You are hereArtikel Misi / Ketika Penderitaan Bersifat Injili

Ketika Penderitaan Bersifat Injili


By admin - Posted on 05 July 2022

Salah satu bagian favorit saya dalam Alkitab adalah Kolose 1:24 (AYT), yang berbunyi: "Sekarang, aku bersukacita dalam penderitaanku demi kamu karena di dalam dagingku aku melengkapi apa yang kurang dalam penderitaan Kristus, demi tubuh-Nya, yaitu jemaat." Bagaimanapun, saya harus mengakui bahwa ayat ini tidak selalu menjadi salah satu favorit saya. Selama bertahun-tahun, saya bergumul untuk memahami apa yang dikatakan rasul Paulus di sini. Saya merasa sulit untuk memahami bahwa ada yang "kurang" dari "penderitaan Kristus" dan bahkan lebih sulit untuk melihat bagaimana penderitaan manusia biasa dapat "mengisi" kekurangan apa pun itu. Akan tetapi, ketika saya mencari kata "kurang" (husterema dalam bahasa Yunani) dan menemukan bagian lain dalam Alkitab yang menggunakan kata serupa, saya mulai mengerti apa yang Paulus katakan dalam Kolose 1:24, dan saat itulah perikop itu menjadi jauh lebih berarti bagi saya.

Kata "kurang" muncul delapan kali dalam tujuh bagian Perjanjian Baru lainnya di luar Kolose 1:24. Empat dari kemunculan ini menyebutkan kata "kurang" bersamaan dengan kata yang diterjemahkan "mengisi" sama seperti dalam perikop Kolose kita. Dua dari empat kemunculan ini kurang membantu dalam memahami ayat kita, karena kemunculan kata itu terkait dengan topik yang sama sekali berbeda dari yang diambil di Kolose, yaitu topik tentang uang. Dalam 2 Korintus 9:12 dan 11:9, yang kurang adalah uang, atau apa pun yang dapat dibeli dengan uang, dan kemurahan hati umat Allahlah yang "mengisi" kekurangan itu. Akan tetapi, dalam Kolose 1:24, topik yang dimaksud adalah penderitaan dan bagaimana penderitaan Paulus dapat "mengisi apa yang kurang" dalam penderitaan Kristus. Untungnya, dua kemunculan lainnya jauh lebih mendukung.

Gambar: Paulus

Dalam 1 Korintus 16:17, Paulus mengucap syukur atas kedatangan tiga orang -- Stefanus, Fortunatus, dan Achaicus -- karena mereka, secara harfiah, "mengisi kekuranganmu." Ide yang dikemukakan dalam bagian ini tampaknya adalah bahwa kehadiran ketiga pria ini menggantikan ketidakhadiran orang-orang Kristen Korintus dalam kehidupan Paulus. Oleh karena itu, apa yang kurang dalam 1 Korintus 16:17, adalah kehadiran fisik orang-orang Kristen tertentu dari gereja di Korintus. Mereka tidak bisa bersama Paulus secara fisik. Dan kekurangan ini "diisi" dengan kedatangan ketiga orang ini.

Demikian pula, dan mungkin yang paling membantu dari semuanya, dalam Filipi 2:30, Paulus memberi tahu kita tentang pelayanan Epafroditus, yang diutus oleh gereja Filipi untuk mengantarkan pemberian kepada Paulus guna mendukung pelayanannya (lihat Flp. 4:18). Dalam melakukan pelayanan ini atas nama gereja, Epafroditus tampaknya jatuh sakit dan, setidaknya pada satu titik, hampir mati (Flp. 2:25-27). Pada titik tertentu setelah kesembuhannya, ia kembali ke gereja Filipi, setelah diutus kembali oleh Paulus dengan pujian yang tercatat dalam ayat 29-30: "Sambutlah Epafroditus dalam Tuhan dengan penuh sukacita dan hormatilah orang-orang seperti dia karena ia hampir mati demi pekerjaan Kristus; ia mempertaruhkan nyawanya untuk menggantikan bantuan yang tidak dapat kamu berikan kepadaku." Mengingat konteks ini, tampaknya satu-satunya hal yang kurang dari pemberian gereja Filipi kepada Paulus adalah kehadiran fisik mereka sendiri. Mereka tidak dapat bersama Paulus secara pribadi untuk menyampaikan pemberian mereka. Maka mereka mengutus Epafroditus untuk "menyempurnakan apa yang kurang" dengan mengantarkan pemberian mereka atas nama mereka. Dan, dengan melakukan itu, dia hampir mati.

