You are herePemuridan / Menjaga Bara Misi

Menjaga Bara Misi


By admin - Posted on 19 September 2017

Oleh: Danang

Sebuah berita di Harian Kompas membahas perihal regenerasi profesi petani (1). Bagi saya, hal ini adalah wacana yang tampak mengerikan ketika fakta di lapangan terlihat mulai menurunnya jumlah kaum muda yang memilih bidang pertanian sebagai mata pencarian. Para pemuda memilih peluang yang lebih menjanjikan dan supaya tetap kompetitif mengikuti kemajuan zaman. Jika mereka tetap tinggal di desa mereka kekurangan akses terhadap perkembangan teknologi yang hanya bisa diperoleh di kota. Regenerasi adalah masalah pokok, bukan hanya persoalan profesi, melainkan juga di bidang pelayanan. Banyak pekerjaan pelayanan yang dimulai dengan baik, tetapi tidak bisa dilanjutkan karena tidak melakukan persiapan untuk mendidik para penggantinya dengan kualitas setara. Saya sering miris melihat kondisi semacam ini dalam berbagai pelayanan yang ada di sekitar.

Apabila kita melihat Alkitab, ada misi utama yang disampaikan Yesus bagi murid-murid-Nya, yaitu Amanat Agung (Mat.28:19-20). Isi amanat ini sederhana saja, ajarlah orang lain sehingga Kabar Baik bisa sampai ke ujung bumi. Banyak orang sangat giat menjalankan misi ini, bahkan rela mati demi tugas tersebut, tetapi banyak yang tidak paham perlunya mempersiapkan orang lain yang akan meneruskan pekerjaan itu. Amanat Agung jelas menunjukkan bahwa pelaksanaan amanat itu bukan sekadar kita sendiri sampai ke ujung bumi, melainkan melatih orang lain untuk menyelesaikannya. Yesus hanya bisa menjangkau wilayah Israel, Dia hanya diutus bagi Israel (Mat.15:24) karena itu dia memilih 12 murid sebagai penerus utama misi-Nya. Murid-murid inilah yang akan sampai ke ujung bumi dan menyampaikan kabar baik. Namun, faktanya, bukan murid-murid itu yang memberi tahu saya tentang Yesus, melainkan orang-orang lain. Jadi, orang-orang lain inilah yang telah diajar oleh gurunya dan gurunya pun diajar oleh gurunya lagi dan akhirnya puncaknya guru tersebut adalah para murid Yesus itu.

Saya berpendapat bahwa maksud utama Yesus dalam wasiat-Nya adalah supaya kita tidak berhenti bertumbuh atau menjadi seorang murid, melainkan kita harus bisa menghasilkan murid atau istilah yang tepat adalah melipatgandakan murid. Hanya seorang murid yang bisa menghasilkan murid karena seorang murid tidak bisa lebih dari gurunya (Luk.6:40). Jadi, kita sendiri harus berjuang supaya hidup kita setara dengan kehidupan para murid Yesus, kecuali Yudas Iskariot tentunya sehingga kita serupa seperti mereka, kita bisa menghasilkan murid juga. Kita harus paham, kualitas dan parameter seperti apa yang bisa dianggap setara dengan mereka. Hal paling mendasar tentunya adalah pengalaman dipanggil atau dipilih. Setiap orang yang lahir baru pasti memiliki kisah perjumpaan pribadi dengan Yesus, bukan melihat atau menyentuh Dia seperti yang ditulis Yohanes (1 Yoh.1:1-4), melainkan ketika kita memutuskan percaya Yesus didasari mata rohani kita dicelikkan kepada kebenaran akan dosa dan penghakiman (Yoh.6:18) sehingga kita insyaf. Syarat dasar seorang murid adalah lahir baru, keinsyafan inilah yang menjadi dasar perubahan watak dan proses pertumbuhan iman. Mengapa watak? Karena watak dibentuk oleh sistem nilai, dan sistem nilai dibangun oleh konsep kebenaran yang dianut, konsep yang berbeda akan menghasilkan watak yang berbeda. Seseorang rela menyerahkan hidupnya dalam sebuah misi ilahi apabila wataknya telah diubah sedemikian rupa menjadi serupa dengan Yesus untuk rela berkorban, menyerahkan segala aspek hidupnya menjadi alat untuk keselamatan orang lain. Kerelaan ini melibatkan hati yang berbelaskasihan dan juga keputusan yang mantap. Kedua hal tersebut tidak bisa terjadi secara instan dan perlu proses sedikit demi sedikit. Proses pemuridan ini dalam setiap tahapnya melibatkan penderitaan-penderitaan karena terjadi pembongkaran konsep lama dan membangun konsep yang baru, bahkan Yesus mengatakan bahwa pembangunan konsep ini tidak sekadar renovasi, melainkan perombakan total, seluruh bangunan lama harus dihancurkan supaya bisa dibangun yang baru, air anggur yang baru tidak bisa dimasukkan ke dalam kantong anggur yang lama yang sudah usang (Luk.5:38). Saya mengamati hal inilah yang menyulitkan, orang menolak mengubah hidupnya untuk bisa menerima hal-hal yang baru. Kalau sistem kepercayaan yang ada sudah mapan, mereka enggan untuk mengubahnya karena takut dengan risiko ketidakmapanannya.

