-usaha khusus
      Di samping program pelayanan rutin tersebut tadi, jemaat lokal wajib mengadakan konferensi tentang misi, setidak-tidaknya sekali setahun. Dalam kesempatan itu diberikan ajaran yang gamblang tentang misi sesuai amanat Alkitab. Tema khotbah tentang misi dapat disajikan pada kebaktian Minggu sebulan sekali atau tiga bulan sekali. Atau, menyelenggarakan seminar-seminar dengan topik khusus tentang misi, mengundang tokoh-tokoh misionaris dan pemimpin-pemimpin badan misi.

  3. Inspirasi

    Jemaat di Antiokhia adalah jemaat misioner teladan. Jemaat itu terkendali dan bersemangat karena dipacu oleh para nabi dan para pengajar (Kisah Para Rasul 13:1). Dan yang terpenting lagi, jemaat itu beribadah, berpuasa, dan berdoa (Kisah Para Rasul 13:2,3). Jemaat duniawi yang tidak menyangkali diri, atau tidak mengabdi sepenuhnya kepada Tuhan, mustahil memberi perhatian yang sungguh- sungguh terhadap misi.

    1. Doa
      Jemaat lokal harus belajar dan berlatih terlibat dalam pelayanan misi melalui doa syafaat. Jemaat wajib mendoakan kebutuhan orang- orang yang tersesat, orang-orang yang belum pernah mendengar Injil, dan para misionaris yang bekerja di antara mereka. Jemaat harus tahu cara mengkomunikasikan Injil, sehingga si komunikan tergerak membuat keputusan sendiri untuk menerima Injil. Berpuasa dan berdoa senantiasa adalah persiapan yang baik bagi keterlibatan dalam misi yang begitu penuh pergulatan dan sangat peka. Di India, paling sedikitnya ada dua badan misi yang lahir oleh dukungan doa demikian.

    2. Iman dan pengabdian
      Jemaat yang dirasuki semangat misi pastilah jemaat yang beriman dan setia mengabdi kepada Tuhan. Adalah bermanfaat bagi setiap anggota jemaat -- pribadi atau keseluruhan -- pada awal tahun kegiatannya memutuskan jumlah dana yang akan mereka khususkan untuk kegiatan misi pada masa pelayanan satu tahun itu. Jumlah dana itu haruslah realistis -- tidak ada gunanya memutuskan jumlah yang besar padahal sangat tipis kemungkinannya dapat mengumpulkan uang sebanyak itu pada waktunya. Setiap anggota harus setia pada janjinya; jangan sampai pada akhir tahun seseorang menyesali dirinya karena tidak dapat memenuhi janjinya. Menepati janji dalam hal persembahan ini adalah ujian iman dan tekad bagi orang bersangkutan.

    3. Kuasa Roh Kudus
      Kegiatan misi yang dirasuki oleh semangat pentakosta, hanya mungkin dilaksanakan ... dengan kuasa pentakosta. Jemaat lokal perlu dipenuhi dan dituntun oleh Roh, sehingga peka dan cepat tanggap untuk menaati Roh Kudus. Roh Kudus mempersiapkan Kristus untuk merelakan diri-Nya menjadi korban tebusan dosa guna memenuhi maksud Allah. Roh Kudus juga mempersiapkan jemaat dan orang-orang percaya untuk melaksanakan maksud penebusan Allah pada zaman ini.

  4. Informasi

    Informasi tentang misi sebagai bagian dari pendidikan misi di jemaat lokal adalah sama pentingnya dengan unsur `pengajaran` dan `inspirasi` (lihat bagian terdahulu). Yesus berkata, `Lihatlah sekelilingmu dan pandanglah ladang-ladang yang sudah menguning dan matang untuk dituai` (Yohanes 4:35). Perintah ini erat berkaitan dengan segala kebutuhan penginjilan, perintah yang harus diketahui oleh semua anggota jemaat. Ketidaktahuan akan misi merupakan kendala besar bagi anggota jemaat untuk terlibat dalam kegiatan misi. Banyak anggota jemaat yang sama sekali tidak mengetahui kebutuhan penginjilan di dunia. Bagaimana menyampaikan informasi ini?

    1. Literatur tentang misi
      Menyediakan bagi anggota jemaat majalah, buku, pamflet, ataupun brosur yang melukiskan keadaan dan kebutuhan daerah-daerah atau suku-suku tertentu. Media cetak itu dapat diedarkan, misalnya melalui perpustakaan gereja. Juga melalui mimbar, apabila sekali- kali pendeta menyinggung hal dan berita penginjilan sambil menunjukkan media terkait sebagai sumber berita itu.

    2. Berita tentang misi
      Jemaat lokal seharusnya memiliki -- paling tidak -- sebuah papan penerangan untuk tempat menempelkan peta, guntingan koran atau majalah tentang misi, gambar-gambar misionaris, dan suku-suku bangsa di dunia. Juga informasi faktual mengenai suatu suku bangsa yang belum mengenal Injil, misalnya, baik sekali bila ditempelkan. Informasi penginjilan macam ini baiklah diusahakan senantiasa baru dan segar, justru harus diganti secara teratur.

    3. Kunjungan tokoh misionaris
      Mengundang misionaris atau pemimpin badan misi dan memperkenalkan mereka kepada jemaat, penting dan besar sekali manfaatnya. Mereka ditugasi menyampaikan informasi yang segar tentang misi kepada jemaat. Pendeta dapat menyinggung pokok-pokok informasi ini dalam doa pada kebaktian minggu-minggu berikutnya.

    Bahan diedit dari sumber:

    Judul Buku : Misi dan Jemaat Lokal
    Judul Artikel: Bagaimana Bermisi?
    Penulis : L.S. Teesha
    Penerbit : Yayasan Komunikasi Bina Kasih, Jakarta
    Halaman : 20 - 29

    e-JEMMi 21/2005