Jika kita mengambil ide-ide ini dan menggunakannya untuk membantu kita memahami Kolose 1:24, tampaknya Paulus mengatakan sesuatu yang serupa, yaitu bahwa satu-satunya hal yang kurang dari penderitaan Kristus adalah bahwa Kristus tidak hadir secara fisik bersama orang-orang Kristen Kolose sebagaimana Dia menderita dan mati. Dia tidak dapat berada di sana secara fisik dan, sebagai akibatnya, gereja Kolose tidak dapat menyaksikan sendiri penderitaan Kristus secara langsung. Oleh karena itu, penderitaan Paulus menutupi "kekurangan" ini dengan menunjukkan kepada orang-orang Kristen Kolose penderitaan Kristus melalui penderitaannya sendiri.

Ini berarti bahwa penderitaan Paulus bersifat injili. Penderitaan Paulus menunjukkan penderitaan Kristus yang dapat dilihat semua orang. Untuk memastikan itu tidak mengurangi rasa sakit dan kehilangan yang dialami Paulus di dalam dan melalui penderitaannya. Namun, itu memberi tujuan bagi mereka. Penderitaan Paulus bukannya tidak masuk akal. Sebaliknya, penderitaan-penderitaan tersebut merupakan bagian penting dari pelayanan Paulus. Kita bahkan dapat mengatakan bahwa penderitaan adalah pelayanan tersendiri bagi Paulus, hak istimewa yang dipercayakan kepadanya oleh Allah alam semesta untuk mengarahkan orang kepada satu-satunya jalan yang dengannya mereka dapat diselamatkan -- salib Kristus.

Demikian juga, ketika Anda dan saya menghadapi penderitaan dan kesulitan dengan sukacita di dalam Kristus, penderitaan kita menjadi penginjilan. Itu mengarahkan orang kepada Kristus dan mengundang mereka untuk percaya kepada-Nya. Ini menunjukkan kepada mereka bahwa ada sesuatu di luar keberadaan duniawi ini yang jauh lebih baik daripada kehidupan itu sendiri.

Kita bahkan dapat mengatakan bahwa penderitaan adalah pelayanan tersendiri bagi Paulus, hak istimewa yang dipercayakan kepadanya oleh Allah alam semesta untuk mengarahkan orang kepada satu-satunya jalan yang dengannya mereka dapat diselamatkan -- salib Kristus.


Facebook Twitter WhatsApp Telegram

Seorang teman saya pernah menceritakan sebuah kisah yang saya percaya menangkap poin yang Paulus nyatakan dalam Kolose 1:24 dengan sempurna. Ini adalah kisah tentang sebuah keluarga yang memiliki seorang anak kecil yang sedang sekarat -- seorang anak laki-laki berusia sekitar 2 tahun, jika saya ingat dengan benar. Saya tidak ingat detail penyakit atau keadaan seputar peristiwa itu. Namun, saya ingat bahwa teman saya pergi mengunjungi mereka di rumah sakit menjelang akhir hidup anak laki-laki itu, dan saat dia masuk, anak itu mengambil napas terakhirnya dan meninggal dalam pelukan ibunya. Dengan berlinang air mata, sang ibu meminta teman saya untuk memimpin keluarga melantunkan Doksologi. Bukankah itu luar biasa? Tanggapan pertama ibu ini, setelah kehilangan anaknya, adalah bersyukur dan memuji Tuhan!

Seperti itulah penderitaan yang bersifat injili. Itu mengisi apa yang kurang dalam penderitaan Kristus dengan membawa penderitaan-Nya lebih dekat dan menjadikannya nyata untuk dilihat semua orang. Itu menyebabkan orang duduk dan memperhatikan, menanyakan alasan harapan yang ada di dalam kita. Itu menuntun kita untuk menyembah-Nya, karena "kasih setia" Tuhan benar-benar "lebih baik daripada hidup" (Mzm. 63:3). (t/N. Risanti)

Download Audio

Diterjemahkan dari:
Nama situs : Gospel Reformation
Alamat situs : https://gospelreformation.net/when-suffering-is-evangelistic
Judul asli artikel : When Suffering is Evangelistic
Penulis artikel : Guy Richard