Banyak orang yang bisa mengikuti bentuk-bentuk pemuridan dan melayani dengan gigih, tetapi sebenarnya semua itu hanya menjadi topeng kerohanian apabila tidak didasari pengalaman pribadi dengan Tuhan, yaitu perubahan watak. Mudah saja membedakannya, segala sesuatu bisa dinilai dari buahnya (Mat.7:16). Pelayanan yang buahnya busuk dan bertentangan dengan isi Alkitab berarti menjadi contoh pemuridan topeng yang hanya mengejar kulit daripada isi, mengejar bentuk luar yang kelihatan daripada esensi. Oleh karena itu, kita harus waspada perihal pengejaran iman yang palsu, seakan-akan rohani padahal busuk buahnya. Kita harus selalu mengawasi hidup kita dan ajaran kita (1 Tim.4:16) karena sedikit ragi mengkhamirkan seluruh adonan (Gal.5:9). Salah sedikit saja dalam ajaran kita akan menyesatkan banyak orang, dan kitalah yang akan dimintai tanggung jawab atas kesalahan orang banyak itu, dan sering kali kesalahan yang fatal sehingga ada jiwa yang terhilang. Kita harus ingat, hanya karena Musa emosi soal air, dia memukul batu lebih dari sekali dan Tuhan menganggapnya berdosa dan Musa tidak boleh masuk Kanaan, sebuah kesalahan yang fatal (Ul.1:37). Kabar baiknya, Musa sudah mempersiapkan muridnya, yaitu Yosua anak Nun, yang siap memimpin Israel, dan mempersiapkan Yosua ini butuh waktu lama, 40 tahun Israel mengembara dan selama itulah Yosua diajari menjadi murid dan memimpin bangsa Israel. Jadi, jangan berharap memuridkan itu akan menghasilkan orang-orang yang siap dalam jangkau waktu, hari atau bulan, melainkan bertahun-tahun. Oleh karena itu, sejak awal melayani kita harus memberikan perhatian kepada unsur regenerasi ini. Regenerasi, pelipatgandaan adalah kunci utama Amanat Agung, keberhasilannya ditopang oleh hal tersebut. Apabila kita gagal melakukannya, kita sedang berisiko kegagalan menjalankan wasiat itu. Oleh karena itu, hal ini harus menjadi perhatian utama kita dalam pelayanan, sebagian perhatian ditujukan bagaimana kita bisa berhasil melayani, bagian lain harus ada persiapan pelipatgandaan. Apa pun misinya, apa pun bentuknya, semua harus mengandung unsur pelipatgandaan.

Misi yang berhasil adalah misi yang direncanakan dengan baik, segala aspeknya dipersiapkan, segala tantangan dipetakan, dan selalu siap melakukan pemutakhiran dengan keadaan di lapangan, jangan terpancang pada metode, melainkan kita harus mengenali metode yang tepat untuk setiap situasi. Pemuridan tidak cukup sekadar meniru bentuk-bentuk praktis, melainkan jika berniat membuat murid kita harus memiliki dasar-dasar filosofi, konsep-konsep kebenarannya, kemudian sanggup secara mandiri menciptakan metode-metode, bentuk-bentuk praktis yang cocok dan relevan dengan murid-murid kita dan misi kita tanpa mengkhianati kebenaran yang hakiki yang kita terima dari Alkitab. Jangan juga gegabah selalu merasa metode misi kita adalah yang terbaik karena menghalangi proses pemutakhiran yang relevan dengan keadaan di lapangan yang terus berubah. Keadaan masyarakat selalu berubah dan kita harus jeli melakukan mengarungi gelombang perubahan, kalau tidak pelayanan kita akan menjadi usang dan kita gagal memenuhi Amanat Agung. Metode pemuridan pun harus selalu dievaluasi, apa yang berhasil jaman Yesus belum tentu bisa kita terapkan, akan menjadi sulit kalau kita harus seperti Yesus, menjadi guru yang ke mana-mana diikuti para murid sepanjang hari. Inilah perbedaan filosofi dan bentuk, filosofi kita memuridkan, membuat orang bertumbuh imannya, tetapi kita fleksibel dengan bentuk-bentuk praktisnya. Iman yang relevan adalah cara kita memudahkan menyelesaikan misi kita, tetapi harus diawasi supaya yang relevan hanya sekadar perubahan bentuk praktis di luar, bukan pengkhianatan kepada kebenaran. Sebagai contoh, banyak gereja mulai takut untuk secara tegas mengajarkan perilaku homoseksual sebagai dosa dan berharap bisa menjangkau dunia dengan menerima dosa-dosa mereka. Kita harus ingat apa yang Yesus katakan, barangsiapa mengasihi Aku, dia akan melakukan perintah-perintah-Ku (Yoh.14:15). Adalah kebodohan apabila kita menjalankan misi Yesus dengan cara menyakiti hati Yesus bukan?

1) http://regional.kompas.com/read/2016/08/10/19430091/Krisis.Regenerasi.Indonesia.Terancam.Kehilangan.Petani