You are hererenungan / Rendah Diri vs Rendah Hati: Bagaimana Melihat Batasannya?

Rendah Diri vs Rendah Hati: Bagaimana Melihat Batasannya?


By suwandisetiawan - Posted on 13 December 2018

Setiap orang dari semua suku bangsa biasanya memiliki sesuatu yang mereka banggakan. Kelebihan-kelebihan inilah yang memberi kebanggaan akan identitas unik kita.

Namun, menyeimbangkan rasa bangga diri memang susah-susah gampang. Kadang, lebih banyak susahnya daripada gampangnya.

Rasa bangga berlebihan berpotensi menyimpang menjadi kesombongan. Mungkin kita menganggap orang berwarna kulit tertentu lebih cantik. Kita yakin tipe tubuh tertentu lebih indah daripada tipe lain. Atau, kita memandang diri lebih tinggi ketimbang mereka dengan kekhasan berbeda dari kita.

Sadar atau tidak, kita memasang label tinggi-rendah derajat berdasarkan perspektif yang kerdil dan bias. Kita lupa semua orang punya kekurangan yang datang sepaket bersama kelebihannya. Inilah faktanya: kita manusia berdosa. Makhluk yang masih memiliki kesombongan, meskipun takarannya berlainan satu sama lain.

Minder = Sombong?
Kesombongan datang dalam berbagai bentuk yang bisa kita kenali dalam kehidupan sehari-hari:

Kesombongan frontal
Kentara dalam sikap dan perilaku yang dapat diamati langsung. Misalnya, omong besar, pamer, atau terang-terangan menghina orang lain.

Kesombongan ‘halus’
Tidak kentara, dan biasanya datang bentuk pemikiran yang meremehkan orang lain. Menganggap orang lain kalah hebat dari kita, entah dalam pengetahuan, kekayaan, kecantikan fisik, dan lain sebagainya.

Rendah diri
Kalau dua bentuk di atas diibaratkan mendongak dagu, maka bentuk ketiga kesombongan ini malah bikin kita terus-terusan menunduk.

Minder atau rendah diri adalah perasaan bahwa orang lain lebih tinggi dari kita dalam hal tertentu. Kita memandang diri kurang cantik atau tampan, kurang gaul, kurang kaya, kurang pandai, dan lain sebagainya. Kebalikan dari tipe-tipe sebelumnya, minder terjadi karena seseorang berfokus pada kekurangannya saja, tetapi tidak melihat atau mensyukuri kelebihan sendiri.

Saat tenggelam dalam rasa rendah diri, kita lupa semua manusia adalah ciptaan Allah yang satu. Tuhan merancang kita secara luar biasa dan untuk tujuan yang luar biasa pula. Jadi, dengan rendah diri berarti kita secara tidak langsung menentang dan merendahkan Sang Pencipta sendiri. Kita seperti berkata, “Nanti kalau saya sudah lebih hebat daripada si A, baru saya bisa berbangga.” Nah, bukankah ini berarti kesombongan juga?

Lepas dari rasa rendah diri dan bermegah di dalam Tuhan
Brothers and sisters, kita tidak perlu menjadi lebih hebat daripada orang lain untuk merasa okay dengan diri sendiri.

Kita hanya perlu mengetahui tujuan dan perasaan Tuhan ketika menjadikan kita:

“Sebelum aku lahir, Engkau telah melihat aku. Sebelum aku mulai bernafas, Engkau telah merencanakan setiap hari hidupku. Setiap hariku tercantum dalam kitab itu.” (Mazmur 139:16)

“Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya.” (Efesus 2:10)

“Sebab Engkaulah yang membentuk buah pinggangku menenun aku dalam kandungan ibuku. Aku bersyukur kepada-Mu oleh karena kejadianku dahsyat dan ajaib.” (Mazmur 139:13-14)

Lihat, betapa luar biasa Tuhan mengenal dan merancang setiap individu yang Dia jadikan!

Keberadaan kita direncanakan.

Kita dipersiapkan untuk pekerjaan-pekerjaan baik.

Kita adalah keajaibanNya.

Rasa aman dalam keyakinan itulah yang akan memberi kita kepercayaan diri yang sehat.

Jadi, setiap kali kita terdorong untuk memegahkan atau merendahkan diri, terapkanlah prinsip-prinsip ini:

1. Saya penting, orang lain juga penting
“… hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri.” (Filipi 2:3)

Semua manusia sama indah dan penting di hadapan Allah. Kita tidak menjadi percaya diri dengan merendahkan atau menjatuhkan orang lain.

Percaya diri yang sehat dibangun atas pemahaman bahwa ‘saya penting, dan orang lain juga sama pentingnya.’ Kita tidak kurang dari orang lain, juga tidak lebih daripada orang lain. Jika kita pegang prinsip itu dalam hati, niscaya hidup kita akan dipenuhi kasih dan hormat.

2. Semua manusia punya kelemahan
Ingatlah akan segenap kekurangan dan keberdosaan kita. Bukan untuk mengasihani diri atau merasa tidak berguna, melainkan agar kita memuja kebaikan Allah. Yohanes 3:16 mengingatkan: Meskipun kita punya banyak kelemahan, anugerah Allah tetap berlimpah dalam hidup kita.

Dengan menyadarinya, kita dapat memaklumi kelemahan dan kelebihan orang lain. Kita memiliki persepsi diri yang imbang dan positif.

3. Allah kita yang rendah hati menyukai dan memakai orang yang rendah hati pula
“Karena itu Ia katakan: “Allah menentang orang yang congkak, tetapi mengasihani orang yang rendah hati.” (Yakobus 4:6)

Jika Allah yang sempurna saja rendah hati, apakah dasar kita untuk bersombong?

Allah enggan memakai orang congkak. Dia merendahkan mereka, sebab orang yang sudah meninggikan diri tidak bisa ditinggikan lagi. Namun, Allah akan memakai mereka yang senantiasa memelihara kerendahan hati.

Mengenakan sifat rendah hati memungkinkan semua rancangan Allah terjadi dalam dan melalui diri kita. Ketika kita lepaskan semua kesombongan dan bersandar kepada Tuhan, Dialah yang akan menguatkan dan meninggikan kita dalam setiap tahap perjalanan hidup.

“Tetapi barangsiapa bermegah, hendaklah ia bermegah di dalam Tuhan.” (2 Kor 10:17)

Dikembangkan dari artikel “Rendah Hati – Kunci Anda Kepada Rencana Allah” oleh Pdt. Togar Sianturi.

source: https://gkdi.org/blog/rendah-diri-vs-rendah-hati/

Tags